Dalam skala kecil dan di tengah berbagai keterbatasan, SMK Negeri 3 Bulukumba telah tampil sebagai sosok sekolah yang menginspirasi di bidang perikanan, kelautan, dan keberpihakan kepada rakyat. Para siswa sekolah menengah tersebut, secara bersama-sama tumbuh dengan masyarakat dan nelayan setempat. Mereka mengembangkan benih ikan bandeng. Selain itu, di lahan seluas 3 hektar, siswa program studi Agribisnis Perikanan, juga mengembangkan budidaya rumput laut. Hasilnya bisa dinikmati bersama masyarakat. Roda ekonomi masyarakat sekitar, bergerak.
Ini yang barangkali disebut sebagai proses pendidikan yang menginspirasi. Mereka yang menjalani pendidikan formal, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas masyarakat sekitar. Saling berbagi, saling bahu-membahu. Pengelola sekolah dengan pemuka masyarakat setempat, saling berinteraksi, hingga tumbuh kesepahaman di tingkat pengambil keputusan, yang pada gilirannya mewujud dalam berbagai aktivitas keseharian.
Secara fasilitas dan infrastruktur pendidikan, SMK Negeri 3 Bulukumba sesungguhnya relatif terbatas. Untuk pemeliharaan benih ikan bandeng, misalnya. Saat ini, sekolah itu hanya memiliki dua kolam ikan 2 meter x 5 meter. Di kolam yang tidak cukup luas itu, mereka menampung setidaknya 30.000 nener bandeng. Inilah yang mereka kelola dengan seksama, selama tiga minggu untuk satu periode. Tapi, keterbatasan tersebut tak menyurutkan semangat mereka untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Salah seorang guru Agribisnis Perikanan, Herman, menggambarkan bahwa sebenarnya kondisi kolam pembibitan ikan bandeng sekolah tersebut, masih kurang layak. Antara lain, karena kolam itu tidak dilengkapi dengan perangkat sirkulasi air. Dengan sirkulasi air yang baik, tentulah pemeliharaan nener bandeng tersebut bisa maksimal. Pertumbuhan nener akan lebih baik, yang membuat bibit bandeng itu menjadi bibit yang memiliki daya tahan kuat terhadap penyakit, setelah memasuki tahap pembesaran untuk produksi[4].
Kreatif Mengelola Keterbatasan
Secara persediaan, stok benih ikan bandeng di SMKN 3 Bulukumba ini relatif terbatas. Ini bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan masyarakat setempat. Memang, ada keinginan pihak sekolah dan siswa untuk meningkatkan skala pembenihan ikan bandeng ini, tapi karena keterbatasan dana, hal itu belum bisa dilakukan. Jika dikorelasikan dengan kesepakatan Menko Maritim Indroyono Soesilo dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan untuk mengoptimalkan SMK perikanan dan kelautan, barangkali suatu saat nanti SMKN 3 Bulukumba bisa mewujudkannya.
Apalagi pemerintahan Joko Widodo terus menggelorakan spirit maritim untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim. Dalam konteks kemaritiman ini, sekolah yang berlokasi di Jl. Poros Bira, Kilometer 6, Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, ini sudah memiliki kapal latih sejak tahun 2011. Kapal latih ini untuk mendukung pembelajaran siswa, antara lain, dalam hal teaching factory. Dengan kapal latih tersebut, siswa dari jurusan Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI), belajar mengoperasikan alat navigasi kapal dan menentukan lokasi penangkapan ikan.
Skill tersebut tentu saja mutlak dikuasai siswa jurusan yang bersangkutan, karena mereka mayoritas kelak akan bekerja menjadi nakhoda kapal atau menjadi anak buah kapal. Saat ini, kapal latih satu-satunya yang mereka miliki itu, sedang berlabuh di belakang halaman sekolah, karena tengah diperbaiki. Siswa tentu saja dilibatkan dalam perbaikan kapal tersebut. Artinya, momentum itu dijadikan sebagai bagian dari proses pembelajaran, agar siswa memahami seluk-beluk kapal secara menyeluruh.
Sekali lagi, SMKN 3 Bulukumba menunjukkan bahwa pengelola sekolah harus kreatif mengolah berbagai keterbatasan dan segenap hambatan, sebagai bagian dari proses pendidikan. Jati diri sekolah seperti ini yang sepatutnya digaungkan, di tengah banyaknya sekolah yang sibuk mempersoalkan minimnya fasilitas. Hakekat dari pendidikan yang sesungguhnya adalah meningkatkan derajat kemanusiaan. Bukan untuk menjadi terhormat karena harta, tapi menjadi manusia yang bermartabat karena bermanfaat bagi sesama.
Jakarta, 7 Juli 2015