Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Minim Sosialisasi, Pelabuhan Merak pun Penuh Sesak

3 Juli 2016   02:42 Diperbarui: 3 Juli 2016   09:53 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak, masih sangat banyak, mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak. Ini hasil jepretan Sutisna Abas, Kompasianer yang tinggal di Cilegon, pada Jumat (1/7/2016) malam. Foto: sutisna abas

Dari H-18 hingga H-4 Lebaran 2016, hanya 8.200 penumpang yang mudik dengan kapal melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Lebaran tahun lalu, di rentang waktu yang sama, pemudik melalui Tanjung Priok mencapai 11.000 orang. Kenapa mudik dengan kapal minim peminat?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentulah perlu penelitian yang komprehensif. Pada Selasa (28/6/2016), saya bersama Komunitas Commuter Line Community of Kompasiana (Click) berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kami berbuka puasa bersama dengan para pejabat dan karyawan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Di sana, saya melakukan survei kecil-kecilan ala saya. Saya ajukan satu pertanyaan: adakah kapal dari Tanjung Priok ke Lampung untuk mudik tahun ini?

Kapal Laut Minim Sosialisasi
Dari 20 orang yang berada di dermaga penumpang, tidak ada satu pun yang tahu. Ketika 10 dari 18 Kompasianer yang berkunjung hari itu saya tanya, juga tidak satu pun yang tahu. Ketika pertanyaan itu saya ajukan ke pejabat Pelni yang ada di sana, jawabannya sangat singkat, ”Itu kapal swasta, bukan Pelni.” Dari situ, saya paham, moda transportasi kapal laut ini memang minim sosialisasi, bila dibandingkan dengan angkutan lebaran pesawat udara, kereta api, dan bus.

Padahal, setahu saya, sejak Rabu (22/6/2016), ada tiga Kapal Roro yang melayari rute Tanjung Priok-Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, pulang-pergi. Ada tiga kali pemberangkatan per hari dari Tanjung Priok: pukul 07.00 WIB, pukul 15.00 WIB, dan pukul 23.00 WIB. Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Laut yang meresmikan rute pelayaran tersebut. Ketiga Kapal Roro tersebut bukan hanya mampu mengangkut penumpang, tapi juga kendaraan.

KM Mutiara Sentosa III melayari rute Tanjung Priok-Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, pulang-pergi. Ini bisa jadi alternatif untuk angkutan lebaran dari Jakarta ke Sumatera. Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Laut meresmikan rute pelayaran tersebut pada Rabu (22/6/2016). KM Mutiara Sentosa III dibuat pada tahun 1991 dengan material baja. Kapal ini memiliki panjang 160 meter dengan lebar 25 meter. Foto: detik.com
KM Mutiara Sentosa III melayari rute Tanjung Priok-Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, pulang-pergi. Ini bisa jadi alternatif untuk angkutan lebaran dari Jakarta ke Sumatera. Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Laut meresmikan rute pelayaran tersebut pada Rabu (22/6/2016). KM Mutiara Sentosa III dibuat pada tahun 1991 dengan material baja. Kapal ini memiliki panjang 160 meter dengan lebar 25 meter. Foto: detik.com
Sebagai contoh, Kapal Roro bernama KM Mutiara Sentosa III. Kapal ini mampu mengangkut 750 penumpang, 160 truk, dan 100 kendaraan kecil untuk sekali pelayaran. Kapal dengan bobot 9.476 Gross Tonase (GT) tersebut mampu melesat dengan kecepatan 12 knot per jam, hingga Tanjung Priok-Pelabuhan Panjang dapat ditempuh dalam 8 jam pelayaran. Ini tentu bisa menjadi alternatif para pemudik yang hendak menyeberang ke Pulau Sumatera.

Secara biaya, penumpang dewasa untuk kelas ekonomi dikenakan tarif Rp 55.000 sekali jalan. Untuk kendaraan sedan, jeep, dan sejenisnya, dikenakan tarif Rp 475.000 sekali jalan. Silakan bandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan bila dari Jakarta menyeberang melalui Pelabuhan Merak di Cilegon, Provinsi Banten. Untuk ongkos penyeberangan, mungkin lebih murah. Tapi, coba tambahkan dengan biaya bensin, biaya tol, dan waktu yang terbuang untuk antre naik kapal. Hingga Sabtu (2/7/2016) saja, ada 28.000 kendaraan yang sudah memadati Pelabuhan Merak. ‎Sejak Jumat (1/7/2016) malam, antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak, sudah mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak.

Kesetaraan Angkutan Laut
Pelabuhan Merak sesungguhnya sudah cukup luas. Ada 5 dermaga yang dioperasikan untuk penumpang dan kendaraan. Meski demikian, pada mudik lebaran tahun ini dan tahun-tahun yang lalu, tetap saja penuh sesak. Sebagai gambaran, sejak pukul 20.00 WIB Hari Jumat (1/7/2016) hingga Sabtu (2/7/2016) pagi, sebanyak 237.254 penumpang sudah diangkut melintasi Selat Sunda, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Itu menggunakan 30 unit kapal roro, dengan total perjalanan kapal sebanyak 51 trip.

Ribuan pemudik dengan kendaraan mobil pribadi dan sepeda motor di Pelabuhan Merak, Banten, harus menunggu berjam-jam dari Jumat (1/7/2016) malam hingga Sabtu (2//7/2016) dinihari, sebelum dapat diseberangkan ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Ini terjadi tiap lebaran, tiap tahun. Foto: kompas.com
Ribuan pemudik dengan kendaraan mobil pribadi dan sepeda motor di Pelabuhan Merak, Banten, harus menunggu berjam-jam dari Jumat (1/7/2016) malam hingga Sabtu (2//7/2016) dinihari, sebelum dapat diseberangkan ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Ini terjadi tiap lebaran, tiap tahun. Foto: kompas.com
Meski demikian, antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak, masih sangat banyak, mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak. Dalam konteks mudik lebaran, angkutan penyeberangan laut ini sudah seharusnya mendapat perhatian yang sepadan dengan lonjakan penumpang. Justru, ini momentum bagi pihak berwenang untuk mengajak publik meminati angkutan laut. Salah satunya, dengan memperlakukan angkutan laut setara dengan angkutan pesawat udara, kereta api, dan bus.

Untuk pemudik dengan pesawat udara, berbagai fasilitas bandara dilengkapi. Bukan hanya mewah tapi juga canggih, sesuai dengan perkembangan teknologi. Demikian pula halnya dengan pemudik yang menggunakan kereta api. Bukan hanya stasiun yang dibenahi, bukan hanya kereta yang diperbarui, tapi juga sistem pelayanan terus dikembangkan dengan acuan teknologi terkini. Pemudik dengan bus serta kendaraan pribadi pun tak kalah dimanjakan. Lihatlah jalan tol yang sudah dan terus dibangun. Rest area-nya bertaburan dengan fasilitas yang sangat memanjakan.

Sekali waktu, datanglah ke Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Merak. Fasilitas untuk penumpang di kedua pelabuhan tersebut, tidak lebih baik dari sebuah rest area di jalan tol Cikampek. Menyedihkan? Tidak juga. Tapi, realitas di kedua pelabuhan tersebut, tidak mencerminkan bahwa sesungguhnya pemerintah sedang menggelorakan spirit maritim kepada warga. Saya ingat jawaban pejabat Pelni di atas, ”Itu kapal swasta, bukan Pelni.” Bukankah Pelni seharusnya menjadi inovator untuk pengembangan angkutan berbasis laut? Bukankah Pelni seharusnya menjadi pelopor, agar antrean menuju Pelabuhan Merak tidak sampai mencapai 10 kilometer?

Antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak, masih sangat banyak, mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak. Ini hasil jepretan Sutisna Abas, Kompasianer yang tinggal di Cilegon, pada Jumat (1/7/2016) malam. Foto: sutisna abas
Antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak, masih sangat banyak, mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak. Ini hasil jepretan Sutisna Abas, Kompasianer yang tinggal di Cilegon, pada Jumat (1/7/2016) malam. Foto: sutisna abas
Mudik Gratis Melalui Tanjung Priok
Menyambut lebaran tahun 2015, Kementerian Perhubungan mengadakan program mudik gratis dengan kapal laut ke Semarang dan Surabaya, melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Peminatnya cukup banyak. Lebaran tahun 2016 ini, tidak ada mudik gratis dengan kapal laut. Sementara, mudik gratis dengan bus dan kereta api ke berbagai wilayah di Pulau Jawa, terus berlangsung dengan semarak. Dari tahun ke tahun. Semua itu semakin menyempurnakan perjalanan mudik para pemudik di Pulau Jawa.

Maka, alangkah timpangnya ketika kini kita menyaksikan antrean kendaraan roda empat menuju Pelabuhan Merak mencapai 10 kilometer, hingga mengular sepanjang tol Tangerang-Merak. Bukan hanya ketimpangan pada perlakuan terhadap pemudik ke Sumatera dibandingkan dengan pemudik ke Jawa. Tapi, juga ketimpangan infrastruktur transportasi yang tersedia. Infrastruktur jalan tol yang menuju ke Pelabuhan Merak, tidak sepadan dengan ketersediaan infrastruktur pelabuhan dan infrastruktur transportasi laut di kawasan tersebut.

Ini mengingatkan saya pada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dr. Ir. Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M. Sc. Dalam acara Kompasiana Nangkring Kementerian PUPR, yang berlangsung di Hotel Santika Premiere, Jakarta, pada Selasa (31/5/2016), ia bicara tentang gerakan Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris. Sebagai Menteri PUPR, ia menyadari bahwa pembangunan infrastruktur selama ini terpusat di Pulau Jawa. Katakanlah semacam Jawa Sentris. Pada saat mudik lebaran ini, apa yang dinamakan paradigma Jawa Sentris tersebut menjadi realitas yang kentara dengan nyata.

Kendaraan roda dua dengan kendaraan roda empat bercampur di jalur yang sama memasuki Pelabuhan Merak. Antre berjam-jam tentulah melelahkan, yang bisa mengganggu keselamatan para pemudik. Penataan jalur pengendara serta fasilitas bagi penumpang lainnya di Pelabuhan Merak adalah bagian penting yang dibutuhkan, agar pemudik selamat pulang-pergi. Foto: antaranews.com
Kendaraan roda dua dengan kendaraan roda empat bercampur di jalur yang sama memasuki Pelabuhan Merak. Antre berjam-jam tentulah melelahkan, yang bisa mengganggu keselamatan para pemudik. Penataan jalur pengendara serta fasilitas bagi penumpang lainnya di Pelabuhan Merak adalah bagian penting yang dibutuhkan, agar pemudik selamat pulang-pergi. Foto: antaranews.com
Perlakuan pihak berwenang terhadap pemudik di Pulau Jawa dan pemudik di wilayah non-Jawa pun, berbeda adanya. Menyedihkan? Mestinya, tidak. Justru, ketimpangan tersebut menjadi tools, agar pihak berwenang menyikapi negeri ini sebagai Indonesia, bukan sebatas Jawa. Pada tahun 1971, penyair Taufik Ismail menulis puisi dengan judul Kembalikan Indonesia Padaku. Petikannya, antara lain, hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam, karena seratus juta penduduknya. Penyair Taufik Ismail nampaknya gusar akan ketimpangan, risau karena ketiadaan pemerataan. Baru 45 tahun kemudian, kita mendengar gerakan Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris.

Menyedihkan? Mestinya, tidak. Terlambat? Mestinya, juga tidak.

isson khairul –linkedin –dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 3 Juli 2016

----------------------

Tulisan terkait:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun