Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kajian BBM Per 3 Bulan vs Gejolak Harga Kebutuhan Pokok

21 Mei 2015   10:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_366931" align="alignleft" width="640" caption="Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, mengatakan, akan ada regulasi untuk menstabilkan harga bahan pokok. Ia sedang menunggu Peraturan Presiden. Itu ia katakan di Jakarta pada Sabtu (16/5/2015). Pada awal tahun, Sabtu (17/1/2015), Gobel mengatakan, pemerintah sedang menyusun draf Peraturan Presiden tentang kebutuhan pokok. Pada Selasa (12/5/2015), Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, mengatakan, ia sudah menyerahkan rancangan Perpres tersebut kepada Presiden pada pekan lalu, sebelum kepala negara melawat ke Papua. Pada saat yang sama, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. Foto: print.kompas.com"][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Pemerintah mempertimbangkan pengkajian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar, menjadi tiap 3-6 bulan sekali. Kajian harga BBM sekali sebulan seperti sekarang, berpotensi menimbulkan guncangan ekonomi dan sosial di masyarakat, terutama yang terkait dengan kebutuhan pokok.

Hal itu disampaikan I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Selasa (19/5/2015). Meski kesadaran pemerintah untuk mempertimbangkan ini terlambat tapi tetap patut untuk diapresiasi. Kenapa? Karena langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mengevaluasi kebijakannya serta mencermati apa sesungguhnya yang dialami rakyat akibat fluktuasi harga BBM.

Harga BBM, Momentum Para Pedagang

Harga BBM, sejak dulu hingga nanti, tetaplah merupakan komponen yang super sensitif. Karena, implikasi dari harga BBM, nyaris berimbas ke hampir sebagian besar lini kehidupan. Jangankan naik, isu akan naik saja, sudah cukup bagi para pedagang untuk melambungkan harga, khususnya harga kebutuhan pokok. Tempat yang paling real untuk mendeteksinya adalah pasar tradisional.

Tiap kali pejabat pemerintah di televisi bicara tentang kenaikan harga BBM, maka pada hari itu juga, pedagang di pasar tradisional langsung bereaksi. Mereka seakan menemukan momentum untuk menaikkan harga, meski harga beli mereka masih normal. Memang, mereka tidak langsung jor-joran mengerek harga, seringkali dimulai dengan menaikkan 100-500 rupiah per item barang.

Dari sisi ibu rumah tangga sebagai pembeli, yang rata-rata membeli 10 item barang sekali ke pasar, kenaikan harga tersebut tentu saja langsung terasa. Bila isu kenaikan harga BBM makin menguat, pedagang di pasar tradisional mulai berani mengerek harga kebutuhan pokok menjadi 500-1.000 rupiah per item. Dan, ketika harga BBM benar-benar sudah naik, mereka dengan penuh percaya diri akan mendongkrak harga 1.000-2.000 rupiah per item barang, bahkan lebih.

Inilah perilaku para pedagang di pasar tradisional, yang sensitivitas mereka tidak kalah dibanding para pemain di bursa saham. Harga dan isu kenaikan BBM, menjadi dua komponen yang saling mengintai. Dengan pengkajian harga BBM per bulan seperti yang diterapkan pemerintah sekarang, fluktuasi harga BBM berlangsung dengan dengan sangat cepat. Yang beraksi bukan hanya para pedagang, juga pelaku jasa angkutan yang bergerak di sektor transportasi.

[caption id="attachment_366933" align="aligncenter" width="730" caption="Ini petikan berita dari Harian Ekonomi neraca.co.id, Sejumlah Kebutuhan Pokok di Sukabumi Merangkak Naik, edisi Senin (18/05/2015). Lonjakan harga di atas dihimpun dari sejumlah pedagang di Pasar Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Menurut mereka, kenaikan itu akibat dampak fluktuasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Para distributor mengaku terpaksa menaikkan harga, karena tingginya biaya transportasi. Foto: koleksi pribadi "]

1432177818782834847
1432177818782834847
[/caption]

Hari Besar, Pedagang Berlomba Harga

Selain karena fluktuasi harga BBM, hari-hari besar seperti Ramadhan, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru adalah juga momen-momen penting yang dimanfaatkan para pedagang untuk menggenjot harga kebutuhan pokok. Seperti hari-hari ini, harga kebutuhan pokok sudah mulai merangkak naik, padahal ramadhan masih sekitar sebulan lagi. Pedagang di pasar tradisional nampaknya sepakat untuk tak hendak kehilangan momentum meraup untung.

Sejauh ini, pemerintah belum membahas dan juga belum mengemukakan rencana terkait antisipasi lonjakan harga pada ramadhan, tapi pedagang di pasar tradisional sudah melancarkan aksi dengan menaikkan harga barang kebutuhan pokok. Sebagaimana dikemukakan I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja di atas, pemerintah baru pada tahap mempertimbangkan pengkajian harga BBM, tapi pedagang di pasar tradisional sudah mengeksekusinya dengan menaikkan harga barang kebutuhan pokok.

Mungkin agak sinis kalau kita katakan bahwa pemerintah selalu terlambat mengantisipasi beban yang harus dipikul rakyat. Yang menanggung seluruh beban kenaikan harga kebutuhan pokok itu kan rakyat. Bukankah seharusnya pemerintah yang kabarnya pro-rakyat ini, mestinya hadir di tengah-tengah para pedagang, demi meminimalkan beban kenaikan harga yang harus ditanggung rakyat?

Kalau faktor penyebab kenaikan harga kebutuhan pokok adalah dampak dari fluktuasi kenaikan harga BBM, tentu bisa dicarikan solusi melalui kebijakan yang terkait dengan pelaku usaha jasa angkutan transportasi barang kebutuhan pokok. Kalau kenaikan harga kebutuhan pokok karena tidak lancarnya arus pasokan barang, seperti pada sebulan menjelang ramadhan ini, tentu pemerintah bisa melakukan langkah-langkah dalam tata-kelola barang kebutuhan pokok.

[caption id="attachment_366935" align="aligncenter" width="724" caption="Ini petikan berita dari tempo.co, Harga Jengkol Naik, Pelanggan Panik, edisi Rabu, (20/05/2015) | 12:28 WIB. Lonjakan harga di atas dihimpun dari sejumlah pedagang di Pasar Panjang, Jalan Sutaatmadja, Kota Subang, Jawa Barat. Para pedagang pasar tradisional ini memprediksi, bawang merah dan cabai merah merupakan dua komoditas sayur yang kenaikan harganya tidak akan tertandingi komoditas lain. Foto: koleksi pribadi"]

1432177937477388625
1432177937477388625
[/caption]

Harga BBM dan Puasa, Akumulasi Lonjakan Harga

Sementara dampak kenaikan harga kebutuhan pokok akibat fluktuasi harga BBM belum teratasi oleh pemerintah, kini faktor kenaikan harga bertambah dengan situasi menjelang ramadhan. Gejolak harga kebutuhan pokok yang terjadi di dua pasar tradisional di Jawa Barat: Pasar Cisaat, Kabupaten Sukabumi, dan Pasar Panjang, Kota Subang, tersebut menunjukkan kepada kita, betapa tata-kelola barang-barang kebutuhan pokok rakyat berada di luar jangkauan pemerintah.

Mekanismenya dibiarkan berada di tangan para pedagang, juga para spekulan. Padahal, Jawa Barat merupakan salah satu sentra barang kebutuhan pokok, yang semestinya tata-kelolanya dicermati dengan sungguh-sungguh agar dampak lonjakan harga bisa diminimalkan. Artinya, sudah seharusnya pemerintah hadir, kalau pemerintah saat ini masih dengan gagah mengklaim diri sebagai pemerintahan yang pro-rakyat, berpihak kepada rakyat. Toh, ini menyangkut harga barang-barang kebutuhan pokok rakyat.

Kondisi dan situasi lonjakan harga kebutuhan pokok yang serupa, juga terjadi di Provinsi Jawa Timur, yang sesungguhnya juga merupakan sentra barang kebutuhan pokok. Alangkah nahasnya nasib rakyat dibiarkan berada di bawah tekanan dan himpitan harga. Lonjakan harga-harga tersebut seakan turut menyambut Hari Kebangkitan Nasional, yang mewujud dalam kebangkitan harga barang kebutuhan pokok. Semua ini terjadi di pasar tradisional, yang menjadi tumpuan sebagian besar rakyat negeri ini. Mungkin, inilah wujud ekonomi kerakyatan yang kini diagung-agungkan.

[caption id="attachment_366936" align="aligncenter" width="713" caption="Ini petikan berita dari tempo.co, Puasa Masih Sebulan, Harga Kebutuhan Pokok Naik, edisi Sabtu (16/05/2015) | 04:10 WIB. Lonjakan harga di atas dihimpun dari sejumlah pedagang pasar tradisional di Pasar Banjarejo dan Pasar Besar Kota, Kota Bojonegoro, Jawa Timur. Martono, pedagang yang tinggal di Kelurahan Ledok Kulon, Bojonegoro, berharap, pemerintah turun tangan menstabilkan harga kebutuhan pokok tersebut. Foto: koleksi pribadi "]

14321780842060563456
14321780842060563456
[/caption]

Para penguasa negeri ini menggelontorkan istilah ekonomi kerakyatan dan mengklaim berbagai kebijakan sebagai terobosan. Itu pun masih dilanjutkan dengan hiburan harapan agar rakyat bersabar. Mereka memang bebas bicara dan membuat kebijakan apa saja, tapi pada akhirnya yang merasakan adalah rakyat. Itulah yang membedakan penguasa dengan rakyat. Penguasa menetapkan aturan, rakyat yang menanggung akibatnya.

Jakarta, 21 Mei 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun