Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Literasi untuk Cilegon, Inspirasi untuk Kompasianer

24 April 2016   08:00 Diperbarui: 24 April 2016   15:09 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai putera Cilegon, Kang Nasir bukan hanya menjadikan Cilegon sebagai tempat lahir. Tapi, ia dengan sepenuh hati menyelami Cilegon luar-dalam. Setelah lulus studi di UII Yogyakarta, ia kembali ke Cilegon untuk menjadi bagian dari dinamika warga. Yang unik, Kang Nasir memulai karirnya di Cilegon sebagai Kepala Desa Gerem, Kecamatan Grogol. Hampir enam tahun ia menjadi kepala desa tersebut. Sejak tahun 2006, status desa itu berubah menjadi Kelurahan Gerem dan Kang Nasir melepaskan jabatannya karena kelurahan harus dipimpin oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara, Kang Nasir bukanlah PNS.

Sampai di sini kita tahu, pemahaman Kang Nasir tentang Cilegon tentulah sangat lebih dari cukup. Maka, apa yang ia tulis dalam buku Catatan dari Cilegon bukan hanya apa yang nampak secara kasat mata. Tapi, lebih dari itu. Dalam tulisan Perilaku Warga Korea di Cilegon, misalnya. Kang Nasir dengan tajam menyoroti, betapa ekses yang ditimbulkan akibat kehadiran orang Korea, tidak bisa dipandang sebelah mata. Memang, ini bagian dari konsekuensi sebuah kota industri. Namun, di sinilah tantangannya, bagaimana pemerintah Kota Cilegon menerapkan regulasi, agar warga lokal tidak menjadi korban dari aktivitas bisnis orang-orang asing tersebut.

Meningkatkan level literasi warga Cilegon adalah bagian dari cara untuk meminimalkan resiko menjadi korban. Dengan adanya tradisi membaca yang baik, maka pengetahuan warga secara bertahap akan meningkat. Dengan pengetahuan yang cukup, tentulah warga akan bisa memilah, mana yang positif dan mana yang negatif. Sebagaimana disebutkan di atas, literasi bukan hanya membaca dan menulis. Tapi, bagaimana memotivasi warga agar memanfaatkan informasi dari bahan bacaan, untuk menjawab beragam persoalan kehidupan sehari-hari. Mari kita sambut buku Catatan dari Cilegon sebagai inspirasi untuk menggelorakan spirit literasi di tanah air.

Isson Khairul –linkedin dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 24 April 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun