Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bandung, Surabaya, dan Bali Tolak Uber dan GrabCar, Pusat Lepas Tangan

29 Maret 2016   08:54 Diperbarui: 29 Maret 2016   12:47 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, ketika menerima penghargaan Kota Cerdas Terbaik atau Best of The Best 2015, yang diberikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan disaksikan Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, di Grand Ballroom, Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, pada Kamis (13/8/2015). Menurut Risma, dirinya tidak menafikan penggunaan teknologi tapi dia melihat ada kompetisi yang tidak adil. Foto: kompas.com"]

[/caption]Jadi Bagian Kearifan Lokal
Dari sejumlah komponen persyaratan yang dikemukakan Ridwan Kamil di atas, jelas sekali bahwa keberadaan suatu usaha, haruslah memberikan benefit kepada daerah yang bersangkutan. Ini tentu bukan hanya berlaku di Bandung, juga di daerah lain di tanah air. Jangankan usaha berbasis teknologi informasi, pedagang kaki lima yang jualan oncom di emperan pun, membayar retribusi kepada Pemda setempat. Padahal, modal usaha pedagang kaki lima itu, barangkali setara hanya dengan harga ban mobil kendaraan yang digunakan sebagai transportasi berbasis aplikasi.

Tentu sangat tidak pantas, bila transportasi berbasis aplikasi tidak mendatangkan benefit yang sepadan kepada daerah setempat. Bukankah pelaku usaha teknologi informasi adalah orang-orang hebat yang menjunjung tinggi etika berbisnis? Dengan kata lain, penolakan Bandung, Surabaya, dan Bali terhadap Uber dan GrabCar, tidak bisa dengan serampangan kita simpulkan bahwa para pemangku kepentingan di daerah tersebut adalah orang-orang yang anti teknologi. Mereka tentulah paham teknologi. Karena itu, mereka menolak dikacangin oleh pelaku usaha yang membungkus bisnis mereka dengan dan atas nama internet.

Pendekatan terhadap beberapa komponen di atas, barangkali membutuhkan kajian yang menyeluruh dan mendasar, bila Uber dan GrabCar hendak beroperasi di Bandung, Surabaya, dan Bali. Karena otoritas pemberian izin sudah dilepas pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka boleh jadi ada perbedaan mekanisme antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Sekali lagi, ini tantangan sekaligus peluang. Justru dengan kondisi seperti ini, bisnis berbasis aplikasi memiliki ruang untuk menjadi bagian dari kearifan lokal daerah setempat.

Oleh: Isson Khairul
Linkedin - dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 29 Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun