[caption caption="Jakarta Giant Sea Wall Project | floodlist.com"][/caption]Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta, dibangun oleh Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group. 1.000 lebih bangunan telah berdiri di pulau tersebut, tanpa izin. Menurut Marbin Hutajulu, Kepala Suku Dinas Penataan Kota, Jakarta Utara, seluruh bangunan tersebut ilegal dan sudah disegel.
Marbin Hutajulu, sebagaimana diberitakan Koran Tempo, pada Sabtu (9/4/2016), mengatakan, pada Maret lalu, pemerintah DKI Jakarta telah melayangkan surat peringatan kepada Kapuk Naga Indah, agar menghentikan aktivitas pembangunan di pulau tersebut. Karena tak diindahkan, seluruh bangunan terpaksa disegel. Bangunan itu berupa rumah toko dan hunian elit. Kenapa Kapuk Naga Indah sampai bisa membangun 1.000 lebih bangunan tanpa izin? Apakah pemerintah DKI Jakarta tidak mengawasinya? Sebagai perbandingan, DKI Jakarta memiliki mekanisme untuk mengawasi operasi bus jemputan bagi pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengaku menempatkan banyak mata-mata untuk menjalankan fungsi pengawasan. Itu ia kemukakan di Balai Kota, pada Jumat (22/1/2016). Apakah pembangunan pulau reklamasi bebas dari pengawasan pemerintah DKI Jakarta?
[caption caption="Golf Island adalah brand untuk Pulau D Reklamasi di Teluk Jakarta. Ini adalah tiga tipe hunian yang sudah dipasarkan, lengkap dengan spesifikasi dan harga. Ini adalah proyek reklamasi Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group. Golf Island merupakan pulau pertama Water front City, dengan ciri khas Lapangan Golf 27 Hole rancangan Jack Nicklaus. Foto: golfisland-pik.com"]
Pembiaran, Minim PengawasanÂ
Membangun 1.000 lebih bangunan, tentulah tidak dikerjakan dalam semalam. Mungkin berkali malam, bahkan berbulan-bulan. Artinya, selama pembangunan berlangsung, tidak ada pihak kelurahan maupun kecamatan yang berkunjung ke sana. Atau, ada yang berkunjung, tapi tutup mata? Ini adalah realitas tersendiri yang menunjukkan, bagaimana pemerintah DKI Jakarta memberikan perlakuan terhadap para pengembang di pulau reklamasi. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta per Januari 2016, Agung Sedayu Group melalui Kapuk Naga Indah, mengantongi izin prinsip reklamasi untuk Pulau A seluas 79 hektar, Pulau B seluas 380 hektar, Pulau C seluas 279 hektar, Pulau D seluas 312 hektar, dan Pulau E seluas 284 hektar.
Dengan demikian, Agung Sedayu Group menguasai 5 dari 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta, dengan total luas 1.334 hektar. Sebagai perbandingan, di gugusan Kepulauan Seribu Jakarta, pulau yang terluas adalah Pulau Tidung Besar, luasnya hanya sekitar 50 hektar. Jadi, bisa diperkirakan, akan ada berapa ribu properti yang bisa dibangun di Pulau D seluas 312 hektar tersebut. Menurut situs golfisland-pik.com, Pulau D akan memiliki fasilitas lapangan golf dengan 27 lubang rancangan Jack Nicklaus. Kita tahu, Jack Nicklaus merupakan nama besar di dunia golf, bahkan memiliki turnamen tersendiri yang menggunakan namanya, Jack Nicklaus International Invitational (JNII).
[caption caption="Reklamasi Pulau C dan Pulau D. Harga tanah di pulau reklamasi diperkirakan sekitar Rp 22 juta-Rp 38 juta per meter persegi. Dari harga tanah tersebut, kita bisa memperkirakan, sosok seperti apa yang mampu membeli lahan di sana. Juga, kelas sosial seperti apa yang akan menikmati kawasan elit yang demikian. Mungkinkah aturan dan hukum ditegakkan DKI Jakarta di tengah kelompok masyarakat yang bergelimang uang tersebut? Foto: kompas.com"]
Maksud mencegah di sini, bukan berarti adu otot dengan pihak pengembang Kapuk Naga Indah. Tapi, mencegah dengan cara yang prosedural, sesuai mekanisme yang berlaku di DKI Jakarta. Bagaimanapun juga, pencegahan sejak awal adalah bagian dari penegakan aturan serta penegakan hukum di DKI Jakarta. Dengan pencegahan tersebut, berarti DKI Jakarta telah menjalankan fungsi edukasi terhadap dunia usaha. Itu kalau DKI Jakarta mau menegakkan hukum. Itu kalau DKI Jakarta paham hukum, bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
Disegel Setelah Aksi KPK
Aturan tentang tata ruang kawasan pulau reklamasi tersebut belum dibuat. Ini diakui Marbin Hutajulu. Nah, dengan belum adanya aturan tata ruang, mestinya pemerintah DKI Jakarta mengawasi pembangunan di pulau reklamasi dengan cermat. Tindakan penyegelan 1.000 lebih bangunan di Pulau D menunjukkan, betapa lemah pengawasan DKI Jakarta terhadap reklamasi. Apalagi penyegelan tersebut baru dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, sebagai tersangka pada Kamis (31/3/2016).
[caption caption="Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Pemegang izin reklamasi Pulau G adalah Agung Podomoro Land melalui Muara Wisesa Samudera. Kontraktor reklamasi pulau ini adalah perusahaan Belanda, Boskalis International, yang menggandeng perusahaan sejenis, yang juga asal Belanda, yakni Van Oord. Keduanya meraup nilai kontrak sebesar Rp 4,9 triliun untuk tugas merancang dan membangun pulau buatan Pluit City, dengan target penyelesaian reklamasi pada tahun 2018. Foto: kompas.com"]