Ruang Terbuka yang lapang di Kota Tua Jakarta, memungkinkan warga leluasa mengekspresikan diri bersama keluarga. Kemudahan transportasi publik yang murah serta beroperasi hingga malam hari, menjadikan ruang terbuka ini banyak dikunjungi oleh warga yang bermukim di kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Kawasan ini rata-rata dikunjungi 775.000 orang per bulan. Foto: isson khairul Â
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Menyaksikan ribuan warga yang memenuhi ruang terbuka di Kota Tua Jakarta[1], pada Minggu (27/9/2015), kita tahu, alangkah dahaganya warga ibukota ini akan ruang terbuka[2]. Mereka lesehan di lantai semen dengan santai, mengobrol, dan tertawa-tawa sembari ber-selfie-ria serta mengunyah camilan dengan leluasa.
Secara lokasi, Kota Tua Jakarta bisa disebut sebagai ruang terbuka kota yang ideal. Ia dengan mudah dijangkau, bukan hanya oleh warga Jakarta, juga oleh warga di kawasan Jabodetabek. Tersedianya transportasi publik yang murah, dalam hal ini Commuter Line, memungkinkan warga dari berbagai kawasan penyangga tersebut, mengakses Kota Tua Jakarta. Apalagi Commuter Line beroperasi penuh hingga malam hari. Demikian pula halnya dengan TransJakarta, yang juga murah serta beroperasi penuh hingga malam hari. Dari Stasiun Jakarta Kota dan dari shelter akhir TransJakarta, hanya dengan berjalan kaki, warga sudah tiba di ruang terbuka Kota Tua Jakarta.
Terbuka, Leluasa, dan Bergaya
Area terbuka yang luas dan sudah berlantai semen, membuat warga langsung bersuka-cita, begitu tiba. Di pagi hari, ada sejumlah warga yang berlari-lari kecil dan berolahraga santai, mengitari ruang terbuka tersebut. Ada pula yang langsung lesehan secara berkelompok, menghirup udara pagi, serta bercanda sembari tertawa-tawa. Ada juga yang asyik ber-selfie-ria dengan latar belakang Museum Fatahillah, Museum Wayang, Kantor Pos, dan Museum Seni Rupa dan Keramik. Tiap warga leluasa menikmati serta mengekspresikan diri di ruang terbuka Kota Tua Jakarta tersebut.
Menjelang siang, sepeda hias dengan warna yang lucu-lucu, lengkap dengan topi pelindung kepala, bisa disewa warga di sana. Dengan sepeda ini, warga bisa mengitari kawasan yang lebih jauh, melewati ruang-ruang terbuka di antara gedung-gedung tua peninggalan Belanda[3]. Karena kawasan Kota Tua Jakarta bebas dari kendaraan bermotor, maka para pesepeda leluasa menggowes, berbelok ke kiri dan ke kanan, tanpa gangguan. Sesekali berhenti untuk ber-selfie-ria, lantas mem-posting foto teranyar itu ke para sahabat di ranah maya.
Ketika matahari sudah mulai terik, sebagian besar warga memasuki Museum Fatahillah[4], Museum Wayang, Kantor Pos, dan Museum Seni Rupa dan Keramik, yang berada di seputaran ruang terbuka itu. Sejumlah museum tersebut dijadikan warga sebagai area belajar, memahami kebesaran masa lampau sambil berwisata. Dalam konteks menjadikan ruang terbuka sebagai area pembelajaran, pada Minggu (27/9/2015) itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)[5] menggelar peringatan kebebasan informasi publik atau yang dikenal sebagai hari Hak Tahu (Right to Know), di salah satu sisi ruang terbuka Kota Tua Jakarta.
Saat sore menjelang, tatkala matahari sudah condong ke barat, ruang terbuka Kota Tua Jakarta kian padat. Berfoto dengan tokoh-tokoh kartun seperti Doraemon, juga dengan orang-orang yang sengaja berdandan bak patung, adalah momen yang tak pernah dilewatkan warga. Ada yang berdandan dengan full warna hitam, warna merah, warna kuning, bahkan ada yang menampilkan diri sebagai elang raksasa, lengkap dengan sayapnya. Berfoto dengan tokoh-tokoh istimewa tersebut membangkitkan suasana seru di kawasan Kota Tua Jakarta. Warga beraksi, menirukan aksi mereka. Sungguh, seru.
Anak-anak, Remaja, dan Keluarga