[caption caption="Kapal barang dipandu tiga kapal tunda, berlabuh untuk melakukan bongkar muat di Pelabuhan Pelindo II Cabang Banten, di Ciwandan, Cilegon. Dalam konteks Sister Kadin Surabaya-Cilegon, bahan baku hasil industri Kota Cilegon bisa langsung didistribusikan dari pelabuhan ini menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Foto: antaranews.com "]
Setelah penandatanganan kesepakatan sebagai Sister Kadin tersebut, maka pelaku usaha di Cilegon dan Surabaya akan lebih leluasa menjalin kerjasama. Interaksi tentulah akan lebih intensif. Peluang baru bisa di-create secara bersama-sama. Dengan kata lain, platform Sister Kadin ini sudah sepatutnya dikelola dengan mengedepankan keuntungan bagi kedua belah pihak. Barang dan jasa, juga sumber daya manusia, bisa disinergikan. Salah satu value utama dari keberadaan Sister Kadin tersebut adalah seberapa besar manfaat yang bisa diraih warga di kedua kota yang bersangkutan.
Di sinilah pemerintah daerah sebagai pemegang kendali regulasi, berperan. Kita tahu, Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia, setelah Jakarta. Sementara, Cilegon adalah kota penghasil baja terbesar di Asia Tenggara. Tiap tahun, kota ini mampu menghasilkan sekitar 6 ton baja. Meski relasi Surabaya-Cilegon adalah Sister Kadin, bukan Sister City, bukan berarti fondasi relasi tersebut tidak bisa dikembangkan lebih jauh. Bagi Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini, ini adalah periode kepemimpinan kedua, setelah dilantik Rabu (17/2/2016) di Gedung Negara Grahadi. Bagi Wali Kota Cilegon, TB Iman Ariyadi, ini juga periode kepemimpinan kedua, setelah dilantik Rabu (17/2/2016) di Pendopo Gubernur Banten.
Artinya, Tri Risma Harini dan TB Iman Ariyadi sama-sama memperoleh dukungan yang positif dari warga kota masing-masing. Modal politik tersebut sekaligus menjadi power untuk menciptakan kebijakan yang menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan bisnis. Hingga, warga setempat benar-benar merasakan manfaat dari dinamika ekonomi yang berlangsung di sana. Misalnya, dalam hal layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Tri Risma Harini, misalnya, pada hari pelantikannya, mengajak warga Surabaya untuk berjuang bersama-sama, agar SMA/SMK tetap dikelola Pemkot Surabaya dan biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah setempat.
Di Kota Cilegon, biaya pendidikan untuk tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri, juga ditanggung oleh pemerintah setempat. Kebijakan ini sudah berlangsung sejak tahun 2008, semasa Cilegon dipimpin oleh Wali Kota Tb Aat Syafaat. Kemudian, pada tahun 2010, di masa kepemimpinan TB Iman Ariyadi, kebijakan tersebut diperluas. Pemerintah Cilegon juga menanggung biaya pendidikan warga Cilegon yang sekolah di madrasah aliyah negeri (MAN). Apa yang sudah diperbuat Tri Risma Harini di Surabaya dan TB Iman Ariyadi di Cilegon, tentulah patut kita apresiasi. Kesepakatan Sister Kadin Surabaya-Cilegon, bisa menjadi momentum untuk memberi manfaat yang lebih banyak lagi kepada warga. Juga, menjadi inspirasi bagi kota-kota lainnya di tanah air.
Oleh: Isson Khairul
(Linkedin - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 28 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H