Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Zona Waspada: Kredit Bermasalah UMKM pada Maret 4,3 Persen, pada April 4,4 Persen

16 Juli 2015   04:28 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:28 1667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tentu tidak bisa menutup mata dari realitas yang mencemaskan di atas. Dengan total penyaluran kredit ke sektor UMKM per April 2015 mencapai Rp 688,297 triliun, dengan kredit bermasalah per Maret 4,3 persen dan pada April 4,4 persen, itu bukanlah risiko yang kecil. Mari kita lihat reaksi Komite Kredit Usaha Rakyat (KUR), pada Selasa (6/8/2013)[4]. Pada masa itu, rasio kredit bermasalah KUR cukup tinggi yaitu 4,5 persen, jauh di atas rata-rata NPL bank umum 1,95 persen. Komite KUR mengibarkan bendera waspada kepada kalangan perbankan, karena rasio kredit bermasalah pada debitur KUR, sudah mencemaskan.

Bahkan, pemerintah sempat mengambil kebijakan membekukan sementara (moratorium)[5] penyaluran KUR untuk melakukan evaluasi. Kredit usaha rakyat ini sudah digulirkan sejak November 2007. Peminatnya sangat banyak. Karena, KUR ini merupakan kredit bagi usaha rakyat, yang dijamin pemerintah. Hingga November 2014, kredit yang sudah dikucurkan melalui KUR, mencapai Rp 175,168 triliun. Jumlah debitur yang menerima KUR tercatat sebanyak 12,346 juta orang. Pelaku usaha di sektor UMKM, sebagian memanfaatkan fasilitas KUR, sebagian lagi menggunakan fasilitas kredit dari sumber lain.

Jika kita bandingkan, KUR dengan penyaluran kredit Rp 175,168 triliun dan NPL 4,5 persen sudah mencemaskan, bagaimana dengan kondisi penyaluran kredit ke sektor UMKM dengan nilai mencapai Rp 688,297 triliun dan NPL 4,4 persen? Barangkali kategorinya sudah lebih dari mencemaskan. Pemerintahan Joko Widodo per Juli 2015, menurunkan suku bunga KUR, dari 22 ke 12 persen. Penurunan suku bunga KUR, tentulah akan membuat pelaku usaha rakyat bisa bernapas. Di tengah lemahnya daya beli masyarakat dan melambatnya perekonomian saat ini, dapat dipastikan pelaku usaha kecil sesak napas menghadapi suku bunga yang 22 persen tersebut.

Pada awalnya, ada 8 bank, yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang menyalurkan KUR. Dari 8 bank tersebut, NPL terendah pada KUR Mikro dicapai oleh BRI, yaitu sebesar 1,8 persen, di bawah rata-rata NPL bank umum. Setelah moratorium dibuka kembali, hanya BRI, Bank Mandiri, dan BNI yang lolos seleksi karena NPL paling rendah.

Setelah bunga KUR diputuskan menjadi 12 persen dari sebelumnya 22 persen, “BNI dan Bank Mandiri off sebagai bank penyalur KUR, karena tidak sanggup melayani KUR dengan suku bunga 12 persen,” kata Deputi Menteri Koperasi dan UKM, Braman Setyo[6]. Otomatis, yang tinggal sebagai penyalur KUR adalah BRI. Sasaran KUR adalah pelaku usaha mikro dengan plafon kredit maksimal Rp 25 juta dan diprioritaskan untuk sektor pertanian, perikanan, dan industri kecil. Pemerintah menargetkan KUR menyasar 2 juta debitur, dengan plafon kredit mencapai Rp 30 triliun.

Sebagaimana diceritakan Bunasor Sanim, tim kerja BRI mendatangi nasabah mereka satu per satu, secara personal. Melalui Teras BRI di pasar-pasar basah, mereka terus melakukan penetrasi pasar micro banking. Teras BRI juga berperan dalam melakukan edukasi produk e-banking BRI, seperti Electronic Data Capture (EDC) dan SMS Banking, kepada para pengusaha mikro. Foto: detik.com

Pendampingan, Kunci Kesuksesan

Untuk melayani pelaku usaha di sektor UMKM, dibutuhkan kesungguhan pendampingan, dalam konteks memberdayakan rakyat melalui aktivitas ekonomi. Bank Rakyat Indonesia (BRI) dinilai pemerintah, memiliki kecakapan yang tinggi dalam mendampingi rakyat menjalankan usaha. Ini tak lain dan tak bukan, karena BRI mengikuti perkembangan usaha nasabahnya dari waktu ke waktu secara intens. Dengan demikian, kendala yang dihadapi nasabah di lapangan, bisa dicarikan solusinya dengan cepat, agar usaha rakyat itu tak sampai mandek.

Ada cerita menarik dari Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc., yang menjadi Komisaris Utama/Komisaris Independen BRI, sejak tahun 2006. Meski pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 16 Desember 1945, ini sudah tidak lagi memegang jabatan tersebut per Kamis (19/3/2015)[7], tapi ceritanya tentang pendampingan terhadap usaha rakyat, patut kita simak. Menurut Bunasor Sanim, nasabah mikro, dalam hal ini penerima KUR, memiliki karakter khusus, karena keadaan sosial ekonomi mereka. Karena itu, pendekatan terhadap mereka pun dilakukan secara khusus.

Bunasor Sanim bercerita bahwa BRI mendatangi nasabahnya dengan menggunakan alat elektronik portabel. “Kami mendatangi nasabah di pusat-pusat kegiatan mereka, misalnya, pedagang di pasar basah, melalui program Teras BRI. Demikian pula halnya dengan di desa. Dua orang dari BRI unit desa datang membawa alat elektronik, mengunjungi nasabah di pedesaan, lalu mencatat setoran dan sisa pinjaman nasabah. Nasabah bisa melihat langsung sisa pinjamannya. Ini mengadopsi sistem kredit ala orang Ciamis dan Tasik,” kata Bunasor tentang strategi pendampingan yang dilakukan BRI selama ini.

Ciamis dan Tasik (Tasikmalaya) yang dimaksud Bunasor Sanim adalah nama dua kabupaten di Jawa Barat, yang warganya banyak terjun di aktivitas perkreditan. Kisah tentang perjuangan hidup warga Tasikmalaya, ditulis dengan detail dan mengharukan oleh Fachry Ali[8], salah satu pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha, dengan judul Aktor Ekonomi Akar Rumput. Saking terharunya membaca tulisan tersebut, Kosmantono, warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menulis surat pembaca di print.kompas.com beberapa hari kemudian: Mereka berjuang sendiri mencari sesuap nasi, mengatasi masalah sendiri, tanpa menyadari bahwa mereka berhak menuntut negara yang menelantarkan mereka. Mereka polos, lugu, apa adanya, sederhana, dan tidak neko-neko[9].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun