Suasana jual beli sapi di Pasar Hewan Pon, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (1/9/2015). Harga sapi siap potong di sejumlah wilayah, melonjak. Di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, misalnya, menjelang Idul Adha 1436 Hijriah ini, harga sapi naik hingga Rp 1,5 juta per ekor, dibanding beberapa pekan sebelumnya. Sapi jantan siap potong, kata Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, Agus Rahmad, mulai Rp 17,5 juta. Foto: antaranews.com Â
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Sapi kembali jadi buah bibir, menjelang Hari Raya Idul Adha 1436 Hijriah ini. Pedagang merangsek sampai ke pelosok kampung, untuk membeli sapi. Harga jual di berbagai pasar hewan pun melonjak [1]. Apa boleh buat, sapi betina produktif pun dilego, kemudian berakhir di rumah jagal.
Di tengah upaya untuk terus menambah populasi sapi, ini tentu bukan kabar positif. Karena, sapi betina produktif, diharapkan terus dipelihara, agar bisa beranak-pinak sebagai bagian dari proses menambah populasi sapi. Namun, para peternak sapi, khususnya peternak rakyat, berada dalam dilema. Di satu sisi, harga pakan sapi terus membumbung tinggi [2]. Sebagian dari mereka sudah tidak sanggup membiayai pemeliharaan sapi, di tengah beban ekonomi saat ini. Di sisi lain, harga jual sapi sedang bagus-bagusnya. Mereka butuh dana untuk membiayai anak-anak sekolah serta mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, di tengah harga barang dan jasa yang terus merangkak naik.
Undang-Undang Sapi Betina
Sapi betina, khususnya yang masih produktif, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tujuannya, agar populasi sapi di tanah air tetap terjaga, bahkan diharapkan jumlahnya terus bertambah. Secara umum, yang tergolong sapi betina produktif adalah sapi yang usianya kurang dari tiga tahun. Peternak dilarang memotong sapi tersebut. Yang melanggar, bisa dipidana kurungan 1-6 bulan atau didenda Rp 1-5 juta. Memperjualbelikan sapi betina produktif, tentu saja tidak dilarang.
Bagaimana pihak berwenang mengontrolnya? Sejumlah pedagang sapi di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah, pada Senin (7/9/2015)Â [3], bercerita bahwa mereka kerap membeli dan menjual sapi betina produktif, kemudian dipotong di sejumlah rumah pemotongan hewan (RPH)Â [4]. Selama tidak ada razia dari pihak berwenang, ya aman-aman saja. Sebaliknya, jika musim razia, sapi betina produktif akan lenyap dari pasaran, juga akan hilang dari berbagai RPH.
Kita tahu, razia atau inspeksi, hanya berlangsung sewaktu-waktu, tidak sepanjang waktu. Maka, undang-undang perlindungan sapi betina produktif tersebut, praktis tidak cukup efektif untuk menjaga populasi sapi di tanah air. Kapan saja, jika tidak ada razia, sapi betina produktif akan tergolek di tangan para jagal di RPH, kemudian masuk ke pasar sebagai daging sapi konsumsi.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, pada Minggu (6/9/2015), mencatat, rata-rata, pemotongan sapi betina produktif di Jawa Tengah, mencapai 46.000 ekor per tahun[5]. Dengan kata lain, ada sekitar 3.800 ekor sapi betina produktif yang menjadi sapi pedaging per bulan. Jika dikorelasikan dengan data yang sama di 34 provinsi di tanah air, barangkali jumlahnya cukup signifikan, dalam konteks menjaga serta menambah populasi sapi lokal secara nasional.
Populasi Sapi, Harga Daging Sapi
Terjaganya populasi sapi di tanah air, tentulah turut terjaga pula harga daging sapi di tingkat konsumen. Potensi terjadinya gejolak harga, kelangkaan daging sapi, bahkan mogoknya para pedagang daging sapi, bisa diminimalkan. Karena pentingnya populasi itulah barangkali, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tersebut diciptakan. Di lapangan, ternyata penegakan undang-undang tersebut, masih jauh dari harapan. Itu tercermin dari terus merosotnya populasi sapi di tanah air.
Sebagai catatan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tahun 2011, populasi sapi potong mencapai 16,73 juta ekor. Tahun 2012, merosot menjadi 14,17 juta ekor. Tahun 2013, angka tersebut menurun lagi menjadi 12,32 juta ekor. Dengan bertambahnya penduduk, dengan meningkatnya konsumsi daging sapi, maka kebutuhan sapi potong pun meningkat. Akibatnya, sapi betina produktif yang kerap disebut sebagai sapi indukan, turut diseret ke rumah pemotongan hewan (RPH) untuk dijadikan sapi potong.
Secara jangka pendek, hal itu memang memadai untuk memenuhi kebutuhan daging sapi. Namun, secara jangka panjang, kita bisa melihat dari data di atas, betapa terus merosotnya populasi sapi potong. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution [6], pada Kamis malam (27/8/2015), mengungkapkan, untuk kembali memenuhi angka populasi tersebut, dibutuhkan empat hingga lima tahun jangka waktu impor sapi indukan.
Sampai di sini kita tahu, betapa besar dampak pemotongan sapi betina produktif, secara serampangan. Juga, betapa pentingnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tersebut ditegakkan. Sekali lagi, dibutuhkan empat hingga lima tahun jangka waktu impor sapi indukan, untuk kembali mencapai populasi sapi potong sebagaimana tahun 2011 tersebut. Alangkah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, apalagi mengingat kondisi nilai tukar rupiah saat ini.
Sekolah Peternakan Rakyat
Untuk tingkat kabupaten, apa yang dilakukan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, barangkali bisa dijadikan inspirasi, dalam hal populasi sapi. Pada awal tahun 2014, Pemkab Bojonegoro membentuk Sekolah Peternakan Rakyat (SPR)Â [7] di Kecamatan Kedungadem, Temayang, dan Kasiman. Ini sebagai pilot project. Pendirian SPR di tiga kecamatan itu, melibatkan ahli peternakan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), yang memberikan pelatihan kepada para peternak rakyat mengenai mengenai berbagai aspek peternakan.
Wilayah tersebut dipilih, karena di tiap kecamatan di tiga kecamatan tersebut, populasi sapi betina lebih dari 1.000 ekor dan di sana ada 100 ekor sapi jantan. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Bojonegoro, Subekti [8], pada Rabu (22/1/2014) mengatakan, ahli peternakan dari IPB tersebut mendidik serta melatih peternak rakyat, mengenai cara beternak yang baik, mulai pembuatan pakan ternak, pengetahuan tentang reproduksi ternak, menjaga kesehatan sapi, termasuk pemasarannya.
Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh para peternak. Pada Rabu (19/08/2015), Satrio Dwi Putro, Manager SPR di Desa Sidorejo, Kedungadem, menjelaskan, dengan penguasaan teknologi pemeliharaan ternak, anggota SPR mampu menekan biaya operasional, hingga hasilnya jauh lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan ternak secara biasa [9]. Satrio Dwi Putro adalah pemuda dari Sarjana Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Pada Selasa (1/9/2015), Dinas Peternakan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur [10], melakukan verifikasi lapangan dalam rangka lomba petugas paramedis veteriener berprestasi tingkat nasional, di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Desa Dander, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro. Pada kesempatan itu, para peternak rakyat menampilkan berbagai produk peternakan, berupa jamu herbal untuk mengatasi kembung pada ternak, jamu penambah air susu sapi, dan jamu untuk menambah nafsu makan ternak.
Melihat kesungguhan peternak yang tergabung dalam Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) tersebut, baik dalam konteks meningkatnya populasi sapi potong serta manfaat finansial yang diperoleh rakyat, Sekretaris Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Irawan Subiyanto, mendorong agar SPR diperluas. Tidak hanya sekolah, tapi berupaya menjadikan Kabupaten Bojonegoro sebagai sentra peternakan rakyat, yang cakupannya makin luas.
Jakarta, 8 September 2015
------------------------------
Yang dilego bukan hanya sapi betina produktif. Menurut Soewarto WS, Ketua Kelompok Sapi Perah Margo Mulyo Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, sapi perah pun dipotong, tiap kali harga daging sapi naik.
Sejak tahun 1990, Indonesia sudah mengimpor sapi hidup dari Australia, dengan impor pertama 8.061 ekor sapi. Puncaknya terjadi tahun 2009, impor sapi hidup dari Australia mencapai 772.868 ekor.
--------------------------
[1] Pada Minggu (6/9/2015), penjual sapi di Pasar Hewan Petambakan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, mengatakan, peternak sapi sejak dua pekan terakhir, mulai menaikkan harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per ekor. Harga sapi ukuran besar naik jadi Rp 22 juta per ekor dari harga sebelumnya Rp 20 juta.
[2] Harga pakan yang tinggi, membuat para peternak di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tertekan. Keuntungan yang menipis menjadi salah satu kendala bagi peternak sapi perah, di saat harga susu segar dari kandang tidak naik. Pakan konsentrat jadi masalah dari tahun ke tahun. Pakan yang digunakan peternak, jadi penentu utama produksi susu. Peternak sering pakai pakan konsentrat yang campurannya jelek, karena faktor harga. Otomatis, produksi susu turun. Selengkapnya, silakan baca Peternak Keluhkan Mahalnya Harga Pakan Sapi, yang dilansir pikiran-rakyat.com, pada Rabu l 2 September 2015 l 15:47 WIB.
[3] Sejumlah pedagang di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah, mengakui sempat membeli dan menjual daging sapi betina. Hal ini dilakukan karena stok sapi jantan sulit diperoleh. Sebagian sapi betina yang dijual dan dipotong berusia produktif, kurang dari tiga tahun. Selengkapnya, silakan baca Sapi Betina Produktif Ikut Dijual di Magelang, yang dilansir print.kompas.com, pada Selasa | 8 September 2015.
[4] Peternak sapi di Pejawaran, Banjarnegara, mengaku, pemotongan sapi betina produktif, masih marak terjadi. Namun, peternak tidak punya banyak pilihan, karena saat ini peternak tertekan oleh biaya pakan yang tinggi. Selengkapnya, silakan baca Harga Sapi Kembali Naik, Antisipasi Potensi Pemotongan Sapi Betina Produktif, yang dilansir print.kompas.com, pada Senin | 7 September 2015.
[5] Data di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, menunjukkan, populasi sapi potong di provinsi itu, mencapai 1,54 juta ekor. Populasi terbanyak di Kabupaten Blora, Sragen, dan Banjarnegara. Rata-rata, pemotongan sapi betina produktif di Jawa Tengah, 46.000 ekor per tahun.
[6] Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, pemerintah akan membuka keran impor sapi indukan, demi menambah populasi sapi potong domestik, yang kini angkanya mengalami penurunan. Selengkapnya, silakan baca Tambah Populasi, Menko Darmin Instruksikan Impor Indukan Sapi, yang dilansir cnnindonesia.com, pada Jumat l 28 Agustus 2015 l 08:43 WIB.
[7] Ini adalah bagian dari upaya Kabupaten Bojonegoro untuk meningkatkan populasi sapi, dari 160.037 ekor pada 2013 menjadi 176.149 ekor pada 2014. Caranya, dengan membentuk Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kecamatan Kedungadem, Temayang, dan Kasiman. Peternak dalam SPR akan memperoleh kartu ternak, yang berfungsi untuk mendata jumlah sapi milik peternak, sehingga kalau ada sapi yang lahir atau dijual, bisa diketahui. Selengkapnya, silakan baca Pemkab Bojonegoro akan Tingkatkan Populasi Sapi, yang dilansir antarajatim.com, pada Rabu l 22 Januari 2014 l 07:43 WIB.
[8] Tim ahli peternakan dari IPB melakukan survey terlebih dahulu, sebelum menyatakan suatu wilayah layak dikembangkan menjadi Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Deklarasi SPR ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kontes ternak di Kecamatan Kanor. Melalui SPR, IPB juga mengembangkan kelembagaan dengan konsep peternakan berdaulat produksi dan populasi, pengelolaan pakan, serta pengolahan limbah menjadi biogas dan pupuk organik.
[9] Selengkapnya, silakan baca SPR Terbukti Tingkatkan Penghasilan Peternak, yang dilansir bojonegorokab.go.id, pada Rabu l 19 Agustus 2015.
[10] Tiga dewan juri yang diketuai Iwan Sofwan, bersama dengan Tri Widharetna dan Chornelly Kusuma Yohana, dengan didampingi Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur, melakukan verifikasi lapangan lomba petugas paramedis veteriener berprestasi tingkat nasional, yang dilaksanakan di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Desa Dander. Selengkapnya, silakan baca Juri Nasional Kagumi Peternakan Bojonegoro, yang dilansir dilansir bojonegorokab.go.id, Selasa l 1 September 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H