Kini, sudah satu setengah tahun BPJS Kesehatan melayani masyarakat. Data terbaru menunjukkan, peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 142 juta orang. Proyeksi tahun 2015, jumlah peserta akan meningkat menjadi 168 juta orang, dengan 30 juta orang merupakan pekerja penerima upah (PPU). Jumlah masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan, dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, adalah fakta yang menggembirakan. Di sisi lain, ada fakta yang kurang menggembirakan, yakni kesadaran masyarakat untuk tertib membayar kewajiban iuran bulanan.
Di Kabupaten Indramayu[3], Jawa Barat, misalnya, sebanyak 22.199 peserta BPJS Kesehatan, menunggak iuran. Per Juli 2015, BPJS Kesehatan setempat sudah tekor hingga Rp 5,6 miliar. Di Kota Cirebon, masih di Jawa Barat, ada tunggakan iuran sekitar Rp 1,3 miliar, meliputi sekira 5.000 orang peserta. Di Sumatera Selatan[4], kondisinya hampir serupa. Jumlah tunggakan BPJS Kesehatan di wilayah ini membengkak hingga Rp 35 miliar, per Agustus 2015. Tunggakan terbesar terjadi di Kantor Cabang Palembang, yang mencapai Rp 22 miliar. Semua itu meliputi belasan ribu peserta BPJS Kesehatan, dengan tunggakan mulai dari satu sampai enam bulan.
Fakta lapangan di beberapa wilayah di atas, setidaknya mencerminkan realitas tunggakan yang juga terjadi di sejumlah wilayah lain di tanah air. Ini memang memerlukan edukasi tersendiri. Ternyata, kemudahan serta keleluasaan yang sudah diberikan BPJS Kesehatan, tidak direspon masyarakat dengan positif, dalam hal kewajiban membayar iuran. Masyarakat yang menunggak tersebut, tentu saja akan mengganggu kinerja penyelenggara BPJS Kesehatan secara keseluruhan. Mereka telah menghambat aktivitas BPJS Kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat. Yang tidak disadari oleh para penunggak tersebut, mereka sesungguhnya telah merugikan diri sendiri, juga merugikan orang lain yang butuh BPJS Kesehatan.
Keterlambatan pembayaran[5] iuran untuk pekerja penerima upah, dikenakan denda administratif sebesar 2 persen per bulan dari total iuran yang tertunggak, paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja. Sementara, keterlambatan pembayaran iuran bagi peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja, dikenakan denda 2 persen per bulan, dari total iuran yang tertunggak, paling banyak untuk waktu enam bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Perlu Evaluasi Komprehensif
Jika mengingat tahun 2014, klaim yang harus dibayar BPJS Kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional, lebih besar dibandingkan dengan iuran yang diperoleh, kemudian dikorelasikan dengan jumlah tunggakan para peserta, akan seperti apa sosok BPJS Kesehatan di akhir 2015? Ini tentu pertanyaan untuk menyambut 4 bulan lagi berakhirnya masa transisi. Mengacu kepada realitas di atas, diperkirakan, secara finansial, BPJS Kesehatan masih keteteran. Di sisi lain, masih cukup banyak masyarakat yang membutuhkan layanan serta peningkatan kualitas layanan BPJS Kesehatan.
Untuk itu, perlu ada evaluasi komprehensif, antara lembaga Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan. Memang, ada sebagian masyarakat yang menganggap iuran yang ditetapkan saat ini, tidak memadai untuk meningkatkan pelayanan. Tapi, sebagaimana kita tahu, iuran adalah komponen yang sensitif untuk diutak-atik, apalagi dengan lemahnya daya beli masyarakat saat ini. Reaksi publik tentulah akan sulit dikendalikan, yang pada gilirannya akan menganggu mekanisme pelayanan yang sudah dirintis hampir dua tahun ini.
Penyelenggara BPJS Kesehatan hendaknya memetakan skala prioritas untuk dieksekusi. Pelayanan kesehatan sudah sepatutnya ditempatkan sebagai hal utama. Karena, itulah yang menjadi tugas pokok keberadaan badan ini. Meski demikian, tunggakan demi tunggakan, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, yang ujung-ujungnya justru menambah beban masyarakat. Pihak berwenang sudah seharusnya mencari solusi, dengan memilah peserta mana yang benar-benar tidak memiliki kemampuan membayar iuran dan peserta mana yang dengan sengaja melalaikan kewajibannya.
Demikian pula halnya dengan fasilitas kesehatan, yang selama ini telah mendukung terlaksananya program BPJS Kesehatan. Melakukan survey kepada peserta secara reguler, terkait layanan kesehatan yang mereka terima, adalah hal penting untuk dilakukan. Dengan demikian, penyelenggara memiliki masukan yang memadai untuk membenahi layanan di berbagai fasilitas kesehatan tersebut. Bahkan, pada waktunya nanti, penyelenggara bisa memberikan award kepada fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayan terbaik. Ini setidaknya bisa menjadi acuan bagi yang lain, demi peningkatan pelayanan untuk jangka panjang dan berkelanjutan.
Jakarta, 30 Agustus 2015