Dari kiri ke kanan: Isson Khairul, moderator dari Komunitas KutuBuku, Seno Gumira Ajidarma, Iskandar Zulkarnain, Taufik Uieks, dan Tjiptadinata Effendi. Ketiga Kompasianer tersebut, dengan memegang buku masing-masing, setidaknya menunjukkan kepada kita bahwa mereka sudah berhasil memelihara dorongan yang kuat untuk menuliskan sesuatu serta menjaga spirit yang menyala-nyala untuk berbagi gagasan kepada publik. Foto: koleksi pribadi
Menulis di ranah maya, kini sangat leluasa. Beragam ide dan bermacam corak tulisan, bertebaran tiap saat. Antara lain, di laman Kompasiana. Apa kiatnya agar skill menulis kita bisa terus meningkat?
Itulah salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Seno Gumira Ajidarma di Booth KutuBuku, Kompasianival 2015, pada Sabtu (12/12/2015), di Piazza, Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, pukul 16.00 WIB. Salah satu saran Seno adalah perlu ditumbuhkan tradisi diskusi dalam grup-grup kecil, baik secara offline maupun via online. Dalam diskusi tersebut, tiap peserta memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi pemikiran, baik dalam hal ide, sudut pandang, maupun cara penulisan. Dengan demikian, diskusi tersebut menjelma menjadi ruang kreatif, yang memungkinkan tiap peserta meraih manfaat untuk meningkatkan skill menulis yang bersangkutan.
Diskusi Mematangkan Ide
Kenapa perlu diskusi? Karena, netizen writer adalah pemain solo, yang sejak menemukan ide hingga pemostingan tulisan, dilakukan sendiri. Bandingkan dengan reporter di media cetak dan media online, misalnya. Di sana, ada meeting redaksi untuk merumuskan ide. Kemudian, ada editor yang akan membaca tulisan yang bersangkutan, sebelum diposting. Hal yang hampir serupa juga berlaku di media televisi. Di media cetak, media online, dan media televisi, kerap terjadi sebuah tulisan atau sebuah tayangan, berasal dari laporan beberapa orang reporter. Meramu beberapa laporan menjadi sebuah tulisan atau tayangan, adalah salah satu tugas dan fungsi seorang editor.
Pada netizen writer, fungsi reporter dan editor, sekaligus berada dalam diri satu orang. Memang, aktivitas menulis adalah aktivitas individual, perseorangan. Menurut Seno Gumira Ajidarma, dengan membiasakan diri mendiskusikan ide, sudut pandang, maupun cara penulisan, seorang netizen writer lama-lama akan terlatih mengembangkan sebuah gagasan untuk dijadikan tulisan. Agar diskusi tersebut mencapai sasaran, pesertanya cukup beberapa orang saja. Supaya benar-benar fokus dan intensif.
Melalui diskusi tersebut, seorang netizen writer bisa terhindar dari jebakan halusinasi atas tulisannya sendiri. Dengan demikian, secara bertahap, penulis di ranah maya akan memiliki standar sendiri sebagai alat ukur untuk tulisannya, sebelum diposting. Kesadaran untuk membaca ulang tulisan sebelum diposting dan berbesar hati untuk mempertimbangkan sebuah tulisan sebelum diposting, adalah dua indikator upaya untuk meningkatkan skill menulis.
Bagaimanapun juga, menulis adalah proses pembelajaran. Tiap topik yang hendak ditulis, sudah sepatutnya dipelajari dengan seksama, untuk menemukan sudut pandang yang tepat dengan cara penulisan yang tepat. Seno Gumira Ajidarma menjabarkan, menulis yang bagus itu, ibarat mendaki gunung. Pertama kali mendaki, ya kita masih ikut jalur resmi, bahkan juga ditemani pemandu, supaya tidak tersesat. Kali kedua, mungkin sudah bisa tanpa pemandu. Kali kelima, kita bisa mencoba jalur lain, yang barangkali jarang dilalui pendaki lain. Kali kesepuluh, kita sudah bisa mencoba jalur yang benar-benar baru, yang belum pernah ditempuh pendaki lain.
Obsesi Motivasi Utama
Di panggung komunitas, pada Sabtu (12/12/2015) itu, Iskandar Zulkarnain memaparkan proses kreatifnya, hingga terwujud buku kumpulan 40 cerita pendek berjudul Mandeh, Aku Pulang. Demikian pula halnya Taufik Uieks, yang menjelajah sejumlah negara, kemudian menuliskan hasil penjelajahannya, hingga dihimpun ke dalam buku Mengembara ke Masjid-masjid di Pelosok Dunia. Begitu pula dengan Tjiptadinata Effendi, yang dengan tegas berkomitmen kepada dirinya untuk menulis satu tulisan tiap hari, one day one article. Intinya, mereka bertiga memiliki obsesi untuk menulis.
Menurut Seno Gumira Ajidarma, obsesi itulah yang terasa kuat pada Iskandar Zulkarnain, Taufik Uieks, dan Tjiptadinata Effendi, hingga mereka bertiga berhasil memelihara spirit dalam menulis. Artinya, ada dorongan kuat untuk menuliskan sesuatu serta ada spirit yang menyala-nyala untuk berbagi gagasan kepada publik. Dorongan dan nyala spirit tersebut, berbeda-beda kadarnya dalam diri tiap netizen writer. Senantiasa melakukan olah rasa dan olah pikir, antara lain dengan berdiskusi dan membaca, adalah bagian dari upaya untuk memperkuat dorongan serta nyala spirit tersebut.
Ini memang tantangan bagi tiap netizen writer, yang praktis tidak memiliki kewajiban untuk menulis, sebagaimana halnya seorang reporter yang bekerja di suatu media. Menetapkan kewajiban pada diri sendiri, seperti yang dilakukan Tjiptadinata Effendi, barangkali terasa sangat berat bagi yang lain. Iskandar Zulkarnain memilih mewajibkan dirinya menulis dua tulisan per minggu. Taufik Uieks pun demikian. Ini menunjukkan kepada kita bahwa tiap netizen writer memiliki keleluasaan untuk merumuskan pola yang sesuai dengan diri masing-masing.
Keleluasaan tersebut, bila ditafsirkan secara serampangan, bisa melemahkan dorongan menulis serta meredupkan hasrat berbagi gagasan melalui tulisan. Maka, sebagaimana dituturkan Seno Gumira Ajidarma, dibutuhkan cara kreatif untuk menyiasatinya. Antara lain, dengan mengembangkan tradisi diskusi dalam grup-grup kecil. Ia melihat, interaksi yang intens antar sesama Kompasianer, sebagaimana tercermin pada Kompasianival 2015, adalah faktor yang kondusif bagi netizen writer untuk meningkatkan skill menulis.
Penting Penguasaan Kata
Dalam konteks meningkatkan skill menulis, yang juga tidak kalah pentingnya adalah penguasaan kata-kata, untuk mengalirkan gagasan menjadi tulisan. Dalam hal ini, membaca adalah salah satu solusinya. Dengan membaca, kita akan bertemu serta mengenali kata-kata, yang barangkali jarang atau belum pernah kita gunakan dalam tulisan. Almarhum HB Jassin, yang terkenal dengan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, punya cara yang khas dalam mendokumentasikan kata-kata.
Pak Jassin, demikian sapaannya, selalu membawa buku tulis ke mana pun ia pergi. Tiap kali membaca koran, buku, atau apa pun jenis bacaannya, ia dengan telaten menuliskan kata-kata yang dianggapnya menarik. Kata-kata yang ia tuliskan dalam buku tulis tersebut, seakan menjadi kamus pribadi baginya. Dengan demikian, pemahamannya akan kata serta penguasaannya atas kata-kata, dari waktu ke waktu, terus bertambah. Barangkali cara Pak Jassin tersebut bisa kita adopsi. Setidaknya, agar kita tidak kehilangan kata-kata saat menulis.
Dalam esai Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara, Seno Gumira Ajidarma, mengungkapkan bahwa, ”Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan, dengan penghayatan paling total, yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.” Dengan demikian, menghayati secara sungguh-sungguh apa yang hendak kita tuliskan, bisa dikatakan sebagai suatu keharusan. Seringkali, kemacetan saat menulis, disebabkan oleh minimnya pemahaman kita terhadap topik yang hendak kita tulis.
Di bagian lain dari esai tersebut, Seno Gumira Ajidarma dengan detail menggambarkan, “Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan jujur dan total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri—satu-satunya hal yang membuat kita ada.”
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 15 Desember 2015
-------------------------------
Seno Gumira Ajidarma. Ia penulis cerpen yang hebat. Ia juga jago menulis esai. Ia sudah aktif sebagai wartawan sejak tahun 1977. Karyanya, berupa cerita pendek dan esai, tak terhitung jumlahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H