Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keren, Juli 2016 Universitas Pertamina Siap Terima Mahasiswa

12 Februari 2016   10:13 Diperbarui: 12 Februari 2016   10:30 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dari kanan ke kiri: Menristek Dikti Mohamad Nasir, Rektor Universitas Pertamina Prof. Akhmaloka, dan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto di ruang laboratorium, usai meresmikan Universitas Pertamina di Simprug, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/2/2016). Universitas ini memiliki 6 fakultas dengan 15 program studi strata-1, yang mulai menerima mahasiswa pada Juli 2016. Detail penerimaan mahasiswa baru, akan diumumkan kepada publik dalam waktu dekat. Foto: antarafoto.com"][/caption]Universitas Pertamina didirikan di Simprug, Jakarta Selatan. Juli 2016, 6 fakultas dan 15 program studi, siap menerima mahasiswa. Ini untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dalam pengembangan sumber energi, termasuk energi baru dan terbarukan.

Kampus baru itu diresmikan oleh Menristek dan Dikti, Muhammad Nasir, di Jakarta Selatan, pada Kamis (11/2/2016). Kampus ini didirikan serta dikelola oleh Pertamina Foundation, badan sosial yang terafiliasi dengan PT Pertamina (Persero). Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, kehadiran Universitas Pertamina tersebut, tentulah patut kita apresiasi. Sebagai perusahaan energi, Pertamina sudah beroperasi sejak didirikan pada 10 Desember 1957. Ini merupakan perusahaan milik negara, yang bergerak di bidang energi, meliputi minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan.

Program Studi Energi

Secara lokasi, Universitas Pertamina relatif mudah dijangkau dengan transportasi publik. Kampus ini berada di Pertamina Corporate University Simprug, Jakarta Selatan. Posisinya diapit dua stasiun kereta Commuter Line, yaksi Stasiun Kebayoran (dulu bernama Stasiun Kebayoran Lama) dan Stasiun Palmerah. Kampus ini juga dilalui oleh Trans Jakarta, rute Lebak Bulus – Grogol. Maka, ketika beroperasi kelak pada Juli 2016, keberadaan dua jenis transportasi publik tersebut, tentulah akan memudahkan mobilitas mahasiswa. Aspek transportasi publik adalah bagian yang patut dikedepankan. Karena, bukankah gerakan hemat energi terus digaungkan di dalam negeri, maupun di berbagai belahan dunia?

Sebagai lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan perusahaan energi, Universitas Pertamina memiliki porsi yang signifikan pada program studi energi, yakni teknik geofisika, teknik geologi, teknik perminyakan, teknik mesin, teknik elektro, teknik kimia, teknik logistik, teknik sipil, serta teknik lingkungan. Dari sejumlah program studi yang siap menerima mahasiswa pada Juli 2016 tersebut, jelas sekali bahwa Universitas Pertamina memang ingin fokus pada core energi. Ini adalah hal yang menggembirakan, mengingat di Indonesia masih minim sarjana yang berlatarbelakang teknik yang bergelar insinyur. Itu sekaligus mencerminkan minimnya program studi teknik di berbagai perguruan tinggi di tanah air.    

Tahun 2012, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) mencatat, jumlah insinyur dan lulusan diploma jurusan teknik di Indonesia, hanya 600 ribu orang. Data itu sudah meliputi seluruh generasi, hingga yang baru lulus pada tahun tersebut. Maka, sangat bisa dimengerti, bila negeri ini kerap terlambat dan tertinggal pada bidang teknologi. Selama puluhan tahun, kita terlena menguras sumber daya alam, kemudian mengekspornya dalam keadaan mentah. Negara-negara yang kuat secara teknologi, mengolah hasil alam Indonesia tersebut, lantas mengekspornya ke Indonesia sebagai produk jadi. Dengan kata lain, negeri ini selama puluhan tahun, hanya diposisikan sebagai pasar oleh negara lain. Kita menjadi konsumen atas hasil sumber daya alam kita sendiri.

Salah satu penyebabnya, karena negeri ini lemah secara teknologi. Ini berkorelasi dengan minimnya sumber daya manusia yang berbasis teknologi. Mari kita bandingkan dengan China, misalnya. Negeri Tirai Bambu itu, mampu menghasilkan 250 ribu insinyur setiap tahun. Jika dirata-rata, jumlah mahasiswa bidang teknik di Indonesia, hanya sekitar 5 persen dari total mahasiswa, mulai dari level diploma hingga strata satu. Menristek Dikti, Muhammad Nasir, menyebutkan, jumlah insinyur di Indonesia jauh tertinggal dari negara tetangga. Indonesia hanya memiliki insinyur 2.671 orang per satu juta penduduk. "Negara tetangga kita memiliki 3.337 insinyur per satu juta penduduk,” ujar Muhammad Nasir di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) di Kampus Depok, pada Selasa (10/3/2015).

[caption caption="Dari kiri ke kanan: Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Umar Fahmi, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto, dan Menristek Dikti Mohamad Nasir melihat foto kegiatan pembangunan saat peresmian Universitas Pertamina di lokasi peresmian, pada Kamis (11/2/2016). Peresmian Universitas Pertamina ini menjadi awal bagi Pertamina untuk membangun individu yang kompeten dan dapat bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Foto: antarafoto.com "]

[/caption]Peran Teknologi pada Kemajuan

Menristek Dikti, Muhammad Nasir, menyebutkan, kemajuan suatu negara sangat tergantung pada perkembangan teknologi. Sumber daya alam dan komoditas yang kita miliki, membutuhkan teknologi, agar semua itu bisa diolah hingga berdaya jual tinggi. Minimnya industri pengolahan dalam negeri, dengan sendirinya nilai tambah hasil alam dikuasai oleh negara-negara yang menguasai teknologi. Sebagai bagian dari upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia dan riset unggul di bidang energi, kehadiran Universitas Pertamina tentulah langkah strategis yang patut diapresiasi.

Teknologi, dalam hal ini teknologi bidang energi, tentulah tidak berdiri sendiri. Tantangan dan kompetisi yang kian kompleks, membutuhkan pula sinergi dengan cabang ilmu lain yang relevan. Karena itulah, Universitas Pertamina juga membuka program studi ilmu komputer, ilmu kimia, ilmu komunikasi, hubungan internasional, ekonomi, dan manajemen. Sejumlah program studi tersebut, secara proporsional, juga dikorelasikan dengan bidang energi. Dengan demikian, ada kekhasan karena ada muatan bidang energi, yang dengan sendirinya akan membedakannya, jika dibandingkan dengan program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Ini salah satu kekuatan perkuliahan di Universitas Pertamina.

Dalam konteks komitmen Universitas Pertamina pada bidang teknologi, kita bisa mencermatinya dari dua sosok yang berada di kampus ini. Pertama adalah Mohammad Nuh, yang menjadi konsultan Universitas Pertamina. Kita tahu, Mohammad Nuh adalah mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, periode 2003-2006. Ia juga menjadi Guru Besar ITS bidang ilmu digital system, sejak tahun 2004. Latar belakang pendidikannya, S1 Teknik Elektro ITS, S2 dan S3 diraihnya dari Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier, Perancis. Ia pernah menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Sosok kedua adalah Akhmaloka. Kita tahu, ia adalah mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) periode 2010-2014. Akhmaloka adalah alumni jurusan Kimia ITB. Jenjang S2 ia selesaikan di International Institute of Biotechnology, Inggris, pada 1988. Sedangkan gelar Ph.D-nya ia raih di University of Kent at Canterbury, Inggris, pada 1991. Menjelang akhir jabatannya sebagai Rektor ITB, Akhmaloka bertutur, "Saya ini peneliti. Saya akan kembali ke laboratorium dan membimbing enam mahasiswa S-3 saya untuk membuat disertasi.”

[caption caption="Dari kiri ke kanan: Mohammad Nuh dan Akhmaloka. Pertamina Foundation memperkirakan, setiap program studi sarjana akan menyerap minimal 60 mahasiswa. Artinya, dari 6 fakultas dengan 15 program studi strata-1, tiap tahun ajaran Universitas Pertamina sedikitnya menerima 900 mahasiswa baru. Universitas ini didirikan untuk ikut mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan untuk kemajuan bangsa, menghadapi persaingan di kawasan ASEAN dan global. Foto: antarafoto.com dan thejakartapost.com "]

[/caption]Kolaborasi Dua Rektor

Dari keberadaan Mohammad Nuh dan Akhmaloka di Universitas Pertamina, kita tentu pantas berharap bahwa kampus ini akan diisi oleh sosok-sosok yang memiliki komitmen tinggi sebagai intelektual. Khususnya, di bidang teknologi energi. Keduanya adalah sosok terpandang, yang masing-masing pernah sebagai rektor di perguruan tinggi teknik terkemuka, yakni ITB dan ITS. Dengan demikian, pengalaman serta intelektual mereka akan tercermin pada jajaran akademisi, yang kelak mengelola perkuliahan. Kolaborasi mantan dua rektor tersebut, agaknya akan menjadi kekuatan tersendiri dari Universitas Pertamina.

Baik dalam hal kurikulum, tenaga pengajar, maupun praktek mahasiswa. Mohammad Nuh yang dari ITS dan dari Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier, Perancis, serta Akhmaloka yang dari ITB dan International Institute of Biotechnology, Inggris, dan University of Kent at Canterbury, Inggris, tentulah cermin dari kolaborasi keilmuan yang lebih dari cukup. Ramuan serta rumusan kurikulum dari kedua sosok tersebut, dengan sendirinya akan tercermin pula pada tenaga pengajar maupun praktek mahasiswa, yang diimplementasikan dalam perkuliahan.

Mencermati latar belakang kedua sosok ini, kita bisa melihat bahwa networking mereka dengan akademisi dan praktisi secara nasional, regional, dan internasional adalah modal yang sangat memadai untuk menggulirkan Universitas Pertamina. Apalagi, Pertamina Foundation sebagai pengelola kampus yang terafiliasi dengan PT Pertamina, memberikan dukungan penuh. Secara fisik, lahan seluas 6,5 hektar sudah disiapkan untuk Universitas Pertamina. Pada tahun pertama, dana yang dialokasikan mencapai Rp 80 miliar. Untuk pengembangan Universitas Pertamina lima tahun ke depan, Pertamina Foundation mengalokasikan dana sebanyak Rp 680 miliar.

Maka, bukanlah hal yang berlebihan, ketika Umar Fahmi, Direktur Eksekutif Pertamina Foundation, mengungkapkan, ”Peresmian Universitas Pertamina ini, menjadi awal bagi Pertamina untuk membangun individu yang kompeten dan dapat bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” Itu bagian dari sambutannya, saat meresmikan kampus baru ini, pada Kamis (11/2/2016). Umar Fahmi juga menekankan, bahwa mahasiswa tidak hanya akan mendapatkan fondasi akademik yang kuat di setiap bidang studi, tetapi juga akan mendapatkan transfer of knowledge yang sangat berharga dari tenaga-tenaga pengajar yang berpengalaman pada kegiatan pengelolaan energi di Pertamina.

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Jakarta, 12 February 2016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun