Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Non-Dollar, 95 Persen Bahan Baku Jamu dari Bahan Lokal

2 September 2015   22:22 Diperbarui: 2 September 2015   22:46 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, jamu merupakan produk herbal yang memiliki nilai budaya tinggi, karena tradisi minum jamu telah berusia lebih dari 1.200 tahun. Kedua, Indonesia adalah negara terbesar kedua di dunia, setelah Brazil, yang memiliki sekitar 30.000 varietas tanaman berkhasiat. Ketiga, Indonesia bahkan diklaim sebagai negara nomor satu di dunia, yang memiliki varietas terbanyak tanaman laut berkhasiat. Ketiga faktor tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup, untuk memberikan dukungan yang lebih pada industri jamu.

Dalam konteks varietas tanaman berkhasiat, ini sebenarnya tidak jauh-jauh amat dari bidang pertanian, meski saat ini pemerintah sedang fokus pada pertanian di sektor pangan pokok. Dalam konteks tanaman laut berkhasiat, juga tidak begitu berjarak dengan spirit maritim yang terus digelorakan, meski saat ini pemerintah fokus pada bidang maritim di sektor perikanan laut. Barangkali, di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar dan babak-belurnya sejumlah industri karena bergantung pada bahan baku impor, ada pihak yang sempat mencermati potensi industri jamu ini.

Kita tentu tidak sepatutnya menuduh pemerintah tidak punya perhatian pada industri jamu. Dengan adanya butir kesepakatan bahwa ASEAN akan fokus pada UKM[5], mungkin pemerintah bisa lebih mencermati potensi industri jamu. Karena, usaha kecil menengah yang bergerak di sektor jamu, cukup banyak. Serapan tenaga kerjanya juga signifikan. Butir kesepakatan dari pertemuan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-47, di Kuala Lumpur, Malaysia, itu bisa dijadikan salah satu momentum untuk menjadikan jamu sebagai salah satu produk lokal unggulan Indonesia.

Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, mengatakan, usaha kecil menengah (UKM) menjadi fokus pengembangan, karena banyak menyerap tenaga kerja. Upaya yang akan dilakukan untuk memberdayakan UKM adalah meningkatkan akses informasi pasar dan permintaan melalui Situs UKM ASEAN. ASEAN juga akan meningkatkan akses pendanaan dan mempromosikan UKM dalam rantai pasok regional ASEAN. Foto: print.kompas.com

Limbah Jamu Jadi Biomasa

Ada potensi lain sesungguhnya dari industri jamu, yang selama ini terabaikan, yakni limbah. Harap diingat, bahan baku industri jamu adalah bahan-bahan alami berkhasiat, yang tumbuh di alam. Jahe, misalnya. Menurut Journal of Pain[6], kandungan antiinflamasi dalam jahe, untuk membantu meredakan nyeri otot pasca olah raga. Selain itu, juga membantu mengurangi kekakuan maupun pembengkakan otot. Nah, setelah khasiat dari bahan alami itu diproses dengan teknologi untuk menjadi produk jamu, bagaimana dengan limbahnya?

Beberapa waktu belakangan ini, sudah ada produsen jamu yang memanfaatkan limbah jahe dan limbah herbal lainnya, sebagai sumber energi biomassa[7]. Meskipun skalanya masih untuk kebutuhan sebagian energi industri yang bersangkutan, tapi ini tentu merupakan langkah yang positif, karena selama ini limbah tersebut hanya dibuang sebagai sampah. Mengingat banyaknya produsen jamu, baik skala rumahan, industri kecil, industri menengah, dan industri besar, barangkali limbah usaha jamu tersebut bisa diteliti lebih lanjut, dalam konteks pemanfaatannya.

Yang menggembirakan, produsen jamu yang telah mengolah limbah jahe dan limbah herbal lainnya itu, bisa menekan kebutuhan mereka akan gas elpiji, hampir setengahnya. Secara ekonomi, mekanisme pemanfaatan limbah industri sendiri tersebut, bisa dikatakan sebagai sebuah gerakan industri terpadu atau industri keberlanjutan. Model industri yang demikian, umumnya digunakan oleh industri yang terkait dengan pertanian. Misalnya, petani memelihara sapi dan limbah sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik.

Limbah, memang tidak sepenuhnya bisa di-reuse, dimanfaatkan ulang, tapi karena industri jamu memanfaatkan bahan-bahan alami, bukan tidak mungkin pemanfaatan limbah alami tersebut lebih dimaksimalkan. Untuk itu, dibutuhkan kesungguhan dalam penelitian, demi menemukan potensi-potensi lain yang dikandungnya serta pemanfaatannya. Dengan kata lain, di industri jamu dan hal yang relevan dengan jamu, masih ada sejumlah potensi ekonomi lain, yang belum sepenuhnya dikembangkan.

Jakarta, 2 September 2015

---------------------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun