Jakarta, 17 Agustus 2015
----------------------------
Pahlawan, juga keluarga pahlawan yang ditinggalkan, sesungguhnya adalah inspirasi bagi kita untuk memahami makna pengorbanan.
Tradisi kita, kebudayaan kita, telah membawa kita ke dalam pergaulan dunia. Kebudayaan adalah bahasa yang universal, yang dengan luwes menyentuh nurani lintas benua.
--------------------------
[1] Berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional atau Sakernas 2009, mayoritas lulusan perguruan tinggi (74 persen) dan lulusan SMA (64 persen), menjadi pegawai, karyawan, atau buruh. Hasil ini menunjukkan lulusan terdidik—terutama lulusan perguruan tinggi—rela menganggur hanya untuk menunggu kesempatan menjadi pegawai atau karyawan apa pun, tidak mau mencoba terjun ke dunia usaha. Selengkapnya, silakan baca Lulusan PT Hanya Jadi Pencari Kerja, yang dilansir kompas.com, pada Kamis l 21 Januari 2010 | 07:08 WIB.
[2] Dalam paparan yang dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, pada 10 Juli 2015, terdapat beberapa nilai yang ditekankan, yakni nilai moral dan spiritual, kebangsaan dan kebinekaan, interaksi positif sesama siswa, interaksi positif antara guru dan orangtua, penumbuhan potensi unik dan utuh setiap anak, pemeliharaan lingkungan sekolah, serta pelibatan orangtua dan masyarakat. Selengkapnya, silakan baca Permendikbud Fokus Menghidupkan Kegiatan Nonkurikuler, yang dilansir print.kompas.com, pada Selasa Siang | 21 Juli 2015 l 15:38 WIB.
[3] Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menemukan dua dari 18 perguruan tinggi, yang dinilai bersalah berdasarkan bukti-bukti, terkait ijazah palsu. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan, kementeriannya akan membentuk tim untuk memeriksa keaslian ijazah seluruh pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Menurut dia, pejabat dan PNS yang terbukti menggunakan ijazah palsu, akan dikenai sanksi tegas. PNS harus menjaga kehormatan dirinya sendiri dan kehormatan Kemendagri sebagai suatu lembaga. Tjahjo Kumolo mengatakan hal itu di Jakarta, pada Senin (8/6/2015).
[4] Menurut Djulijati Prambudi, pengajar seni rupa Universitas Negeri Surabaya, ketika Soekarno diasingkan ke Ende, Nusa Tenggara Timur, pada 1934-1938, Soekarno sangat produktif melukis. Para misionaris banyak yang memberikan hadiah peralatan melukis kepada Soekarno. Karya lukisnya banyak, sebagian dihadiahkan kepada dokter yang mengobati sakit malarianya, juga kepada teman-temannya. Sayangnya, banyak lukisan Soekarno yang hilang entah ke mana. Sebagian jatuh dan hilang saat Soekarno naik kapal dari Ende ke Surabaya. Selengkapnya, silakan baca Sandiwara dan Lukisan "Mooi Indie" Karya Soekarno, yang dilansir print.kompas.com, pada Rabu | 13 Mei 2015.