Sosok kedua adalah Akhmaloka. Kita tahu, ia adalah mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) periode 2010-2014. Akhmaloka adalah alumni jurusan Kimia ITB. Jenjang S2 ia selesaikan di International Institute of Biotechnology, Inggris, pada 1988. Sedangkan gelar Ph.D-nya ia raih di University of Kent at Canterbury, Inggris, pada 1991. Menjelang akhir jabatannya sebagai Rektor ITB, Akhmaloka bertutur, "Saya ini peneliti. Saya akan kembali ke laboratorium dan membimbing enam mahasiswa S-3 saya untuk membuat disertasi.”
[caption caption="Dari kiri ke kanan: Mohammad Nuh dan Akhmaloka. Pertamina Foundation memperkirakan, setiap program studi sarjana akan menyerap minimal 60 mahasiswa. Artinya, dari 6 fakultas dengan 15 program studi strata-1, tiap tahun ajaran Universitas Pertamina sedikitnya menerima 900 mahasiswa baru. Universitas ini didirikan untuk ikut mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan untuk kemajuan bangsa, menghadapi persaingan di kawasan ASEAN dan global. Foto: antarafoto.com dan thejakartapost.com "]
Dari keberadaan Mohammad Nuh dan Akhmaloka di Universitas Pertamina, kita tentu pantas berharap bahwa kampus ini akan diisi oleh sosok-sosok yang memiliki komitmen tinggi sebagai intelektual. Khususnya, di bidang teknologi energi. Keduanya adalah sosok terpandang, yang masing-masing pernah sebagai rektor di perguruan tinggi teknik terkemuka, yakni ITB dan ITS. Dengan demikian, pengalaman serta intelektual mereka akan tercermin pada jajaran akademisi, yang kelak mengelola perkuliahan. Kolaborasi mantan dua rektor tersebut, agaknya akan menjadi kekuatan tersendiri dari Universitas Pertamina.
Baik dalam hal kurikulum, tenaga pengajar, maupun praktek mahasiswa. Mohammad Nuh yang dari ITS dan dari Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier, Perancis, serta Akhmaloka yang dari ITB dan International Institute of Biotechnology, Inggris, dan University of Kent at Canterbury, Inggris, tentulah cermin dari kolaborasi keilmuan yang lebih dari cukup. Ramuan serta rumusan kurikulum dari kedua sosok tersebut, dengan sendirinya akan tercermin pula pada tenaga pengajar maupun praktek mahasiswa, yang diimplementasikan dalam perkuliahan.
Mencermati latar belakang kedua sosok ini, kita bisa melihat bahwa networking mereka dengan akademisi dan praktisi secara nasional, regional, dan internasional adalah modal yang sangat memadai untuk menggulirkan Universitas Pertamina. Apalagi, Pertamina Foundation sebagai pengelola kampus yang terafiliasi dengan PT Pertamina, memberikan dukungan penuh. Secara fisik, lahan seluas 6,5 hektar sudah disiapkan untuk Universitas Pertamina. Pada tahun pertama, dana yang dialokasikan mencapai Rp 80 miliar. Untuk pengembangan Universitas Pertamina lima tahun ke depan, Pertamina Foundation mengalokasikan dana sebanyak Rp 680 miliar.
Maka, bukanlah hal yang berlebihan, ketika Umar Fahmi, Direktur Eksekutif Pertamina Foundation, mengungkapkan, ”Peresmian Universitas Pertamina ini, menjadi awal bagi Pertamina untuk membangun individu yang kompeten dan dapat bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” Itu bagian dari sambutannya, saat meresmikan kampus baru ini, pada Kamis (11/2/2016). Umar Fahmi juga menekankan, bahwa mahasiswa tidak hanya akan mendapatkan fondasi akademik yang kuat di setiap bidang studi, tetapi juga akan mendapatkan transfer of knowledge yang sangat berharga dari tenaga-tenaga pengajar yang berpengalaman pada kegiatan pengelolaan energi di Pertamina.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 12 February 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H