Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Reward dari Joko Widodo vs Punishment dari Presiden, untuk Serapan Anggaran

7 September 2015   14:00 Diperbarui: 7 September 2015   14:37 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rendahnya serapan anggaran, mencerminkan buruknya koordinasi di lingkup pemerintahan, di pusat dan daerah. Koordinasi yang buruk tersebut, terus memperlemah daya beli masyarakat, menambah beban orang banyak. Masyarakat bukan hanya dibebani oleh harga barang dan jasa yang terus melambung, juga oleh kondisi alam yang terus memburuk. Itu indikator bahwa program ekonomi pemerintah, masih mengambang. Foto: print.kompas.com dan kompas.com

Serapan anggaran, nampaknya jadi ukuran keberhasilan. Presiden Joko Widodo[1] sampai menginstruksikan Tjahjo Kumolo, agar menerapkan reward dan punishment terhadap daerah, dalam konteks penyerapan anggaran. ‎

Bukan hanya itu. Urusan serapan anggaran, juga menjadi agenda utama dalam rapat marathon, yang digelar Joko Widodo[2] di Istana Bogor, Jawa Barat. Rapat itu berlangsung tiga hari berturut-turut, 3-5 September 2015, lalu. Selain terkait anggaran, rapat tersebut juga fokus membahas berbagai peraturan yang dianggap menghambat iklim investasi. Saat ini, sebagaimana yang dikemukakan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu, 2 September 2015, ada sekitar 110 regulasi yang dinilai pemerintah, belum mendukung kemudahan investasi.‎

Kesadaran Benahi Diri

Kesadaran pemerintah untuk mengevaluasi regulasi terkait investasi dan serapan anggaran tersebut, pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menunjukkan kepada pasar, untuk meyakinkan investor, bahwa pemerintah sungguh-sungguh menangani berbagai ganjalan yang terkait dengan perekonomian. Ini tentu merupakan langkah yang positif dalam menyikapi kondisi ekonomi dalam negeri yang terus terpuruk.

Sikap Joko Widodo dan para menteri yang selama ini cenderung menyalahkan kondisi global, justru memperburuk keadaan. Bukan saja kondisi ekonomi dalam negeri yang menjadi lebih buruk, reaksi publik pun terus merosot. Perbandingan hasil survei triwulanan bidang ekonomi yang diadakan Litbang Kompas[3], menunjukkan indikator paling jeblok. Secara umum, 65 persen responden menilai keadaan ekonomi nasional saat ini dalam kondisi buruk.

Penilaian tersebut, tentu saja tidak bisa diabaikan. Selain keburukan ekonomi itu sudah dirasakan langsung oleh masyarakat, aksi menyalahkan kondisi global yang selama ini dilakukan Joko Widodo dan para menteri, justru membuat masyarakat makin cemas. Karena, harga barang dan jasa terus membubung dan pemutusan hubungan kerja, sudah terjadi di sejumlah tempat. Memangnya, dengan menuding kondisi global, semua itu bisa teratasi?

Yang juga makin mencemaskan masyarakat adalah buruknya koordinasi kerja antara pemerintah pusat dan daerah. Berbulan-bulan urusan Dana Desa, misalnya, hanya berputar-putar di lingkup pemerintahan, di pusat dan daerah. Masyarakat desa yang menjadi target dari program Dana Desa tersebut, nyaris belum merasakan apa-apa. Pusat menyalahkan daerah, daerah menuding pusat. Begitu terus, berbulan-bulan. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi di lingkup pemerintahan, di pusat dan daerah.

Tabel kiri menunjukkan 10 Provinsi Tertinggi dalam realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Tabel kanan menunjukkan 10 Provinsi Terendah dalam realisasi APBD. Perhitungan ini bersumber dari Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, hingga 31 Agustus 2015. Jawa Timur adalah satu-satunya Provinsi di Pulau Jawa yang masuk kategori 10 Provinsi Tertinggi. Ini catatan tersendiri untuk provinsi lain di Jawa, yang dekat dengan pusat kekuasaan. Foto: print.kompas.com

Sensitif Terhadap Daerah

Pembahasan tiga hari berturut-turut, 3-5 September 2015, tersebut, barangkali bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi berbagai ganjalan yang ada. Apalagi sebelumnya sudah didahului dengan Rapat Koordinasi Percepatan Penyerapan Anggaran, Pemekaran Daerah, Pilkada Serentak, dan Konsolidasi Kesbangpol 2015 di Sasana Bhakti Praja Kemendagri, Jakarta, pada Kamis (3/9/2015)[4]. Secara komprehensif, mestinya pemerintah pusat dan daerah sudah memiliki peta yang jelas, bagaimana mengeksekusinya di lapangan, agar serapan anggaran bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun