Rangkaian Pendidikan Bersinergi
Seluruh perangkat teknologi dan prasarana produksi, sebagaimana layaknya sebuah industri perikanan, tersedia dengan lengkap di sana. Secara substansi, pendidikan SUPM Waiheru menggunakan sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory[4], yang didukung sarana-prasarana modern, sebagaimana dunia usaha dan industri perikanan sesungguhnya. Mereka benar-benar learning by doing dan doing by learning. Barangkali, inilah yang disebut sebagai pusat pendidikan terpadu, berkelanjutan dari tingkat menengah ke tingkat tinggi, dan fokus di bidang perikanan dari hulu ke hilir.
Untuk tingkat pendidikan menengah, porsinya 70 persen praktik dan 30 persen teori. Melalui cara ini, siswa digembleng untuk merasakan serta mengalami langsung, seluruh tahapan industri perikanan. Dengan porsi praktik yang tinggi, siswa akan mengalami langsung, kendala apa saja yang mungkin timbul di industri perikanan. Mereka belajar memahami berbagai kendala tersebut, kemudian belajar pula merumuskan berbagai solusinya. Proses ini berlangsung secara intens, didampingi tenaga pengajar yang benar-benar kompeten di bidang perikanan[5].
Ketika memasuki jenjang pendidikan tinggi, porsi praktek menjadi 60 persen dan porsi teori 40 persen. Rumusan ini untuk memberi ruang berpikir kepada siswa, hingga mereka berkesempatan merumuskan berbagai inovasi yang relevan dengan dunia perikanan. Baik inovasi di tiap tahapan, maupun inovasi dalam rangkaian mata rantai proses secara keseluruhan. Dengan kata lain, di jenjang pendidikan tinggi, siswa dimotivasi untuk melakukan improvement, pengembangan ilmu perikanan itu sendiri. Agar siswa kelak, selain sebagai instrumen industri perikanan, juga berkontribusi secara konseptual pada pengembangan dunia perikanan.
Tiap siswa memang dengan sungguh-sungguh dididik serta dilatih untuk menjadi ahli, sesuai dengan program yang mereka ikuti. Keahlian dari keempat program di atas, dalam proses pendidikan, disinergikan. Rangkaian pendidikan bersinergi inilah yang terus-menerus dijalani siswa selama mengikuti masa pendidikan. Intensitas proses belajar-mengajar bisa berjalan sepenuhnya, karena seluruh siswa diasramakan, di kawasan 3 hektar tersebut. Ada asrama untuk putri dan ada pula asrama untuk putra. Saat ini ada sekitar 400 siswa, yang sebagian besar direkrut dari keluarga pelaku utama kelautan dan perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, serta petambak garam) yang kurang mampu. Untuk itu, diterapkan pola Bapak Angkat sekaligus Bapak Asuh[6].
Rangkaian pendidikan bersinergi yang dikembangkan SUPM Waiheru memberikan kesempatan kepada siswa dari keempat program tersebut, saling berbagi pengetahuan. Siswa dari Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, misalnya, memahami bagaimana ikan ditangkap dan dibudidayakan. Pemahaman tersebut turut berkontribusi pada kreativitas mereka ketika menangani dan mengolah ikan menjadi produk olahan. Sebaliknya, siswa dari Nautika Perikanan Laut, misalnya, memahami bagaimana ikan-ikan yang mereka tangkap akan diolah. Dengan demikian, pemahaman tersebut turut memengaruhi cara mereka menangani hasil tangkapan di lautan.
Pengalaman Menyatu Menjadi Kompetensi
Dengan rangkaian pendidikan yang dijalani siswa SUPM Waiheru tersebut, dari tingkat menengah hingga pendidikan tinggi, sangat bisa dipahami kenapa 90 persen lulusan SUPM Waiheru sudah direkrut industri perikanan sebelum mereka diwisuda[7]. Bagaimanapun, lulusan lembaga pendidikan ini bukan hanya sudah berpengalaman dalam bidang perikanan, tapi mereka sudah memiliki kompetensi yang memadai di bidang tersebut. Barangkali, inilah yang disebut sebagai pendidikan yang link and match.[8]
Ada korelasi yang tinggi, ada relevansi yang kuat. Dengan demikian, SUPM Waiheru menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan kejuruan perikanan bila dikelola dengan seksama bisa menjadi salah satu alternatif untuk melahirkan sumber daya manusia perikanan yang bisa diandalkan. Karena, pada dasarnya, minat anak-anak Indonesia untuk belajar tentang perikanan relatif cukup tinggi. Ini terlihat dari animo masyarakat memasuki lembaga pendidikan perikanan. Di Maluku saja, misalnya, ada cukup banyak sekolah perikanan dan kelautan.
Saat ini, ada 18 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelautan dan perikanan dari Maluku dan 1 sekolah perikanan dari Maluku Utara yang menjalin kesepahaman dengan SUPM Waiheru. Sekolah-sekolah tersebut mengirim sebagian siswa mereka ke SUPM Waiheru untuk belajar dalam kurun waktu tertentu. Selain karena kelengkapan sarana teknologi perikanan di SUPM Waiheru, sistem pendidikan yang sudah terintegrasi di sini memungkinkan mereka untuk mempelajari dunia perikanan dan kelautan secara komprehensif.