Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Non-Dollar, 95 Persen Bahan Baku Jamu dari Bahan Lokal

2 September 2015   22:22 Diperbarui: 2 September 2015   22:46 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Industri jamu sepenuhnya menggunakan bahan baku lokal. Tahun 2014, penjualan jamu meningkat, menjadi Rp 15 triliun. Bahan baku jamu umumnya dipasok para kelompok tani, yang sudah menjalin kerjasama dengan industri. Para Menteri Ekonomi ASEAN sudah sepakat untuk fokus pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Menjadikan produk jamu Indonesia sebagai produk unggulan regional, mungkin bisa jadi alternatif untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Karena, cukup banyak rumah tangga yang terlibat di industri jamu. Foto: thejakartapost.com dan kompas.com

Penjualan produk jamu tahun 2013, sekitar Rp 14 triliun. Tahun 2014, meningkat menjadi Rp 15 triliun. "Sekitar 95 persen bahan baku jamu itu lokal. Ini peluang luar biasa untuk meningkatkan produksi dan ekspor," ujar Charles Saerang, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu, di Jakarta, pada Selasa (1/9/2015)[1].

Kita belum tahu, apakah Charles Saerang pernah bertemu dengan Rachmat Gobel. Tapi, kita tahu, semasa menjadi Menteri Perdagangan, Gobel getol memasyarakatkan jamu. Ia bahkan dengan gencar menyosialisasikan kepada semua pegawai negeri sipil yang berada di kementerian serta lembaga yang dipimpinnya, untuk minum jamu setiap hari Jumat. Tujuan jelas, untuk mendorong konsumsi jamu sebagai produk dalam negeri. Tak hanya sampai di situ. "Nanti, di semua kantor pemerintah, akan digaungkan agar minum jamu," ujar Rachmat Gobel di kantor Kementerian Perdagangan, pada Jumat (19/12/2014)[2].

Industri Jamu, Industri Farmasi

Sebagai menteri, Rachmat Gobel memang telah diganti. Thomas Trikasih Lembong, menggantikan Gobel sebagai Menteri Perdagangan dan telah dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu (12/8/2015)[3] di Istana Negara, Jakarta. Di saat dollar sangat perkasa dan nilai tukar rupiah anjlok di kisaran Rp 14.000, tentulah angka penjualan produk jamu yang Rp 15 triliun tersebut, sangat berarti. Kenapa? Karena, uang tersebut sepenuhnya berputar di dalam negeri. Menjadi bagian yang relevan bagi ketahanan daya beli masyarakat.

Bahan baku jamu yang sekitar 95 persen tersebut, berasal dari bumi kita, ditanam oleh petani di berbagai pelosok tanah air. Artinya, pertumbuhan penjualan jamu, turut dinikmati oleh para petani sebagai penyedia bahan baku. Di samping, para pekerja dan pedagang jamu, tentunya. Implikasi sosial-ekonomi yang cukup luas tersebut, bagaimanapun juga, telah menempatkan industri produk jamu, sebagai instrumen ekonomi yang positif. Apalagi di kekinian, di saat banyak industri yang babak-belur, karena bergantung pada bahan baku impor.

Dalam konteks bahan baku, sebagaimana dikemukakan Kendrariadi Suhanda, pada Kamis (26/3/2015), perbandingannya bagai bumi dan langit[4]. Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMMC) dan Wakil Sekjen Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia tersebut mengatakan, produk bahan baku impor untuk industri farmasi di Indonesia, mencapai 90%-95%. Karena itulah, kondisi industri farmasi sangat terpengaruh oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar. Sebagian penjualan industri farmasi, pastilah dialirkan ke luar negeri dalam bentuk devisa, sebagai konsekuensi impor.

Maka, men-support industri jamu, sebagaimana yang dilakukan Rachmat Gobel semasa menjadi Menteri Perdagangan tersebut, sama dan sebangun dengan menjaga daya beli masyarakat secara luas. Tapi, industri jamu, juga industri rempah-rempah lainnya, tidak menjadi prioritas bagi pemerintahan Joko Widodo. Secara angka, penjualan produk jamu tahun 2014 yang mencapai Rp 15 triliun itu, barangkali tidak cukup seksi bagi kebijakan pemerintah. Ini memang soal pilihan dan otoritas berada pada Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Mengonsumsi jamu, juga ramuan alami, telah menjadi bagian tradisi-budaya masyarakat kita, sejak lama. Kini, jamu disajikan serta dikonsumsi lintas kalangan, dari segmen kelas pinggir jalan hingga ke tingkat hotel berbintang. Transaksi ekspor jamu masih sedikit, di kisaran 5 persen dari total nilai penjualan Rp 15 triliun pada tahun 2014. Negara tujuan ekspor jamu, terutama India, Taiwan, dan negara-negara di Afrika. Foto: kompas.com

Jamu Lintas Kementerian

Ada tiga kementerian pada masa itu yang sepakat untuk menyinergikan kekuatan men-support industri jamu: Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Kementerian Koperasi dan UKM. Apakah sinergi tersebut, sesuatu yang mengada-ada? Bila ditelusuri lebih detail, sesungguhnya ada sejumlah faktor yang mendasari sokongan terhadap industri jamu tersebut.

Pertama, jamu merupakan produk herbal yang memiliki nilai budaya tinggi, karena tradisi minum jamu telah berusia lebih dari 1.200 tahun. Kedua, Indonesia adalah negara terbesar kedua di dunia, setelah Brazil, yang memiliki sekitar 30.000 varietas tanaman berkhasiat. Ketiga, Indonesia bahkan diklaim sebagai negara nomor satu di dunia, yang memiliki varietas terbanyak tanaman laut berkhasiat. Ketiga faktor tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup, untuk memberikan dukungan yang lebih pada industri jamu.

Dalam konteks varietas tanaman berkhasiat, ini sebenarnya tidak jauh-jauh amat dari bidang pertanian, meski saat ini pemerintah sedang fokus pada pertanian di sektor pangan pokok. Dalam konteks tanaman laut berkhasiat, juga tidak begitu berjarak dengan spirit maritim yang terus digelorakan, meski saat ini pemerintah fokus pada bidang maritim di sektor perikanan laut. Barangkali, di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar dan babak-belurnya sejumlah industri karena bergantung pada bahan baku impor, ada pihak yang sempat mencermati potensi industri jamu ini.

Kita tentu tidak sepatutnya menuduh pemerintah tidak punya perhatian pada industri jamu. Dengan adanya butir kesepakatan bahwa ASEAN akan fokus pada UKM[5], mungkin pemerintah bisa lebih mencermati potensi industri jamu. Karena, usaha kecil menengah yang bergerak di sektor jamu, cukup banyak. Serapan tenaga kerjanya juga signifikan. Butir kesepakatan dari pertemuan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-47, di Kuala Lumpur, Malaysia, itu bisa dijadikan salah satu momentum untuk menjadikan jamu sebagai salah satu produk lokal unggulan Indonesia.

Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, mengatakan, usaha kecil menengah (UKM) menjadi fokus pengembangan, karena banyak menyerap tenaga kerja. Upaya yang akan dilakukan untuk memberdayakan UKM adalah meningkatkan akses informasi pasar dan permintaan melalui Situs UKM ASEAN. ASEAN juga akan meningkatkan akses pendanaan dan mempromosikan UKM dalam rantai pasok regional ASEAN. Foto: print.kompas.com

Limbah Jamu Jadi Biomasa

Ada potensi lain sesungguhnya dari industri jamu, yang selama ini terabaikan, yakni limbah. Harap diingat, bahan baku industri jamu adalah bahan-bahan alami berkhasiat, yang tumbuh di alam. Jahe, misalnya. Menurut Journal of Pain[6], kandungan antiinflamasi dalam jahe, untuk membantu meredakan nyeri otot pasca olah raga. Selain itu, juga membantu mengurangi kekakuan maupun pembengkakan otot. Nah, setelah khasiat dari bahan alami itu diproses dengan teknologi untuk menjadi produk jamu, bagaimana dengan limbahnya?

Beberapa waktu belakangan ini, sudah ada produsen jamu yang memanfaatkan limbah jahe dan limbah herbal lainnya, sebagai sumber energi biomassa[7]. Meskipun skalanya masih untuk kebutuhan sebagian energi industri yang bersangkutan, tapi ini tentu merupakan langkah yang positif, karena selama ini limbah tersebut hanya dibuang sebagai sampah. Mengingat banyaknya produsen jamu, baik skala rumahan, industri kecil, industri menengah, dan industri besar, barangkali limbah usaha jamu tersebut bisa diteliti lebih lanjut, dalam konteks pemanfaatannya.

Yang menggembirakan, produsen jamu yang telah mengolah limbah jahe dan limbah herbal lainnya itu, bisa menekan kebutuhan mereka akan gas elpiji, hampir setengahnya. Secara ekonomi, mekanisme pemanfaatan limbah industri sendiri tersebut, bisa dikatakan sebagai sebuah gerakan industri terpadu atau industri keberlanjutan. Model industri yang demikian, umumnya digunakan oleh industri yang terkait dengan pertanian. Misalnya, petani memelihara sapi dan limbah sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik.

Limbah, memang tidak sepenuhnya bisa di-reuse, dimanfaatkan ulang, tapi karena industri jamu memanfaatkan bahan-bahan alami, bukan tidak mungkin pemanfaatan limbah alami tersebut lebih dimaksimalkan. Untuk itu, dibutuhkan kesungguhan dalam penelitian, demi menemukan potensi-potensi lain yang dikandungnya serta pemanfaatannya. Dengan kata lain, di industri jamu dan hal yang relevan dengan jamu, masih ada sejumlah potensi ekonomi lain, yang belum sepenuhnya dikembangkan.

Jakarta, 2 September 2015

---------------------------

Para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk fokus pada UKM di negara masing-masing, kemudian mengintegrasikannya sebagai kekuatan ekonomi kawasan. Ini peluang bagi UKM di Indonesia.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/menteri-ekonomi-asean-fokus-ke-ukm-sidoarjo-miliki-171-264-unit-usaha-mikro_55dc0a14f77e61960cf05eb4

Lemahnya daya beli masyarakat, sudah berimbas pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) UMKM pada Maret 2015, sudah 4,3 persen.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/zona-waspada-kredit-bermasalah-umkm-pada-maret-4-3-persen-pada-april-4-4-persen_55a6d070b49373c61d8fa7f0

--------------------------

[1] Industri dalam negeri yang dominan berbahan baku lokal, harus memanfaatkan penguatan mata uang dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, sebagai momentum meningkatkan pendapatan dari ekspor. Pelaku usaha menunggu peran pemerintah, agar momentum mendongkrak ekspor itu dapat dimanfaatkan secara maksimal. Selengkapnya, silakan baca Industri Berbahan Baku Lokal Harus Tangkap Momentum, yang dilansir print.kompas.com, pada Rabu | 2 September 2015.

[2] Rachmat Gobel menjelaskan, jamu adalah produk unggulan Indonesia, yang harus dipromosikan luar dan dalam negeri. Semua bahan baku jamu, ada di dalam negeri, seperti jahe. Jamu itu makanan herbal, yang punya nilai budaya besar. Ini yang harus dipromosikan. Selengkapnya, silakan baca PNS Kemendag Harus Minum Jamu Tiap Jumat, yang dilansir kompas.com, pada Jumat l 19 Desember 2014 | 15:55 WIB.

[3] Rachmat Gobel berencana kembali menjabat sebagai salah satu petinggi Panasonic Gobel. Meski sedih, Rachmat tetap berlapang dada melepaskan jabatannya sebagai menteri perdagangan. Selengkapnya, silakan baca Rachmat Gobel: Sekarang "Blusukan" Gue Elektronik, yang dilansir kompas.com, pada Kamis l 13 Agustus 2015 | 10:39 WIB.

[4] Kendrariadi Suhanda, Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMMC) dan Wakil Sekjen Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia, mengatakan, produk bahan baku impor untuk industri farmasi di Indonesia, mencapai 90%-95%. Tak heran, jika kondisi industri farmasi, sangat terpengaruh oleh nilai tukar rupiah. Selengkapnya, silakan baca Industri farmasi sangat tergantung bahan baku impor, yang dilansir kontan.co.id, pada Kamis l 26 Maret 2015 | 23:29 WIB.

[5] Pemberdayaan usaha kecil menengah dan integrasi ekonomi, menjadi fokus peningkatan ekonomi negara-negara di ASEAN. Hal itu sejalan dengan poin-poin kesepakatan bersama, dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dua poin penting yang terkait adalah menciptakan pasar tunggal ASEAN dan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi komoditas ekspor melalui investasi negara-negara produsen berskala internasional. Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, di sela-sela Pertemuan Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia, mengatakan, usaha kecil menengah (UKM) menjadi fokus pengembangan, karena banyak menyerap tenaga kerja. Selengkapnya, silakan baca UKM Jadi Fokus ASEAN, Akses Dana dan Promosi Ditingkatkan, yang dilansir print.kompas.com, pada Senin | 24 Agustus 2015.

[6] Bila seusai berolah raga timbul rasa nyeri, ketimbang mengonsumsi obat pereda nyeri, lebih baik ambil jahe dari dapur. Selengkapnya, silakan baca Santapan Penunjang Olah Raga, yang dilansir kompas.com, pada Sabtu l 2 Mei 2015 | 13:08 WIB.

[7] Menurut Direktur Utama Sido Muncul, Irwan Hidayat, perusahaannya tengah melakukan investasi di laboratorium dan investasi untuk bahan bakar biomassa, yang diperoleh dari limbah tanaman herbal, seperti jahe. Sebelum menggunakan biomassa, biaya energi gas yang harus dikeluarkan perusahaan yakni Rp 1,5 miliar. ”Tahun lalu, setelah kami memanfaatkan limbah atau ampas jahe untuk biomassa sampai 30 ton, kami bisa menghemat, biaya pembelian gas cuma Rp 900 juta. Target saya ke depan, bisa ditekan lagi, sampai Rp 300 juta,” Irwan Hidayat. Selengkapnya, silakan baca Perkuat Pasar Global, Sido Muncul Investasi Produk Baru, yang dilansir bisnis.com, pada Senin l 31 Agustus 2015 l 01:57 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun