Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

90 Persen Lulusan SUPM Waiheru Sudah Direkrut Industri Perikanan sebelum Diwisuda

5 Agustus 2015   09:41 Diperbarui: 5 Agustus 2015   13:00 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para peserta didik SUPM Waiheru antusias menyerap ilmu di ruang pertemuan, sebagaimana antusias mereka mengembangkan ikan budi daya melalui 32 petak keramba jaring apung yang tersebar di sekitar Teluk Ambon, tak jauh dari sekolah. Kesungguhan mereka belajar dan berlatih, menjadikan mereka sumber daya manusia yang andal di bidang kelautan dan perikanan. Foto: print.kompas.com dan supmwaiheru-kkp.sch.id

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Inilah sekolah, yang lulusannya langsung dapat kerja. Sebelum diwisuda, pekerjaan sudah tersedia. Inilah sekolah yang tiap jurusannya saling terintegrasi. Masing-masing jurusan memiliki keahlian, kemudian mereka bersatu menciptakan produk olahan ikan. Sungguh mengagumkan!

Sekolah itu Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Waiheru. Ini adalah bagian dari warisan penting presiden ke-4 kita, Abdurrahman Wahid, yang membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan[1]. Lokasinya berada di Jl. Laksdya Leo Wattimena, KM-16, Desa Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Desa Waiheru itu sekitar 30 kilometer dari Kota Ambon dan sekitar 15 kilometer dari Bandara Internasional Pattimura. Artinya, meskipun berada di desa, sebenarnya secara jarak tidak begitu jauh dari pusat kota. Sekali waktu, datanglah ke sana. Lihatlah, betapa anak-anak bangsa kita, dengan tekun dan sungguh-sungguh, belajar menekuni berbagai aspek tentang dunia perikanan.

Bersinergi, Tanpa Henti Berkreasi

Di tengah gelora spirit maritim, SUPM Waiheru seakan menunjukkan kepada kita, beginilah seharusnya sebuah lembaga pendidikan maritim. Secara lokasi, sekolah ini berada di Ambon, salah satu kawasan yang terbilang lumbung ikan nasional, yang dikukuhkan dalam Peraturan Presiden, sebagaimana diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo[2]. Luas areal sekolah ini sekitar 3 hektar, yang berbatasan langsung dengan Teluk Ambon. Di areal seluas itu, ada pendidikan tingkat menengah perikanan dan ada pula pendidikan tingkat tinggi perikanan. Fokus studi di kedua jenjang tersebut adalah perikanan dan kelautan.

Ada 4 program keahlian yang dikembangkan di SUPM Waiheru: Program Keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL), Teknika Perikanan Laut (TPL), Teknologi Budidaya Perikanan (TBP), dan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Keempat program keahlian tersebut, saling terintegrasi dan bersinergi untuk menghasilkan sumber daya manusia perikanan yang andal. Siswa Nautika Perikanan Laut, berlatih serta mengembangkan keahlian untuk menangkap ikan di lautan. Ada dua kapal latih untuk menangkap ikan milik SUPM Waiheru: Kapal Motor (KM) Alalunga 30 GT dan KM Putulai 38 GT.

Siswa Teknika Perikanan Laut berlatih mengemudikan kapal dalam berbagai kondisi cuaca dan melabuhkan kapal di beragam pelabuhan. Juga, berlatih tentang navigasi, tentunya. Sementara, siswa Teknologi Budidaya Perikanan, berlatih untuk mengembangkan ikan budidaya melalui 32 petak keramba jaring apung yang tersebar di sekitar Teluk Ambon, tak jauh dari sekolah. Laut, ombak, dan ikan-ikan adalah bagian yang tak terpisahkan dari keseharian mereka.

Kemudian, siswa Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, mengelola serta mengolah ikan tangkapan dan ikan budidaya tersebut menjadi berbagai bentuk produk olahan ikan. Tentu, produk olahan ikan yang mereka hasilkan bukan hanya sekadar bakso ikan atau nugget ikan yang sudah dikenal umum. Mereka, tanpa henti, mengeksplorasi berbagai jenis ikan menjadi produk makanan, agar dapat dinikmati serta memenuhi selera konsumen. Ada yang kemudian berwujud donat ikan, martabak ikan, dan bahkan kue brownies ikan.

Itu hanya sebagian dari jenis produk olahan ikan yang mereka hasilkan. Para siswa bukan hanya berpraktek sekadar praktek, tapi mereka benar-benar menciptakan makanan olahan ikan yang siap untuk dipasarkan, dijual ke masyarakat. Dengan kata lain, siswa SUPM Waiheru benar-benar belajar serta berlatih melakukan seluruh tahapan mata rantai perikanan dari hulu hingga hilir, sebagaimana program hilirisasi yang belakangan dicanangkan Presiden Joko Widodo[3]. Dari produksi penangkapan ikan hingga diolah menjadi siap konsumsi. Seluruh tahapan aktivitas perikanan tersebut, dilakukan di sana, di kawasan pendidikan seluas 3 hektar itu.

Semangat peserta didik SUPM Waiheru untuk meraih ilmu perikanan dan kelautan serta kesungguhan mereka berlatih mengolah ikan, telah menumbuhkan optimisme kita bagi kebangkitan hilirisasi dan industrialisasi di bidang kelautan dan perikanan. Ini adalah proses pendidikan untuk memberi nilai tambah pada hasil laut, yang diharapkan akan memberi manfaat lebih pada masyarakat. Foto: supmwaiheru-kkp.sch.id

Rangkaian Pendidikan Bersinergi

Seluruh perangkat teknologi dan prasarana produksi, sebagaimana layaknya sebuah industri perikanan, tersedia dengan lengkap di sana. Secara substansi, pendidikan SUPM Waiheru menggunakan sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory[4], yang didukung sarana-prasarana modern, sebagaimana dunia usaha dan industri perikanan sesungguhnya. Mereka benar-benar learning by doing dan doing by learning. Barangkali, inilah yang disebut sebagai pusat pendidikan terpadu, berkelanjutan dari tingkat menengah ke tingkat tinggi, dan fokus di bidang perikanan dari hulu ke hilir.

Untuk tingkat pendidikan menengah, porsinya 70 persen praktik dan 30 persen teori. Melalui cara ini, siswa digembleng untuk merasakan serta mengalami langsung, seluruh tahapan industri perikanan. Dengan porsi praktik yang tinggi, siswa akan mengalami langsung, kendala apa saja yang mungkin timbul di industri perikanan. Mereka belajar memahami berbagai kendala tersebut, kemudian belajar pula merumuskan berbagai solusinya. Proses ini berlangsung secara intens, didampingi tenaga pengajar yang benar-benar kompeten di bidang perikanan[5].

Ketika memasuki jenjang pendidikan tinggi, porsi praktek menjadi 60 persen dan porsi teori 40 persen. Rumusan ini untuk memberi ruang berpikir kepada siswa, hingga mereka berkesempatan merumuskan berbagai inovasi yang relevan dengan dunia perikanan. Baik inovasi di tiap tahapan, maupun inovasi dalam rangkaian mata rantai proses secara keseluruhan. Dengan kata lain, di jenjang pendidikan tinggi, siswa dimotivasi untuk melakukan improvement, pengembangan ilmu perikanan itu sendiri. Agar siswa kelak, selain sebagai instrumen industri perikanan, juga berkontribusi secara konseptual pada pengembangan dunia perikanan.

Tiap siswa memang dengan sungguh-sungguh dididik serta dilatih untuk menjadi ahli, sesuai dengan program yang mereka ikuti. Keahlian dari keempat program di atas, dalam proses pendidikan, disinergikan. Rangkaian pendidikan bersinergi inilah yang terus-menerus dijalani siswa selama mengikuti masa pendidikan. Intensitas proses belajar-mengajar bisa berjalan sepenuhnya, karena seluruh siswa diasramakan, di kawasan 3 hektar tersebut. Ada asrama untuk putri dan ada pula asrama untuk putra. Saat ini ada sekitar 400 siswa, yang sebagian besar direkrut dari keluarga pelaku utama kelautan dan perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, serta petambak garam) yang kurang mampu. Untuk itu, diterapkan pola Bapak Angkat sekaligus Bapak Asuh[6].

Rangkaian pendidikan bersinergi yang dikembangkan SUPM Waiheru memberikan kesempatan kepada siswa dari keempat program tersebut, saling berbagi pengetahuan. Siswa dari Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, misalnya, memahami bagaimana ikan ditangkap dan dibudidayakan. Pemahaman tersebut turut berkontribusi pada kreativitas mereka ketika menangani dan mengolah ikan menjadi produk olahan. Sebaliknya, siswa dari Nautika Perikanan Laut, misalnya, memahami bagaimana ikan-ikan yang mereka tangkap akan diolah. Dengan demikian, pemahaman tersebut turut memengaruhi cara mereka menangani hasil tangkapan di lautan.

Achmad Jais Ely, Kepala SUPM Waiheru, kedua dari kanan, mendampingi Menteri Koordinator   Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo, ketiga dari kanan, yang mengunjungi SUPM Waiheru pada Minggu (24/5/2015) lalu. Rombongan menteri menyaksikan aktivitas perbengkelan kelautan, yang dikembangkan peserta didik sekolah tersebut. Rombongan disertai Gubernur Provinsi Maluku, Said Assagaff, Bupati Maluku Tenggara, Anderias Rentanubun, dan para pejabat Eselon II di lingkup Provinsi Maluku. Foto: supmwaiheru-kkp.sch.id

Pengalaman Menyatu Menjadi Kompetensi

Dengan rangkaian pendidikan yang dijalani siswa SUPM Waiheru tersebut, dari tingkat menengah hingga pendidikan tinggi, sangat bisa dipahami kenapa 90 persen lulusan SUPM Waiheru sudah direkrut industri perikanan sebelum mereka diwisuda[7]. Bagaimanapun, lulusan lembaga pendidikan ini bukan hanya sudah berpengalaman dalam bidang perikanan, tapi mereka sudah memiliki kompetensi yang memadai di bidang tersebut. Barangkali, inilah yang disebut sebagai pendidikan yang link and match.[8]

Ada korelasi yang tinggi, ada relevansi yang kuat. Dengan demikian, SUPM Waiheru menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan kejuruan perikanan bila dikelola dengan seksama bisa menjadi salah satu alternatif untuk melahirkan sumber daya manusia perikanan yang bisa diandalkan. Karena, pada dasarnya, minat anak-anak Indonesia untuk belajar tentang perikanan relatif cukup tinggi. Ini terlihat dari animo masyarakat memasuki lembaga pendidikan perikanan. Di Maluku saja, misalnya, ada cukup banyak sekolah perikanan dan kelautan.

Saat ini, ada 18 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelautan dan perikanan dari Maluku dan 1 sekolah perikanan dari Maluku Utara yang menjalin kesepahaman dengan SUPM Waiheru. Sekolah-sekolah tersebut mengirim sebagian siswa mereka ke SUPM Waiheru untuk belajar dalam kurun waktu tertentu. Selain karena kelengkapan sarana teknologi perikanan di SUPM Waiheru, sistem pendidikan yang sudah terintegrasi di sini memungkinkan mereka untuk mempelajari dunia perikanan dan kelautan secara komprehensif.

SUPM Waiheru memang telah menjadi salah satu sekolah rujukan untuk bidang perikanan dan kelautan. Bukan hanya untuk berbagai sekolah yang ada di seputaran Maluku, tapi bahkan sudah melintasi batas negara. Tahun lalu, misalnya, SUPM Waiheru ditunjuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk melaksanakan program pelatihan bagi siswa dari Fiji, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu untuk memperdalam kompetensi mereka di bidang kelautan dan perikanan. Ini tentu tidak terlepas dari reputasi yang sudah ditunjukkan para lulusan SUPM Waiheru, yang sudah tersebar luas ke berbagai belahan dunia di industri perikanan kelautan internasional.

Dalam konteks kekinian dan masa depan Indonesia untuk menjadi poros maritim, kontribusi SUPM Waiheru adalah sesuatu yang layak mendapatkan apresiasi. Bukan hanya dari pemerintah, tapi juga dari kalangan dunia usaha serta industri perikanan kelautan yang relevan. Negeri ini masih sangat membutuhkan sumber daya manusia perikanan kelautan yang berkualitas. Industri makanan yang berbahan baku ikan, tumbuh pesat dalam negeri dan di berbagai belahan dunia. Lembaga pendidikan, sebagaimana halnya SUPM Waiheru, berupaya menjawabnya. Peserta didik di sekolah ini, 40 persen direkrut dari anak pelaku utama kelautan dan perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, serta petambak garam) yang kurang mampu, 40 lagi dari masyarakat umum, dan 20 lainnya dari mitra kerja sama.

Jakarta, 5 Agustus 2015

---------------------------

SMK Negeri 3 Bulukumba, Sulawesi Selatan, juga aktif menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mendukung Pembangunan Kemaritiman di Indonesia.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/pendidikan-perikanan-kelautan-di-tengah-gelora-spirit-maritim-berkaca-dari-bulukumba_559af8fdb37e61ba08970216

Kita harus masuk ke hilirisasi dan industrialisasi. Hasil alam harus diolah untuk meraih nilai tambah. Pesan Presiden Joko Widodo pada Kamis (9/7/2015) itu, sangat jelas dan tegas.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/nasib-industri-pengolahan-ikan-di-tengah-spirit-maritim_55a8100af87e61c20ce0d82b

--------------------------

[1] Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, terpilih sebagai Presiden, pada 20 Oktober 1999, kemudian dilantik menjadi Presiden, pada 26 Oktober 1999. Abdurrahman Wahid didampingi Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden. Ketika mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional pada 28 Oktober 1999, Gus Dur mengangkat Sarwono Kusumaatmadja sebagai Menteri Eksplorasi Laut. Kemudian, 10 November 1999, Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut, yang di kemudian hari menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. SUPM Negeri Waiheru adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, dan sehari-hari dibina oleh Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. Abdurrahman Wahid meninggal pada usia 69 tahun, hari Rabu pukul 18.40 WIB, 30 Desember 2009, di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.

[2] Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo, pada seminar nasional tentang pembangunan perikanan dan kelautan di Ambon, pada Senin (25/5/2015), mengungkapkan, upaya untuk mengimplementasikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional (LIN), sedang diproses dalam bentuk Peraturan Presiden. Saat itu, Indroyono Soesilo memastikan, payung hukum untuk menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, tinggal selangkah lagi. Payung hukum tersebut nantinya akan mengatur sejauh mana peran pemerintah daerah dan juga peran pemerintah pusat.

[3] Presiden Joko Widodo, sebagaimana dilansir situs Sekretariat Kabinet di Jakarta, pada Senin (3/8/2015), menegaskan bahwa kita ini negara yang sangat besar, dengan kekayaan alam, dengan bahan mentah yang banyak macamnya. Inilah yang harus dihilirisasi. Kita harus memulai lagi, pemikiran untuk industrialisasi, re-industrialisasi besar-besaran. Presiden meyakini, keuntungan dari program hilirisasi ini, dipastikan akan dapat dinikmati seluruh bangsa Indonesia. Hilirisasi akan dapat meningkatkan nilai sebuah komoditi, menjadi 70 kali lipat.

[4] Penerapan konsep teaching factory di bidang pendidikan kelautan dan perikanan, dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo. Hal tersebut, ia kemukakan saat memberi sambutan di acara wisuda 325 taruna dan taruni sekolah tinggi perikanan (STP) Jakarta, pada Jumat (7/9/2012), di auditorium kampus STP, Jakarta Selatan. Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja, menjelaskan, pengembangan pendidikan vokasi yang didukung dengan konsep teaching factory, memungkinkan peserta didik melaksanakan praktik sesuai dengan kondisi dunia kerja pada industri kelautan dan perikanan yang sesungguhnya, dengan rumusan 70 persen praktik dan 30 persen teori.

[5] Kompetensi tenaga pengajar di SUPM Waiheru senantiasa ditingkatkan secara terus-menerus. Antara lain, melalui kerjasama dengan Norwegia dan Australia, dilakukan peningkatan kualitas guru, untuk meraih jenjang S2 dan atau S3. Demikian pula dengan peningkatan penguasaan bahasa Inggris, Jepang, Korea, dan Mandarin. Sejak tahun ajaran 2008/2009, SUPM Waiheru telah menerapkan standar kurikulum Internasional, sesuai kesepakatan organisasi maritim internasional, International Maritime Organization (IMO). Sebelumnya, IMO dikenal sebagai Inter-Governmental Maritime Consultative Organization atau IMCO, yang didirikan pada tahun 1948 melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengoordinasikan pelaksanaan keselamatan maritim internasional.

[6] Kepala SUPM Waiheru, Achmad Jais Ely, di Ambon, pada Senin (18/5/2015), mengatakan, SUPM Waiheru menerapkan sistem Bapak Angkat bagi ratusan siswanya yang berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Maluku maupun Provinsi Maluku Utara. Guru dan pegawai SUPM menjadi orang tua asuh bagi para siswa.

[7] Alumni sekolah ini, selain direkrut oleh industri perikanan dan kelautan dalam negeri, juga sudah direkrut oleh berbagai perusahaan di Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Australia.

[8] Link & Match adalah usaha untuk menciptakan sinergi antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan praktis dunia industri. Gagasan ini dilontarkan B.J. Habibie pada tahun 1978, ketika ia dilantik menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun