Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, (kiri) dan Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin. Pertumbuhan sektor perikanan, naik dari 7,46 persen pada triwulan I-2014 menjadi 8,64 pada triwulan I-2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan insentif pajak untuk pendirian pabrik pengolahan ikan. Investasi asing terkait pengolahan ikan dibuka lebar, dengan kepemilikan saham lebih dari 50 persen. Foto: print.kompas.com Â
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Ada angin segar untuk industri pengolahan ikan. Pemerintah akan memberikan insentif pajak. Selain itu, investor asing yang hendak masuk ke industri pengolahan ikan, bisa memiliki saham lebih dari 50 persen di perusahaan yang didirikan. Pintu untuk investor pengolahan, terbuka lebar.
Hal itu dikemukakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti[1], di Jakarta, pada Selasa (11/8/2015). Langkah tersebut tentulah patut diapresiasi. Ini bisa menjadi bagian dari upaya untuk menciptakan nilai tambah pada hasil laut kita, mengingat selama ini sebagian besar ikan dari tanah air diekspor dalam kondisi mentah. Provinsi Bali[2], misalnya, mengekspor ikan tuna dalam bentuk segar dan beku, senilai USD 25,55 juta dalam empat bulan, periode Januari-April 2015. Jika saja ikan sebanyak itu diolah di tanah air, kemudian diekspor dalam wujud produk ikan, tentulah nilainya akan berkali-kali lipat. Presiden Joko Widodo, dalam konteks industri pengolahan bahan mentah, mengemukakan, hilirisasi akan dapat meningkatkan nilai sebuah komoditi, menjadi 70 kali lipat[3].
Didorong ke Indonesia Bagian Timur
Nilai tambah dari industri pengolahan ikan, tentu bukan hanya dalam hal produk ikan, tapi juga turut bertambahnya lapangan kerja bagi warga di tanah air. Sebagai gambaran, pabrik pengolahan ikan dengan kapasitas produksi hingga 100 ton per hari, misalnya, setidaknya akan mampu menyerap 1.000 lebih tenaga kerja. Di tengah meningkatnya jumlah pengangguran serta melemahnya daya beli masyarakat, yang ditandai dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, tentulah keberadaan industri pengolahan ikan akan menjadi salah satu solusi untuk kondisi tersebut.
Data di Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan, dari total 60.163 unit pengolahan ikan (UPI), sebaran UPI di wilayah Maluku dan Papua hanya 6.198 unit atau hanya 10,3 persen. Setelah disusuri lebih detail, sebagian di antara UPI tersebut, hanya menjadi gudang penyimpanan, tidak sepenuhnya berfungsi sebagai unit pengolahan ikan. Padahal, Papua dan Maluku selama ini dikenal sebagai lumbung ikan nasional. Bahkan, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo (pada 12/8/2015 digantikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli), Maluku sebagai lumbung ikan nasional (LIN), akan dikukuhkan legalitasnya dalam bentuk Peraturan Presiden.
Mengacu kepada kondisi tersebut, Susi Pudjiastuti mendorong investasi pabrik pengolahan ikan dengan kepemilikan asing di atas 50 persen, ke wilayah perairan Indonesia bagian timur. Misalnya, ke perairan Arafura di Maluku dan ke perairan di kawasan Sulawesi. Dorongan tersebut tentulah akan meminimalkan problem logistik perikanan, yang kerap menjadi kendala bagi investor. Dengan kata lain, langkah Susi Pudjiastuti ini bisa menjadi salah satu solusi untuk mendekatkan ikan sebagai bahan baku dengan pabrik pengolahan ikan. Dalam konteks pendirian pabrik, sudah dapat dipastikan akan terkait dengan pemerintah daerah setempat.
Untuk itu, langkah Susi Pudjiastuti ini jelas membutuhkan dukungan dari sejumlah pihak terkait, khususnya kalangan birokrasi. Presiden Joko Widodo[4], pada Sabtu (8/8/2015) di Balai Kartini, Jakarta Selatan, sudah mewanti-wanti Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) periode 2015-2020, bahwa urusan izin membangun rumah, membangun kantor, hingga membangun kawasan, birokrasi kita masih kerap mempersulit. Ini harus diselesaikan. Tak hanya prosedurnya saja, tetapi juga mental aparaturnya, agar tak menghambat usaha pembangunan di suatu wilayah.
Untuk Mempercepat Investor Masuk