Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berbagi Literasi Bersama 34 Wanita

26 April 2017   08:47 Diperbarui: 2 Mei 2017   00:43 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
24 dari 34 peserta workshop menulis Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, 21 April 2017. Foto: arum sato

Long weekend. Berjuta keluarga berlibur bersama. Tapi, saya memilih ke luar kota. Berbagi tentang dunia tulis-menulis kepada 34 wanita. Kami belajar bersama, mengolah kata dengan rasa.

Ya, long weekend kemarin, saya berada di Cianjur, sekitar 3 jam berkendara dari Jakarta. Saya bersama tiga orang rekan –Thamrin Sonata, Tamita Wibisono, Arum Sato- dari Komunitas Kompasianer KutuBuku diundang untuk memberikan workshop literasi kepada 34 wanita, yang merupakan bagian dari Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Workshop ini terasa istimewa, karena dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, 21 April 2017.

Mengamati Kemudian Menggambarkan

Workshop itu diadakan di lantai dua di salah satu gedung Disdikbud, Jl. Perintis Kemerdekaan No.3, Sirnagalih, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Gedung itu berada di atas perbukitan. Dan, aula lantai dua itu berdinding kaca, hingga kita sangat leluasa melepas pandang ke sekeliling. Pepohonan hijau tumbuh dengan lebatnya. Dengan kata lain, suasana hari itu sungguh mendukung, untuk aktivitas kreatif yang kami lakukan.

Isson Khairul (depan) memandu workshop bersama Thamrin Sonata (belakang) yang diikuti 34 wanita dari Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur. Semua antusias untuk menjadi penulis. Foto: arum sato
Isson Khairul (depan) memandu workshop bersama Thamrin Sonata (belakang) yang diikuti 34 wanita dari Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur. Semua antusias untuk menjadi penulis. Foto: arum sato
Salah satu topik yang kami diskusikan hari itu adalah tentang cara menuliskan apa yang dilihat. Dalam rumusan tulis-menulis, cara ini dikenal sebagai teknik deskripsi. Artinya, kita sebagai penulis, mendeskripsikan, menggambarkan dengan kata-kata, tentang suatu tempat atau suatu objek atau suatu situasi kepada pembaca. Untuk itu, kita tentulah harus mengamati serta mencermati apa yang hendak kita tuliskan.

Misalnya, kita hendak mendeskripsikan situasi di suatu rumah, ketika petugas kesehatan datang berkunjung. Dalam hal ini, kita perlu mengamati aktivitas penghuni rumah. Juga, mengamati situasi serta kondisi rumah, agar dalam deskripsi yang kita tulis, tercermin korelasi antara penghuni dan rumah yang mereka huni. Semakin detail pengamatan yang kita lakukan, tentulah akan semakin leluasa pula kita menuliskannya. Silakan simak contoh berikut:

Contoh deskripsi di atas, saya fotokopikan untuk para peserta. Ini saya ambil dari Laporan Utama Majalah TEMPO edisi Senin, 20 Maret 2017, yang berjudul Beda Nasib karena Kurang Gizi.
Contoh deskripsi di atas, saya fotokopikan untuk para peserta. Ini saya ambil dari Laporan Utama Majalah TEMPO edisi Senin, 20 Maret 2017, yang berjudul Beda Nasib karena Kurang Gizi.
Mengenal Kata, Menguasai Kata

Agar kita leluasa mendeskripsikan sesuatu, kita tentulah harus memiliki kosa kata yang lebih dari cukup. Bagaimana caranya? Kepada peserta saya kemukakan, salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan membaca. Ya, membaca. Tentu bukan membaca sambil lalu, tapi membaca dengan sungguh-sungguh. Baik bacaan berupa artikel di media, maupun bacaan berupa teks di buku. Dengan membaca sungguh-sungguh, besar kemungkinan perbendaharaan kata-kata kita akan bertambah.

Dari kiri ke kanan: Isson Khairul, Cecep Sobandi (Kepala Disdikbud Cianjur), Erni Wardani, Thamrin Sonata, dan Rochman (Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah Disdikbud Cianjur). Cecep Sobandi menunjukkan buku Kumpulan Cerpen berbahasa Sunda berjudul Ceu Entin karya Erni Wardani (guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cianjur). Foto: arum sato
Dari kiri ke kanan: Isson Khairul, Cecep Sobandi (Kepala Disdikbud Cianjur), Erni Wardani, Thamrin Sonata, dan Rochman (Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah Disdikbud Cianjur). Cecep Sobandi menunjukkan buku Kumpulan Cerpen berbahasa Sunda berjudul Ceu Entin karya Erni Wardani (guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cianjur). Foto: arum sato
Saya bercerita tentang kebiasaan HB Jassin, salah seorang tokoh sastra kita, dalam membaca. Ia selalu membawa bahan bacaan berupa buku dan media plus sebuah buku tulis dan pulpen, ke mana pun ia pergi. Jadi, ketika membaca dan ia menemukan ada kata-kata atau kalimat yang menarik perhatiannya, maka ia menuliskannya di buku tulis tersebut. Artinya, ia membaca dan juga menulis. Ini adalah bagian dari caranya menambah perbendaharaan kata-kata.

Cara yang dilakukan Pak Jassin ini mungkin bisa kita adopsi, disesuaikan dengan kebiasaan kita sehari-hari. Sebagai penulis, kita tentu tidak boleh kehabisan kata. Itu sama saja dengan mobil atau motor kehabisan bensin. Pasti akan mogok, tidak bisa jalan. Maka, banyak-banyaklah membaca dengan sungguh-sungguh, agar kita bisa menulis dengan lancar, tanpa mogok. Juga, agar kita tidak mengulang-ulang kata yang sama, yang membuat pembaca bosan. Silakan simak lanjutan deskripsi berikut:

Contoh deskripsi ini merupakan lanjutan dari yang di atas, saya fotokopikan untuk para peserta. Ini saya ambil dari Laporan Utama Majalah TEMPO edisi Senin, 20 Maret 2017, yang berjudul Beda Nasib karena Kurang Gizi.
Contoh deskripsi ini merupakan lanjutan dari yang di atas, saya fotokopikan untuk para peserta. Ini saya ambil dari Laporan Utama Majalah TEMPO edisi Senin, 20 Maret 2017, yang berjudul Beda Nasib karena Kurang Gizi.
Tamita Wibisono (berdiri) memandu step by step membuat akun di Kompasiana. Intarti Dias (depan laptop), salah seorang dari 34 peserta workshop, sedang dipandu Arum Sato membuat akun di Kompasiana. Ini bagian dari gerakan literasi untuk mengajak anggota Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur, menulis di Kompasiana. Foto: isson khairul
Tamita Wibisono (berdiri) memandu step by step membuat akun di Kompasiana. Intarti Dias (depan laptop), salah seorang dari 34 peserta workshop, sedang dipandu Arum Sato membuat akun di Kompasiana. Ini bagian dari gerakan literasi untuk mengajak anggota Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur, menulis di Kompasiana. Foto: isson khairul
Kombinasi Lihat serta Dengar

Dari kedua contoh deskripsi di atas, memang tidak sepenuhnya hanya dari apa yang kita lihat. Sebagian juga dari apa yang kita dengar. Dalam hal ini, untuk melengkapi suatu deskripsi, memang diperlukan kombinasi antara bahan lihat dan bahan dengar. Tentang bagaimana porsi kedua bahan itu, tergantung pada penekanan deskripsi yang kita kehendaki. Pada kedua contoh di atas, menurut saya, penulisnya hendak menekankan aspek kemiskinan yang berkorelasi dengan kurang gizi.

Di empat alinea di atas, memang belum dipaparkan, apa pekerjaan sang tuan rumah dan apa pula profesi sang menantu. Boleh jadi, mereka adalah buruh, dengan pekerjaan serabutan, yang secara finansial serba kekurangan. Akibatnya berimbas pada gizi sang anak. Untuk kepentingan penulisan, pengamatan terhadap objek tersebut, tentulah tidak bisa sambil lalu. Sang penulis harus benar-benar mencermatinya secara saksama.

Dari kiri ke kanan: Isson Khairul, Nita Helida, Ade Supartini, Nani Yuningsih (Sekretaris Disdikbud Cianjur), Bu Rochman (Ketua Dharma Wanita Disdikbud Cianjur), Dede Juhaesih, Erni Wardani, dan Thamrin Sonata. Foto: arum sato
Dari kiri ke kanan: Isson Khairul, Nita Helida, Ade Supartini, Nani Yuningsih (Sekretaris Disdikbud Cianjur), Bu Rochman (Ketua Dharma Wanita Disdikbud Cianjur), Dede Juhaesih, Erni Wardani, dan Thamrin Sonata. Foto: arum sato
Untunglah ke-34 wanita dari Dharma Wanita Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur ini memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi penulis. Diskusi berlangsung seru hingga proses sharing sangat dinamis. Bahkan ada yang langsung membuat akun Kompasiana, karena sudah ngebet ingin menulis. Ini memang sudah menjadi tradisi Komunitas Kompasianer KutuBuku tiap kali mengadakan workshop literasi: ada sesi how to menulis di Kompasiana.

Oh, ya, para peserta ini selanjutnya akan menulis dengan tema Dharma Wanita dan Pendidikan. Tulisan dari tiap peserta akan diedit oleh tim Komunitas Kompasianer KutuBuku dan kemudian akan diterbitkan menjadi sebuah buku. Keseluruhan prosesnya dikelola oleh komunitas ini. Sebagai pegiat komunitas, kami senang mendapat kesempatan untuk sharing tentang dunia literasi. Kita tahu, menurut data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Ini tantangan untuk kita.

isson khairul –dailyquest.data@gmail.com   

Jakarta, 26-04-2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun