Jakob Oetama, founding father Kompas Gramedia, dan Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV. Mereka datang dari dua generasi yang jauh berbeda. Mereka tumbuh dari dua format media yang berbeda. Tapi, mereka saling menginspirasi, saling menyuarakan Indonesia demi Indonesia yang satu, yang beragam dalam segala hal. Yang tiap bagian memiliki kekhasan, yang tidak luluh karena kebersamaan, tetapi menjadi mosaik indah dan produktif yang disebut Indonesia.
Foto: isson khairulDengan keuletan, kegigihan, dan kerja keras, pasti kita bisa,” ujar Jakob Oetama, founding father Kompas Gramedia, kepada Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV. Itu diungkapkan Rosianna Silalahi kepada ratusan undangan yang menghadiri peneguhan Kompas TV menjadi TV Berita.
Suara Rosianna Silalahi jernih dan bening. Dengan intonasi yang mengesankan, suara itu menjadi magnet, menggetarkan seisi Jakarta Convention Center pada Kamis (28/1/2016) malam, saat peneguhan tersebut dicanangkan. Karena disiarkan secara live, suara tersebut juga menjangkau publik di 100 kota di Indonesia. Lebih dari semua itu, apa yang diungkapkan Jakob Oetama kepada Rosianna Silalahi tersebut, sesungguhnya adalah Suara Indonesia terkini. Suara dari generasi founding father kepada berlapis generasi berikutnya. Dari pesan Jakob Oetama itu, kita tahu, ia telah menunjukkan kepada kita, bagaimana seharusnya suatu generasi menanamkan kepercayaan penuh kepada generasi berikutnya.
Media Dimulai dari Kepercayaan
Jakob Oetama paham. Rosianna Silalahi tentu juga paham, bahwa media bisa didirikan dalam semalam, tapi untuk menumbuhkan kepercayaan publik, dibutuhkan waktu bertahun-tahun. Karena, apa artinya sebuah media, bila publik tidak percaya pada apa yang disuarakannya? Sebagai media, televisi menanggung beban yang lebih, dibandingkan dengan media cetak dan media online. Tajuk Rencana harian Kompas pada Jumat (26/6/2015), Kewajiban Etis Media Televisi, dengan gamblang menyatakan, bahwa menonton televisi dan mendengarkan radio tidak menuntut persyaratan, sesulit membaca. Prinsip komunikasi yang searah dalam televisi, cenderung jadi sepihak, sehingga tidak merangsang sikap kritis.
Karena itu, beban kesalahan yang ditanggung televisi, secara etis, lebih besar dibandingkan dengan media cetak dan media digital. Kompas TV sudah merasakan hal tersebut, tatkala menayangkan wawancara dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di program Kompas Petang, pada Selasa (17/3/2015) pukul 18.18 WIB. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai, Kompas TV telah lalai dan tidak tanggap untuk menghentikan narasumber, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama, yang menyampaikan hal-hal yang tidak pantas kepada publik. Atas dasar itu, KPI memberikan sanksi kepada Kompas TV, dalam bentuk penghentian sementara program tersebut dalam waktu tiga hari.
Setelah Kompas TV mengukuhkan diri menjadi TV Berita, potensi untuk berhadapan dengan beban kesalahan secara etis tersebut, tentulah lebih besar. Apalagi bila terkait dengan isu-isu yang sensitif dan berbagai peristiwa, yang tenggat waktunya bahkan dalam hitungan detik. Sampai di sini, kita tahu, beban kesalahan media televisi paralel dengan tantangan profesionalisme yang menyertainya. Perangkat yang canggih saja, tentulah tidak cukup. Sumber Daya Manusia yang kredibel saja pun belumlah cukup. Dengan kata lain, idealisme para pelaku di industri televisi, juga pada media yang lain, adalah pertaruhan yang tinggi untuk meraih kepercayaan publik.
Rosianna Silalahi, yang sudah memiliki jangkauan luas di ranah pertelevisian, menyadari hal tersebut. Pada Kamis (28/1/2016) malam itu, ia mencanangkan komitmennya, ”Kompas TV berusaha mengumpulkan fakta dengan konteks. Adil kepada siapa saja, bahkan kepada mereka yang berbeda pandangan. Jurnalisme televisi adalah jurnalisme gambar. Kompas TV akan selalu menjunjung tanggung jawab etik, meski harus berkejaran dengan detik.” Nada suaranya masih terjaga, dan itu sungguh simpatik. Termasuk, saat Rosianna Silalahi dengan ramah menyebut nama sejumlah profesional yang hadir malam itu, dan mengajak mereka untuk bergabung menjadi host di Kompas TV.
[caption caption="Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV. Kini, Kompas TV meneguhkan diri sebagai TV Berita. Karena tidak berafiliasi pada kepentingan partai politik tertentu, Kompas TV memiliki ruang yang luas untuk tampil sebagai televisi yang obyektif, mendidik, dan kritis. Ini keunggulan sekaligus kekuatan Kompas TV. Foto: kompas tv"]
Sebagai TV Berita, host yang kompeten dan relevan di bidangnya, tentulah menjadi suatu yang seharusnya. Rosianna Silalahi, dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Redaksi Kompas TV, telah meletakkan fondasi itu sejak awal. Kompas TV tayang perdana pada Jumat (9/9/2011). Untuk program talkshow bidang ekonomi dan politik, Rosianna Silalahi menempatkan Jusuf Kalla sebagai host waktu itu. Running hingga 3 tahun. Kita tahu, Jusuf Kalla adalah politisi senior di negeri ini. Ia mantan Wakil Presiden, di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia pun pernah menduduki posisi sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Jusuf Kalla dipercaya sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan merangkap Kepala Bulog. Ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden, ia menduduki jabatan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Rekam jejak Jusuf Kalla sebagai pebisnis, jauh lebih panjang dan menjulang dibanding kiprahnya di ranah politik. Maka, pilihan Rosianna Silalahi menjadikan Jusuf Kalla sebagai host program talkshow Jalan Keluar yang fokus pada politik dan ekonomi di awal berdirinya Kompas TV, telah menunjukkan kepada kita tentang arah yang hendak dijangkau Kompas TV.