Fokus ke Energi Baru dan Energi Terbarukan
Sehari sebelum peresmian, pada Sabtu (4/7/2015) di Jakarta, VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, menjelaskan, PLTP Kamojang Unit 5 ini dibangun oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan Pertamina yang membidangi usaha panas bumi. Pembangunan ini dilakukan dengan menggandeng konsorsium PT Rekayasa Industri dan Sumitomo sebagai pelaksana Engineering Procurement and Construction (EPC).
Langkah Pertamina sebagai perusahaan nasional dalam mengembangkan sumber energi panas bumi ini, tentu patut kita apresiasi. Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), secara blak-blakan, di hadapan sekitar 300 peserta Kompasiana Seminar Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia, meyakinkan bahwa ke depan, pemerintah akan fokus pada Energi Baru dan Energi Terbarukan.
”Matahari di negeri ini bersinar sepanjang tahun, tapi energi tenaga surya belum kita kembangkan. Sungai dan air terjun ada seluruh pelosok nusantara, tapi energi hydro belum sepenuhnya digarap. Negeri ini penuh dengan tanaman, tapi energi biofuel belum serius ditangani,” papar Sudirman Said panjang-lebar, pada seminar yang berlangsung Senin, (13/4/2015), di Hotel Santika Premiere, Jl. Aipda KS Tubun No. 7, Slipi, Jakarta Barat, tersebut.
Kesadaran untuk fokus pada energi baru ini, merupakan indikasi yang menggembirakan. Presiden Jokowi juga memiliki tingkat perhatian yang tinggi akan hal tersebut, dalam konteks upaya mencapai pemenuhan kebutuhan listrik 35.000 megawatt. Ini bukan target tapi kebutuhan listrik yang memang harus dicapai. Jokowi, pada peresmian PLTP Kamojang Unit 5 tersebut, menyampaikan, untuk mencapai suksesnya program kelistrikan itu, dia memantau perkembangannya tiap hari, tiap minggu, dan tiap bulan.
Belajar dari Amerika, Jepang, dan Filipina
Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan listrik 35.000 megawatt, jelas bukanlah hal yang mudah. Ini disadari oleh Presiden Joko Widodo dan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, ketika memberikan pengarahan kepada manajemen PLN di Kantor Pusat PLN, Jakarta, pada Selasa (7/4/2015). "Target yang diberikan kepada PLN bukan target ringan. (Proyek) yang kemarin saja, selama delapan tahun 10.000 megawatt, tak kesampaian. Ini 35.000 megawatt," kata Presiden Joko Widodo dalam kesempatan tersebut.
Jokowi juga menyadari bahwa PLN tak mungkin sanggup sendiri memproduksi listrik sebanyak itu. Makanya, dibutuhkan keterlibatan investor, salah satunya Pertamina Geothermal Energy, yang mengembangkan panas bumi ini. Dalam konteks pengembangan energi panas bumi, barangkali tidak ada salahnya bila Indonesia belajar dari Amerika Serikat yang memiliki cadangan panas bumi 20 gigawatt dan Jepang dengan cadangan sama. Juga, dari Filipina yang kekayaan panas bumi mereka hanya 6 gigawatt.
Kenapa Filipina? Karena, negara yang sesama anggota Asean tersebut, meski memiliki cadangan panas bumi hanya 6 gigawatt, tapi mereka sudah mengembangkannya hingga 33 persen. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki cadangan panas bumi mencapai 28 gigawatt, tapi baru memanfaatkannya hanya sekitar 4 persen. Sangat kentara bahwa kita memang tertinggal jauh, tapi itu bukan alasan untuk tidak bergerak cepat.
Percepatan pembangunan pembangkit listrik, dalam hal ini pembangkit geothermal, dibutuhkan terobosan birokrasi dari pusat ke daerah. Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil, mengatakan, lambannya proses perizinan[5] pembangunan pembangkit listrik yang memakan waktu bertahun-tahun, mengakibatkan terjadinya kekurangan pasokan listrik di banyak wilayah. Kondisi yang demikian bukan hanya terjadi pada sektor listrik, tapi juga dialami para investor di sektor-sektor lain.