Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tumbuh Hanya 4,79 Persen, Kebijakan Presiden Joko Widodo Kedodoran

10 Februari 2016   09:11 Diperbarui: 10 Februari 2016   09:27 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini mengacu kepada daya saing negara, secara regional maupun internasional. Sekretariat Asean memang ada di Jakarta. Tapi, bila pemerintahan Joko Widodo tidak strategis menyikapinya, maka yang meraup untung lebih banyak, ya para negara tetangga. Dengan daya saing yang lemah, bargaining power negara pun akan lemah. Nah, seberapa profesional pemerintahan Joko Widodo dibandingkan dengan pemerintahan negara Asean lainnya? Korelasi antara tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi dan melorotnya daya saing, tentulah tidak cukup dihadapi hanya dengan jargon kami tidak takut MEA.   

[caption caption="Pembangunan Tol Solo-Kertosono (Soker) sepanjang 18 kilometer. Sebelum pembangunan jalan tol, kontraktor berjanji membangunkan saluran irigasi sementara. Namun, faktanya tidak pernah direalisasikan sampai sekarang. Samidi, Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Ngemplak, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mengatakan, segala upaya sudah ditempuh petani dengan menemui Pemerintah Kabupaten Boyolali, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS), hingga ke kontraktor jalan tol Soker, agar memperbaiki saluran irigasi yang rusak. Foto: solopos.com"]

[/caption]Desa Lebih Miskin

Ada jargon lain yang juga kerap digaungkan Joko Widodo, yaitu membangun dari pinggiran. Maksudnya, membangun masyarakat desa secara sosial-ekonomi. Karena sebagian besar masyarakat desa hidup dari sektor pertanian, maka sejumlah program yang relevan dengan desa dan pertanian, digulirkan. Dalam hal ini, ada dua aspek yang diharapkan: perekonomian masyarakat desa tumbuh dan produksi pangan meningkat. Akumulasi produk pangan dari ribuan desa yang menghasilkan pangan, diharapkan berkontribusi pada ketersediaan pangan secara nasional.

Jumlah total desa yang ada di Indonesia, mencapai 74.093 desa. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklasifikasikan puluhan ribu desa tersebut dengan 43 indikator, hingga desa dikelompokkan menjadi tiga: desa mandiri, desa berkembang, dan desa tertinggal. Nah, bagaimana kondisi desa tahun 2015? Berdasarkan data BPS, dalam setahun, penduduk miskin di desa bertambah lebih dari 520.000 jiwa. Dari 17,37 juta jiwa per September 2014, menjadi 17,89 juta jiwa per September 2015.

Artinya, taraf hidup warga desa, tidak membaik. Jumlah warga desa yang miskin, justru bertambah. BPS juga mencatat, selama Januari-Desember 2015, desa mengalami sembilan bulan inflasi lebih tinggi daripada yang dialami wilayah perkotaan. Populasi penduduk miskin di desa mencapai dua kali lipat daripada di kota. Realitas tersebut singkron dengan apa yang disuarakan publik selama ini, tentang terus melemahnya daya beli masyarakat. Sementara, harga barang dan jasa terus melambung, nyaris tidak terjangkau.

Wah, jargon membangun dari pinggiran yang kerap digaungkan Joko Widodo, rupanya hanya semu semata dan sia-sia. Ada satu contoh, yang menggambarkan kondisi warga petani desa. Ini terkait dengan pembangunan Tol Solo-Kertosono (Soker). Tol sepanjang 18 kilometer itu, dibangun sejak tahun 2012 sampai sekarang. Pembangunan tol tersebut telah merusak saluran irigasi pertanian. Akibatnya, seratusan hektar sawah ratusan petani di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, rusak. Yang mengenaskan, sudah 13 kali musim tanam, nasib ratusan petani tersebut tidak berketentuan.

“Karena saluran irigasinya rusak, kami kadang tanam kadang tidak,” kata Sulaiman, petani asal Desa Dibal, dalam forum yang dihadiri sejumlah instansi terkait dan Kepala Satuan Kerja Tol Soker, Aidil Fiqri, di Kantor Desa Pandean, Kecamatan Ngemplak, pada Rabu (13/1/2016) siang. Untuk ukuran petani, tersia-sia dalam 13 kali musim tanam, bukanlah perkara sederhana. Dan, itu menyangkut ratusan petani. Mereka tentu saja langsung tercampak ke dalam kelompok penduduk miskin. Mereka hidup di pinggiran, di desa, yang satu provinsi dengan tanah kelahiran Presiden Joko Widodo. Jargon membangun dari pinggiran yang kerap digaungkan Joko Widodo, barangkali sempat terngiang di telinga mereka.

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Jakarta, 10 February 2016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun