DPD-RI adalah lembaga legislatif, yang fungsi utamanya adalah fungsi legislasi, membuat undang-undang. Irman Gusman menyadari bahwa keberadaan DPD-RI belum dipahami masyarakat secara luas. Dalam acara Kompasiana Tokoh Bicara pada Jumat (19/6/2015), Irman Gusman (kiri) memaparkan fungsi dan tugas DPD-RI. Foto kanan, Irman Gusman berdialog dengan mahasiswa tentang pentingnya membangun daerah di acara Orientasi Kehidupan Kampus (OKK) dengan mahasiswa baru Universitas Indonesia, pada Kamis (21/8/2014). Foto: twitter.com/Junaedi_Uci dan irmangusman.com
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin[1], mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 adalah 4,7 persen. Pada saat yang sama, Suryamin juga mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Kalimantan pada triwulan I-2015 hanya 1 (satu) persen.
Sesungguhnya, data yang diungkapkan Suryamin, bukan hanya bicara tentang pertumbuhan tapi sekaligus menggambarkan ketimpangan. Ketidakmerataan pembangunan. Kita tahu, betapa luar biasa kaya Kalimantan. Bukan hanya kaya di permukaan bumi tapi isi perut bumi Kalimantan pun penuh dengan kekayaan. Kenapa daerah yang kaya-raya seperti Kalimantan, pertumbuhan ekonominya hanya 1 persen? Ketidakmerataan pembangunan inilah yang menjadi salah satu titik perhatian Irman Gusman, sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI).
Bagi Hasil 50 Persen untuk Daerah
Secara makro ekonomi, menurut Ketua DPD-RI Irman Gusman, dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia tumbuh pesat hingga menempati 16 negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar. Indonesia bahkan masuk ke dalam kelompok negara-negara G20. Tapi, Indeks Gini atau Koefisien Gini[2] makin besar, yang menunjukkan betapa makin lebarnya jurang ketimpangan yang membentang, antara masyarakat yang berpunya dengan masyarakat yang kurang beruntung.
Kalimantan menunjukkan banyak aspek ketimpangan pembangunan tersebut. Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan pada triwulan I-2015, yang hanya 1 (satu) persen, tentulah mengganggu akal sehat kita. Apalagi, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro[3], pertumbuhan Kalimantan yang 1 persen itu, merupakan pertumbuhan ekonomi paling rendah, dibandingkan pulau besar lain di Indonesia. Dengan bertebarannya industri di Bumi Borneo, kita tentu bertanya-tanya, apakah keberadaan industri tersebut tidak turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Kalimantan? Apakah masyarakat Kalimantan tidak menikmati hasil bumi mereka?
Kita memang punya UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Tapi, cobalah simak dengan cermat. Persentase dana bagi hasil minyak bumi, pembagiannya: 84,5 persen untuk pemerintah pusat dan 15,5 persen untuk daerah. Untuk gas bumi 69,5 persen untuk pemerintah pusat dan 30,5 persen untuk daerah. Adilkah pembagian tersebut? Padahal, yang menanggung seluruh dampak eksplorasi hasil bumi tersebut adalah daerah. Bukan hanya bumi daerah eksplorasi yang berlubang-lubang tapi tatanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat daerah pun porak-poranda akibat eksploitasi yang tidak terkendali.
Irman Gusman prihatin pada mekanisme bagi hasil sumber daya alam yang tidak berkeadilan tersebut. Daerah hanya menjadi obyek dari dominasi pemerintah pusat. “Kalau bisa, (persentase pembagiannya) 50:50,” tandas Irman Gusman dalam Kompasiana Seminar Nasional bertajuk Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia pada Senin, (13/4/2015), di Santika Premiere, Slipi, Jakarta Barat. Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman memang sangat concern pada kemajuan daerah, demi memajukan seluruh daerah di Indonesia.
Saatnya DPD-RI Didengar