Artinya, pemerintah memang berharap banyak pada kaum perempuan. Bukan saja diharapkan untuk mendukung gerakan anti korupsi tapi justru diposisikan di barisan paling depan untuk memberantas korupsi. Kepada 9 perempuan itulah pemerintah berharap, agar mereka memilih komisioner KPK yang kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Ini memang bukan tugas yang mudah, di tengah hiruk-pikuk KPK-Polri, yang telah menyita energi sebagian besar publik negeri ini.
Bila melihat dari sisi latar belakang dan pengalaman, ke-9 perempuan tersebut terbilang handal di bidangnya masing-masing: Destri Damayanti, ahli ekonomi keuangan dan moneter, Enny Nurbaningsih, pakar hukum tata negara, Harkristuti Harkrisnowo, pakar hukum pidana dan HAM, Betty Alisjahbana, ahli TI dan manajemen, Yenti Garnasih, ahli hukum pidana, ekonomi, dan pencucian uang, Supra Wimbarti, ahli psikologi SDM dan pendidikan, Natalia Subagyo, ahli tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi, Diani Sadiawati, ahli hukum dan perundang-undangan, dan Meuthia Ganie Rochman, ahli sosiologi.
Keterlibatan mereka dalam berbagai aktivitas profesi selama ini, tentulah relevan untuk mencermati serta menyigi sosok-sosok yang pantas untuk menegakkan KPK, sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bermartabat. Reputasi pemerintah, salah satunya, dipertaruhkan di institusi KPK. Bukan hanya di mata publik dalam negeri, tapi juga di mata dunia, dalam konteks meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
[caption id="attachment_367068" align="aligncenter" width="630" caption="Posisi Indonesia sebagai negara nomor 4 dalam daya saing di tingkat Asean, sebenarnya adalah modal yang cukup kuat untuk melompat ke peringkat yang lebih tinggi. Dalam hal ini, tranparansi di berbagai lini, sudah menjadi suatu keharusan, yang tak bisa ditawar-tawar. Dunia yang kian terbuka, menuntut keterbukaan yang dapat dipertanggungjawabkan, agar kredibel dalam interaksi internasional. Foto: kompas.com"]
Indikator Kepastian Hukum
Keberadaan KPK menjadi salah satu indikator bagi negara lain, untuk mendapatkan kepastian hukum, khususnya yang terkait dengan investasi. Bila KPK berfungsi maksimal, tentu praktek kong-kalingkong bisa diminimalkan. Tradisi gratifikasi, bisa dihapuskan. Dalam konteks kepastian hukum ini, Indonesia relatif masih lemah. Ranah hukum kerap dipolitisasi, tergantung siapa yang berkuasa dan kelompok mana yang sedang punya power.
”Sepanjang enam bulan usia pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, penegakan hukum dan keadilan masih jauh dari harapan. Niat pemerintah melakukan reformasi agar hukum makin bermartabat dan terpercaya tampak makin tenggelam ditelan arus ketidakpercayaan publik,” demikian print.kompas.com melansir Konsolidasi Tersandera Kasus Hukum pada Selasa (28/4/2015).
Ketidakpercayaan publik dalam negeri, bukan tidak mungkin, akan berimbas pada keragu-raguan publik luar negeri, dalam hal ini investor asing. Memang, lemahnya penegakan hukum di Indonesia, tidak otomatis berhentinya arus investasi ke dalam negeri. Karena, dalam kenyataannya, justru ada sebagian investor yang dengan sengaja memanfaatkan kelemahan hukum tersebut dalam menjalankan bisnis mereka di negeri ini.
Kecenderungan investor yang memanfaatkan kelemahan hukum tersebut, juga memanfaatkan orang-orang dan pihak-pihak tertentu yang memegang posisi penting di negeri ini. Baik mereka yang duduk di legislatif, eksekutif, yudikatif, bahkan mereka yang menjadi penegak hukum. Tujuan mereka tentu saja untuk meraup laba sebanyak-banyaknya. Karena itulah, negeri ini membutuhkan institusi hukum yang kuat, salah satunya KPK.
Terkait tergerusnya kepercayaan publik akan penegakan hukum, maka ditunjuknya oleh Presiden Joko Widodo, untuk memilih komisioner KPK, juga merupakan bagian dari upaya mengkomunikasikan mekanisme transparansi kepada publik. Untuk mendapatkan komisioner yang kredibel, untuk menegakkan lembaga hukum yang mampu memberikan kepastian hukum. Kredibilitas 9 perempuan di atas, akan ditentukan oleh sosok komisioner yang mereka pilih, kelak.
Jakarta, 22 Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H