Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menghentikan reklamasi Teluk Jakarta untuk sementara waktu. ”Kami akan pastikan reklamasi tidak merusak lingkungan dan reklamasi untuk warga Jakarta,” kata Susi Pudjiastuti saat menggelar konferensi pers di rumah dinasnya di Jl. Widya Chandra V No. 26, Jakarta Selatan, pada Jumat (15/4/2016). Keputusan itu ia ambil bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), seusai rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pihak KLHK telah menurunkan tim investigasi yang bekerja sejak Jumat dan Sabtu (15-16/4/2016) untuk menyelidiki reklamasi di Teluk Jakarta. Hal ini dikemukakan Siti Nurbaya, Menteri LHK, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Minggu (17/4/2016).
[caption caption="Ada 1.728 keluarga yang digusur dari perkampungan nelayan di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, hari Senin (11/4/2016) lalu. Dari jumlah tersebut, 197 keluarga di antaranya adalah nelayan. Sebagian nelayan tinggal sebagai manusia perahu di 20 perahu tongkang di area itu. Satu perahu diisi 2-3 keluarga. Wali Kota Jakarta Utara, Rustam Effendi, akan mencarikan unit rusun yang kosong di Muara Baru atau di Kapuk Muara untuk mereka. Kedua rumah susun itu dekat laut, hingga para nelayan bisa tinggal di sana dan kembali beraktivitas sebagai nelayan. Foto: tempo.co "]
Dalam konteks ratusan nelayan yang memasuki Pulau G Reklamasi di Teluk Jakarta pada Minggu (17/4/2016), benarkah mereka Nelayan Jakarta? Sekali lagi, yang dimaksud dengan Nelayan Jakarta, tentulah para nelayan yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta. Kita tahu, DKI Jakarta adalah kota perdagangan, yang berbagai pelabuhan di Jakarta kerap disinggahi pelaut dari berbagai wilayah tanah air. Pelabuhan Muara Angke, misalnya. Pelabuhan ini tepatnya berada di Muara Angke, Kelurahan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Kawasan yang merupakan muara dari Kali Angke ini dikenal sebagai perkampungan nelayan, tempat pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, pasar ikan, termasuk pelabuhan bagi perahu maupun kapal yang hendak menuju ke Kepulauan Seribu. Nelayan dari berbagai wilayah sepanjang pantai utara Jawa, kerap singgah di Muara Angke. Kenapa? Karena, jika mereka membongkar hasil tangkapan di sini, mereka akan mendapatkan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka menjual ikan di Cirebon, misalnya. Intensifnya lalu-lintas kapal dari dan ke Muara Angke, menjadikan kawasan tersebut banyak dihuni para pelaut dari berbagai wilayah sepanjang pantai utara Jawa.
Sebagian menjadikan Muara Angke sebagai pangkalan, yang kemudian meng-klaim diri sebagai Nelayan Muara Angke, meski barangkali tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta. Dalam hal ini, mereka tentu bukanlah Nelayan Jakarta. Pada Kamis (14/04/2016), bisnis.com melansir data dari Dinas Kelautan DKI Jakarta. Pada tahun 2009, Dinas Kelautan tersebut mencatat, ada 12.000 nelayan di pantai utara Jakarta. Empat tahun kemudian, pada tahun 2013, jumlah nelayan tersebut hanya tinggal 6.937 orang. Sebagai perbandingan, jumlah nelayan di Jakarta Utara pada tahun 2012 mencapai 15.670 nelayan. Rinciannya, 8.808 nelayan memiliki KTP DKI Jakarta, 6.862 nelayan lainnya adalah nelayan pendatang yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Hal itu dikemukakan Sri Hartati, Kasie Perikanan dan Kelautan Sudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, pada Selasa (7/2/2012). Pada Maret 2012, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara memberikan raskin kepada 4.000 nelayan kecil yang mempunyai KTP DKI Jakarta. Ini hasil kerjasama dengan Perum Bulog DKI Jakarta. Bantuan raskin kepada 4.000 nelayan itu dibagikan kepada para nelayan yang berada di beberapa perkampungan nelayan: Kamal Muara, Muara Angke, Cilincing, Marunda, Muara Baru, dan Kali Baru. Hidup nelayan memang penuh dengan gelombang. Dari perkampungan nelayan di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, ada 1.728 keluarga yang digusur hari Senin (11/4/2016) lalu. Dari jumlah tersebut, 197 keluarga di antaranya adalah nelayan.
isson khairul -linkedin -dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 18 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H