Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Non-Tunai Melindungi, Juga Menjaga Diri Agar Tidak Lepas Kendali

14 Juni 2015   20:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014, di Jakarta secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non-tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman, dan efisien. Foto: bisnis.com dan infobanknews.com

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Sejumlah warga Kota Bekasi, Jawa Barat, mempertanyakan uang kembalian dari minimarket Alfamart, yang nilainya di bawah Rp 500. Pelayan toko tersebut selalu menawarkan, agar uang kembalian itu didonasikan untuk kegiatan sosial. Tapi, donasi itu tidak dicantumkan di dalam struk belanja.

Alfamart dan Indomaret, didonasikan ke mana ya uang receh kembalian kita? Pertanyaan tersebut muncul di sejumlah laman media sosial, antara lain, di kaskus.co.id pada Minggu (17/05/2015). Tindakan pelayan toko tersebut, tentu saja tidak fair, tidak transparan antara produsen dan konsumen. Sudah menjadi kewajiban Alfamart dan Indomaret, sebagai toko, untuk menyiapkan uang kembalian, sampai nominal terkecil sekalipun. Lagi pula, Alfamart dan sejumlah gerai waralaba lainnya, bukan badan sosial, tapi lembaga bisnis yang profit oriented.

Transparan dengan Non-Tunai

Kalau memang Alfamart menghimpun dana untuk kepentingan sosial, seharusnya dicantumkan dalam struk belanja, agar konsumen tahu, berapa dana yang sudah mereka salurkan melalui Alfamart. Konsumen belanja di Alfamart secara individu, maka tiap individu tersebut berhak dapat struk, yang mencantumkan berapa dana sosial per individu per transaksi yang dihimpun Alfamart. Tidak pada tempatnya konsumen harus menanggung beban uang receh tersebut, padahal itu sesungguhnya kewajiban Alfamart untuk mengembalikannya.

Penjelasan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (SAT) bahwa ini merupakan konsep Corporate Social Responsibility dan Corporate Caused Promotion (CCP) di merdeka.com pada Kamis, (5/02/2015) Ini penjelasan lengkap Alfamart soal uang kembalian jadi donasi, tidak menjawab: kenapa dana kepentingan sosial yang dihimpun tersebut tidak dicantumkan dalam struk belanja? Bukankah itu jelas-jelas uang milik konsumen?

Nah, apa yang terjadi antara sejumlah warga Kota Bekasi dengan Alfamart tersebut, hanya salah satu contoh, betapa transaksi tunai tidak sepenuhnya melindungi hak-hak konsumen. Di banyak tempat, bukan hanya di Bekasi, konsumen kerap dikalahkan atau memilih mengalah, bila berhadapan dengan produsen. Konsumen tidak mau repot dengan urusan uang receh, misalnya. Aspek psikis konsumen ini, dimanfaatkan oleh produsen. Tindakan seperti itu tentu saja tidak fair dan tidak transparan dalam transaksi bisnis.

Maka, Saatnya Non Tunai, saatnya kita sebagai konsumen beralih ke transaksi non-tunai. Agar hak-hak kita terlindungi, agar transaksi yang kita lakukan berlangsung secara transparan. Kita, misalnya, tidak akan direpotkan lagi dengan urusan uang kembalian. Uang kita akan dipotong sesuai transaksi yang kita lakukan. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator moneter, mendorong kita untuk bertransaksi secara non-tunai, dalam konteks melindungi konsumen sekaligus menjaga transparansi produsen. Ini ditegaskan oleh Ronald Waas, Deputi Gubernur Bank Indonesia, dalam acara Tokoh Bicara Kompasiana dengan tema Saatnya Non Tunai pada Kamis, 11 Juni 2015, di Ruang Bioskop, Lantai 4, Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Pusat.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan pembayaran parkir dengan uang elektronik di sejumlah kawasan di ibu kota, seperti Jalan Sabang dan Kelapa Gading. Peluncuran pembayaran parkir dengan uang elektronik di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, dilakukan pada Kamis (29/1/2015). Ini merupakan gerakan non-tunai di sektor perparkiran. Uang elektronik tersebut berasal dari enam bank: BCA flazz, BNI tapcash, BRI brizzi, Bank Mandiri e-money, Bank Mega megacard, dan Bank DKI jakcard. Uang elektronik tersebut juga digunakan untuk tiket elektronik layanan bus Transjakarta. Foto: metrotvnews.com

Kartu Debit Lebih Baik

Banyak fasilitas yang bisa digunakan untuk transaksi non-tunai. Misalnya, Kartu Kredit, Kartu ATM, dan uang elektronik alias e-money. Ronald Waas merekomendasikan Kartu ATM yang juga berfungsi sebagai Kartu Debit, sebagai pilihan untuk bertransaksi non-tunai. Kenapa? ”Dengan Kartu ATM atau Kartu Debit, kita akan bertransaksi sesuai dengan dana yang kita miliki. Ini kan positif untuk pengendalian diri saat belanja. Kita akan berbelanja secukupnya dan seperlunya,” ujar Ronald Waas, yang hari itu berdialog dengan santai, dengan sekitar 100 Kompasianer.

Berbeda dengan Kartu Kredit. ”Dengan Kartu Kredit, kita akan tetap bisa berbelanja, meski saat itu kita tidak memiliki dana. Ini kan kurang positif, membiasakan diri berhutang. Karena itu, pemegang Kartu Kredit harus benar-benar disiplin, agar tidak bermasalah dengan tumpukan tagihan, yang bisa mengganggu kenyamanan kehidupan sehari-hari,” lanjut Ronald Waas, yang hari itu didampingi Iskandar Zulkarnain dari Kompasiana, yang bertindak sebagai moderator.

Kartu Kredit dan Kartu ATM memang sama-sama sarana untuk transaksi non-tunai. Apa yang diungkapkan Ronald Waas tersebut, sesungguhnya mengingatkan kita, agar senantiasa waras dalam memanfaatkannya. Simon Costello, dari HaloMoney.co.id, sebagaimana dilansir print.kompas.com pada Sabtu (6/06/2015), mengungkapkan, banyak orang yang memiliki persepsi salah tentang kartu kredit. Banyak orang beranggapan, memiliki kartu kredit, berarti memiliki penghasilan tambahan. Padahal, kartu kredit adalah alat bayar bukan alat utang. Dengan kartu kredit, kita tidak perlu membawa dana cash dalam jumlah besar.

Sarana non-tunai selain Kartu Kredit dan Kartu ATM, adalah e-money yang kerap disebut sebagai uang elektronik. E-money ini mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2008, yang diterbitkan oleh industri perbankan dan operator telekomunikasi. Untuk mengantisipasi layanan ini, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan mengenai e-money tahun 2009 dan kemudian diperbaharui tahun 2014.

Sudah cukup banyak bank yang telah mengeluarkan produk e-money. Di antaranya, BCA flazz, BNI tapcash, BRI brizzi, Bank Mandiri e-money, Bank Mega megacard, dan Bank DKI jakcard. Selain industri perbankan, e-money juga diterbitkan oleh operator telekomunikasi, ada dari Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Telkom, dan Finnet. Produk e-money juga dirilis oleh pemain independen seperti Skye Sab dan Doku. Dengan demikian, kita sebagai konsumen sebenarnya cukup leluasa bertransaksi non-tunai.

Bertransaksi non-tunai dengan menggunakan kartu kredit secara online, sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat belakangan ini. Untuk menghindari pembobolan transaksi kartu kredit, Bank Indonesia (BI) meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam bertransaksi secara online. Perilaku nasabah sangat menentukan keamanan kartu kreditnya sendiri. Nasabah harus sadar betul bahwa situs tempatnya berbelanja merupakan laman yang tepercaya. Foto: creditcard-revolution.com dan techstory.in

Kartu Kredit untuk Transaksi Online

Ronald Waas, Deputi Gubernur Bank Indonesia, dalam acara Tokoh Bicara Kompasiana tersebut, didampingi Trinity, yang lebih dikenal The Naked Traveler. Perempuan kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, ini adalah seorang penulis, yang melancong bukan lagi sekadar hobi tapi sekaligus sudah menjadi pekerjaannya. Ia sudah mulai melancong sejak kecil, yang hingga kini Trinity sudah menyambangi lebih dari 65 negara di dunia.

Hari itu, kepada 100 lebih Kompasianer, Trinity bercerita bahwa ia sangat terbantu, bahkan sangat tergantung pada transaksi non-tunai dalam pengembaraannya menjelajah dunia. ”Dengan Kartu Kredit, saya leluasa pindah-pindah negara, tanpa harus repot urusan menukarkan uang di money changer. Karena itu, saya sangat melindungi Kartu Kredit saya,” ujarnya dengan santai, lebih santai malah dari Ronald Waas.

Dalam bertransaksi secara online, misalnya, Trinity melakukannya hanya dengan menggunakan laptop pribadinya. Tidak pernah dengan perangkat orang lain. Ia pun menjaga sang laptop untuk tidak diutak-atik orang lain. Ia juga tidak pernah merespon ratusan, bahkan ribuan, e-mail yang menyatroninya dengan berbagai tawaran secara online. Mulai dari tawaran hadiah ini-itu, sampai ajakan investasi ini-itu. Dengan kata lain, Trinity bersikap kritis berurusan dengan dunia online, apalagi yang menyakut bayar-membayar secara online.

Sebagai seorang traveler, kata Trinity, memiliki Kartu Kredit sudah menjadi keharusan. Memang sih, tidak semua tempat yang pernah ia kunjungi menyediakan infrastruktur kartu kredit, tapi membawa kartu kredit jauh lebih praktis dibanding bawa-bawa uang cash. Di tempat-tempat singgahnya, Trinity tidak pernah membawa kartu kreditnya. Ia justru menyimpannya dalam deposit box yang aman. Sikap dan tingkat kehati-hatian Trinity ini bisa jadi inspirasi untuk kita yang kerap berpergian.

Jakarta, 14 Juni 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun