Pada Kamis (7/4/2016) di Balai Kota, Basuki Tjahaja Purnama kembali mengungkapkan kecurigaannya pada adanya permainan bawahannya. Ia masih menyelidikinya. Atas kecurigaan tersebut, ia mengaku telah memerintahkan Kepala Dinas Penataan Kota DKI, Iswan Ahmadi, untuk menyelidiki masalah ini secara menyeluruh. Bagaimana proses penyelidikan tersebut dan seperti apa hasilnya, barangkali akan memperjelas posisi pemerintah DKI Jakarta terkait proyek reklamasi di Teluk Jakarta ini. Bersamaan dengan itu, KPK juga memeriksa bawahan Basuki Tjahaja Purnama. Antara lain, Heru Budi Hartono, Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta. Mantan Wali Kota Jakarta Utara tersebut diperiksa KPK pada Kamis (7/4/2016).
[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama (kanan) bersama Ariesman Widjaja (kiri). Ariesman Widjaja adalah Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan sudah ditahan KPK dalam kasus pulau reklamasi pada Kamis (31/3/2016). Agung Podomoro Land melalui anak usahanya Muara Wisesa Samudera adalah pemegang izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, seluas 161 hektar. Foto: beritajakarta.com"]
Pulau C telah mengantongi 2 jenis izin, yakni izin prinsip dan izin reklamasi. Tapi, Agung Sedayu Group yang menggarap pulau tersebut, belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Meski begitu, mereka sudah mendirikan hunian dan ruko di sana. Menurut Iswan Ahmadi, surat peringatan pertama (SP-1) sudah dilayangkan sejak 8 Juni 2015 lalu. Pada Kamis (7/4/2016) di Balai Kota, Basuki Tjahaja Purnama menegaskan, Pemprov DKI Jakarta  sudah memanggil dan sudah memberi peringatan kepada mereka, sejak tahun lalu. Tapi, pendirian bangunan terus berlangsung.
Sesuai arahan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah, Iswan Ahmadi mengeksekusi menghentikan pembangunan di Pulau C sampai dengan perizinan yang dibutuhkan diterbitkan. Hal itu dikemukakan Iswan Ahmadi dalam jumpa pers terkait serba-serbi teknis reklamasi di Balai Kota, pada Senin (4/4/2016). Artinya, sejak SP-1 dilayangkan sampai eksekusi penghentian pembangunan, ada rentang waktu sekitar 11 bulan. Hampir satu tahun. Ini tentu perlakuan yang luar biasa, yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada pengembang yang mendirikan bangunan tanpa izin di pulau reklamasi di Teluk Jakarta.
Apakah benar ada aparat suku dinas yang bermain? Apakah benar ada petugas di Bidang Pengawasan dan Bidang Penertiban Bangunan (P2B) yang patut dicurigai? Semua itu menunjukkan kepada kita bahwa telah terjadi sejumlah permainan di Pemprov DKI Jakarta. Rentang waktu sekitar 11 bulan, sesungguhnya waktu yang sangat cukup untuk mendeteksi, apakah ada pelanggaran atau tidak. Apakah peraturan ditegakkan atau tidak. Kenapa Basuki Tjahaja Purnama mengaku kecolongan? Kenapa Gubernur DKI Jakarta itu baru mengakui kecolongan, setelah 11 bulan kemudian? Â
Dan, kenapa pula Basuki Tjahaja Purnama demikian reaktif setelah KPK bertindak? KPK menetapkan status cegah ke luar negeri untuk Sugianto Kusuma pada Minggu (3/4/2016). Terhadap Sunny Tanuwidjaja, KPK juga sudah menetapkan status cegah ke luar negeri pada Rabu (6/4/2016). Penyegelan Pulau C Reklamasi setelah KPK bertindak, justru menunjukkan ketidakberesan yang sesungguhnya. Jika KPK tidak bertindak, apakah Basuki Tjahaja Purnama akan menyegel Pulau C Reklamasi? Kalau iya, kenapa dibiarkan berlarut-larut hingga 11 bulan? Barangkali, pertemuan antara Basuki Tjahaja Purnama dengan Sugianto Kusuma, yang berlangsung secara rutin sebulan sekali, adalah bagian dari sejumlah keajaiban tingkat tinggi di Pemprov DKI Jakarta.
isson khairul linkedin - dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 12 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H