[caption caption="Meyritha Maryanie, Kepala Corporate Communication & Social Responsibilities Palyja, dengan antusias menceritakan inovasi teknologi moving bed biofilm reactor (MBBR) yang diterapkan Palyja untuk menambah pasokan air baku. Ini merupakan inovasi teknologi air yang pertama diterapkan di Indonesia. Bahkan, yang pertama pula di Asia Tenggara. Foto: Arsip Kompasiana"][/caption]Jakarta memang luar biasa. Tiap hari, warga seputar Jakarta membuang sekitar 1.316.113 meter kubik air limbah. Sebagian besar mengalir melalui saluran air, kemudian masuk ke sungai. Akibatnya, 13 sungai besar yang melintasi wilayah Jakarta tercemar.
Karena sudah tercemar, air di 13 sungai besar tersebut tidak layak untuk dijadikan air baku. Hal itu disampaikan Budi Susilo, Direktur Customer Service PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), ketika saya bersama 30 Kompasianer berkunjung ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Palyja, di Jalan Penjernihan 1 No. 1, Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Senin (21/3/2016). Yang dimaksud dengan air baku adalah air yang menjadi bahan baku Palyja, untuk kemudian diolah menjadi air bersih yang layak untuk diminum. Kita tahu, PAM Lyonnaise Jaya adalah perusahaan penyedia air bersih untuk lebih dari 3.000.000 warga Jakarta.
Strategi Menambah Air Baku
Saat ini, Palyja dan Aetra memasok 17.000 liter air bersih per detik, untuk warga Jakarta. Palyja dan Aetra adalah dua operator penyedia air bersih di Jakarta. Palyja penyedia air untuk wilayah bagian barat Jakarta dan Aetra untuk bagian timur Jakarta. Nah, karena air di 13 sungai besar tersebut sudah tercemar, Palyja mendatangkan air baku dari Waduk Jatiluhur, di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Lokasi waduk tersebut sekitar 100 kilometer dari Jakarta. Pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur ke Jakarta saat ini mencapai 19.000 liter per detik. Dari sana, air baku dialirkan melalui Bekasi, kemudian masuk ke Kali Malang, terus mengalir menuju Cawang, Jakarta Timur.
Di Cawang, sudah disiapkan pompa ukuran besar, yang memompakan air baku tersebut melalui pipa, hingga akhirnya tiba di IPA 1 Palyja, Pejompongan. Di kawasan seluas 5 hektar inilah air baku tersebut diolah menjadi air bersih layak minum. Di sini ada puluhan bak-bak beton, yang masing-masing bak berfungsi sebagai filter/penyaring. Selain itu, ada lagi jaringan pipa yang berliku-liku dan berkelok-kelok, yang di tiap kelokan dilengkapi dengan filter/penyaring. Setidaknya, ada 48 filter. Air baku dari Waduk Jatiluhur tersebut, dialirkan melewati puluhan bak beton dan jaringan pipa. Semua itu merupakan komponen di instalasi pengolahan air (IPA) 1 Palyja, Pejompongan.
[caption caption="Puluhan bak beton di kawasan seluas 5 hektar di Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Palyja, di Jalan Penjernihan 1 No. 1, Pejompongan, Jakarta Pusat, ini digunakan untuk memroses air baku menjadi air bersih layak minum. Dari air baku yang kondisinya keruh, hingga menjadi air bersih yang layak minum, dibutuhkan proses sekitar 4 jam. Inovasi filterisasi terus dikembangkan. Saat ini, setidaknya, ada 48 filter yang digunakan untuk menghasilkan air bersih yang berkualitas. Foto: Arsip Kompasiana.com"]
Meyritha Maryanie, Kepala Corporate Communication & Social Responsibilities Palyja, bercerita, kondisi air di Kanal Banjir Barat tersebut sebenarnya tidak memenuhi standar sebagai air baku. Tapi, kondisinya lebih baik, dibandingkan dengan kondisi air 13 sungai besar yang melintasi wilayah Jakarta. Air dari Kanal Banjir Barat tidak bisa langsung dialirkan ke Pejompongan. Tapi, harus dilakukan pra-pengolahan terlebih dahulu, agar memenuhi standar air baku. Tahapan proses pra-pengolahan ini adalah salah satu inovasi Palyja untuk mengatasi kekurangan air baku. Inovasi tersebut mendapat apresiasi dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang meresmikan inovasi pra-pengolahan itu di Intake Kanal Banjir Barat, Gedung Logistik Palyja, Jalan Karet Pasar Baru Barat, Jakarta Pusat, pada Selasa (19/5/2015).
Inovasi Meteor untuk Pra-Pengolahan
PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) membangun instalasi pra-pengolahan air Kanal Banjir Barat tersebut di tepian kanal di Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, dengan kapasitas 550 liter per detik. Menurut Meyritha Maryanie, teknologi yang digunakan pada instalasi itu dikembangkan oleh Degremont Indonesia dan merupakan inovasi teknologi air yang pertama diterapkan di Indonesia. Bahkan, yang pertama pula di Asia Tenggara. Teknologi ini dinamakan moving bed biofilm reactor (MBBR). Meyritha Maryanie dengan antusias menceritakan inovasi teknologi itu saat diskusi di ruang Tirta Ananta, kepada 30 Kompasianer yang berkunjung ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Palyja, di Jalan Penjernihan 1 Nomor 1, Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Senin (21/3/2016).
[caption caption="Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (kanan) dan Presiden Direktur PT Palyja, Jacques Manem, ketika meresmikan Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat pada Selasa (19/5/2015). Gubernur DKI Jakarta memberikan apresiasi terhadap inovasi teknologi yang terus dikembangkan Palyja untuk menambah pasokan air baku serta meningkatkan kualitas dalam pengolahan air. Instalasi air baku Kanal Banjir Barat ini memasok sekitar 550 liter air baku per detik. Foto: print.kompas.com"]
Polutan adalah zat yang menjadi penyebab pencemaran lingkungan, dalam hal ini pencemaran air. Polutan kerap disebut sebagai zat pencemar. Dalam konteks ini, polutan berasal dari limbah domestik, limbah rumah tangga. Limbah ini, antara lain, berupa sisa-sisa makanan dan detergen dari bekas pencucian piring, detergen dari bekas pencucian pakaian, air sabun bekas mandi, serta air bekas pencucian kendaraan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta pada tahun 1989 menunjukkan, air buangan dari rumah tangga per orang per hari adalah 118 liter. Penelitian yang sama pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan yang drastis, Â menjadi 147 liter.
Total air limbah yang dibuang warga Jakarta tiap hari, menurut hasil penelitian tahun 2010, adalah sekitar 1.316.113 meter kubik air limbah. Air limbah rumah tangga berkontribusi 75 persen terhadap pencemaran, air limbah perkantoran dan daerah komersial berkontribusi 15 persen, dan air limbah industri berkontribusi sekitar 10 persen. Ini sinkron dengan apa yang dikemukakan Meyritha Maryanie saat diskusi di ruang Tirta Ananta, pada Senin (21/3/2016), bahwa pencemaran air di 13 sungai besar yang melintasi wilayah Jakarta, terutama karena limbah rumah tangga. Karena itulah proses meteorisasi untuk menguraikan kadar polutan dalam air dari Kanal Banjir Barat, harus dilakukan terlebih dahulu, sebelum dialirkan ke IPA 1 Palyja, Pejompongan, sebagai air baku.
[caption caption="Kiri: Nancy Elvina, Kepala Devisi Manajemen Aset dan Non Revenue Water (NRW). Katanya, dengan inovasi teknologi JD7, Palyja mampu mendeteksi penyumbatan, sambungan lateral, dan sambungan illegal. Pencurian air bisa ditekan. Kanan: Irma Gusyani, Deputi Operasional. Katanya, dari tahun 1998 hingga 2015, Palyja telah menambah jaringan pipa air hingga 1.100 kilometer serta merehabilitasi jaringan pipa air sepanjang 1.060 kilometer. Total jaringan pipa air Palyja saat ini mencapai 5.400 kilometer. Foto: Arsip Kompasiana.com"]