Di tengah perlambatan ekonomi, di tengah menurunnya daya beli masyarakat, komoditas yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, hendaknya mendapat perhatian yang serius dari birokrasi pemerintah. Perum Bulog, yang daya jangkaunya serta perannya terus ditingkatkan, hendaknya memiliki sensitivitas serta kapasitas terhadap hal tersebut. Sebagai catatan, jumlah rumah tangga yang melakukan aktivitas usaha ternak di Indonesia, tercatat sekitar 900.000 peternak. Belum lagi usaha ternak skala kecil, menengah, dan besar.
Dalam konteks 483.185 ton jagung impor yang masih tertahan di pelabuhan tersebut, sudah sepatutnya Perum Bulog mengambil langkah inisiatif, untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat yang melakoni usaha peternakan. Setidaknya, untuk menjaga agar efek domino kenaikan pakan ternak bisa diminimalisasi, yang sekaligus akan meminimalkan kerugian rakyat. Sebagai gambaran efek domino tersebut, Ade M. Zulkarnain[5], Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), pada Selasa (10/3/2015), di Sukabumi, Jawa Barat, mengatakan, ribuan peternak ayam kampung di sejumlah daerah di Jawa Barat, bangkrut akibat terus naiknya harga pakan.
Kondisi itu jauh sebelum penghentian impor jagung. Keberadaan jagung sebagai bahan baku dalam produksi pakan ternak, mencapai 50-55 persen. Karena, kalori yang terdapat pada jagung cukup tinggi dan dibutuhkan ternak. Terus, mengapa Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menghentikan impor jagung? Karena, produksi jagung nasional naik dan pemerintah ingin mendorong industri pakan ternak menyerap jagung nasional, sebagai wujud keberpihakan pemerintah kepada para petani jagung.
Bahkan, Andi Amran Sulaiman[6], saat kunjungan kerja ke Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat (31/7/2015), mendorong Perum Bulog segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah, untuk menyerap dan membeli jagung petani dengan harga di atas Rp 2.100 per kilogram. Dari sisi petani, penghentian impor dan kepastian penyerapan jagung oleh Perum Bulog, apalagi dengan harga yang relatif bagus, tentulah turut meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan kata lain, langkah tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang terus melemah.
Perum Bulog Belum Siap
Kalangan usaha pakan ternak, menyambut baik langkah Andi Amran Sulaiman, yang mendorong Perum Bulog untuk menyerap jagung dari petani. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J. Supit[7], malah dengan sengaja mengusulkan kepada pemerintah, agar Perum Bulog ditugasi membeli jagung petani hingga 1 juta ton. Dengan demikian, jika pabrik pakan kekurangan jagung, bisa langsung beli ke Bulog. Artinya, industri pakan ternak mendapat kepastian akan tersedianya bahan baku jagung.
Namun, sayang seribu kali sayang, menurut Anton J. Supit, usulan tersebut belum bisa direalisasikan, karena infrastruktur Perum Bulog belum siap. Oalah, bagaimana ini? Petani jagung sudah meningkatkan produksi jagung nasional. Impor jagung sudah dihentikan. Industri pakan ternak sudah siap menyerap jagung nasional. Lha, kok Perum Bulog belum siap menyerap jagung petani? Bukankah Perum Bulog sudah memiliki mata rantai di berbagai wilayah di Tanah Air? Apakah menunggu kondisi kritis, setelah pengusaha besar menyerap jagung petani secara besar-besaran, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap beras?
Sebaliknya, aneh bin ajaib, Perum Bulog siap melakukan impor jagung, jika pemerintah memberikan izin eksklusif untuk mengimpor jagung dan menunjuk Perum Bulog menjadi importir tunggal jagung. Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu[8], pada Selasa (4/8/2015), mengatakan, jika nantinya pemerintah memberikan penugasan, maka Perum Bulog siap, termasuk dengan segala sarana pendukung, seperti gudang. Artinya, Perum Bulog menunggu izin impor jagung dari pemerintah? Izin eksklusif pula? Importir tunggal jagung pula?
Di tengah perlambatan ekonomi, di tengah terus menurunnya daya beli masyarakat, yang hendaknya diberdayakan adalah produksi dalam negeri. Bukan mengimpor. Petani jagung sudah meningkatkan produksi jagung nasional. Impor jagung sudah dihentikan. Industri pakan ternak sudah siap menyerap jagung nasional. Ayolah Perum Bulog, segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah, untuk menyerap dan membeli jagung petani dengan harga di atas Rp 2.100 per kilogram.
Jakarta, 8 Agustus 2015