Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kota Mukomuko, Spirit Desa Cerdas Menuju Kota Cerdas

18 Mei 2015   11:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sekolah ini modal awalnya dari saya dan istri saya. Kami bersepakat menjual kebun sawit, lalu hasil penjualannya, saya sisipkan beberapa gram emas untuk istri. Selebihnya, uang itu kami belikan tanah seluas seperempat hektar untuk mendirikan sekolah," ujar Muhammad Zabur, sebagaimana ditulis kompas.com pada Senin, 21 April 2014 | 19:19 WIB, Dirikan Sekolah Gratis di Bengkulu, Petani Ini Sempat Dianggap Gila.

Sesungguhnya, apa yang dilakukan Muhammad Zabur benar-benar gila, gila pada edukasi. Kegilaan untuk mencerdaskan warga desanya inilah yang barangkali kelak akan mencatat Desa Aur Cina sebagai desa yang menjadi sumber inspirasi bagi gerakan Kota Mukomuko menuju Kota Cerdas. Prof. Toshio Obi, pakar pengembangan kota cerdas atau smart city dari Waseda University, Tokyo, dalam pertemuan Kota Cerdas Asia Afrika atau Africa Smart City Summit (AASCS) di Trans Luxury Hotel, Bandung, Rabu (22/4/2015), mengatakan, pengembangan kota cerdas di kawasan Asia Afrika kerap terkendala oleh beberapa hal, antara lain, pendanaan, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pemerintahan, dan tata kelola.

Merunut kepada apa yang dikemukakan Toshio Obi tersebut, setidaknya Muhammad Zabur sudah melangkahkan kakinya untuk konteks pengembangan sumber daya manusia (SDM), melalui jalur pendidikan. Dan, sebagaimana kita paham, pendidikan adalah salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM. Sadar akan pentingnya kualitas SDM, meski merupakan sekolah full gratis, Muhammad Zabur merekrut para sarjana untuk menjadi guru di sana. Semua guru di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada adalah sarjana.

[caption id="attachment_366377" align="aligncenter" width="780" caption="Para pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada sedang latihan baris-berbaris untuk upacara bendera. Latar belakang nampak kondisi bangunan sekolah. Ini situasi-kondisi tahun 2014. Meski sempat dianggap gila, tapi sang pendiri, Muhammad Zabur, tetap teguh niat serta tekadnya, demi untuk mencerdaskan warga desanya. Foto: kompas.com"]

1431923370260819358
1431923370260819358
[/caption]


Satu Niat, Satu Tekad

Perbuatan baik, seringkali berjodoh pula dengan perilaku baik. Niat baik kerap pula dipertemukan dengan yang baik. Itulah yang bisa kita saksikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada. Niat baik Muhammad Zabur bertemu dengan orang baik bernama Susita, yang juga warga Desa Aur Cina. Perempuan cantik berusia 23 tahun ini adalah salah seorang dari 14 orang guru di madrasah tersebut. Ia sarjana lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Geografi, di Universitas Hazairin, Bengkulu.

Tiga kali sepekan, dengan total jam mengajar 10 jam per pekan, Susita menjadi bagian dari proses belajar-mengajar untuk mencerdaskan anak-anak petani di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada. Dari rumahnya, Susita menggunakan kendaraan bermotor untuk pergi mengajar. Ia cukup tangkas mengendarai sepeda motornya, melalui jalan-jalan desa yang licin dan becek, berzig-zag untuk melintasi jalan yang berlubang-lubang.

Semua itu bukan halangan bagi Susita, juga bukan hambatan bagi guru-guru yang lain. Karena, niat mereka sama dengan niat Muhammad Zabur: mencerdaskan warga desa. Gaji yang diterima para guru, boleh dibilang hanya untuk sekadar pengganti uang bensin. "Semua guru di sini sarjana dan mereka bekerja dengan ikhlas, bahkan tidak digaji. Kalaupun ada sumbangan dari beberapa donatur, barulah mereka gajian. Namun, selebihnya guru-guru kami tidak digaji, mereka bekerja secara swadaya dan ikhlas," kata Muhammad Zabur, yang sehari-hari bekerja sebagai seorang petani dan petugas irigasi di desa tersebut.

Keikhlasan serta kesungguhan Muhammad Zabur telah memotivasi mereka untuk turut berkontribusi, turut berpartisipasi sesuai kapasitas masing-masing. Demikian pula halnya dengan partisipasi warga desa dalam membangun sekolah ini secara gotong-royong tanpa upah. Partisipasi warga untuk memenuhi kebutuhan bersama adalah salah satu komponen penting dalam membangun Kota Cerdas. Itu sudah terjadi, sudah terwujud di Desa Aur Cina. Maka, tidak berlebihan rasanya bila Desa Aur Cina kelak akan tercatat sebagai desa yang menjadi sumber inspirasi bagi gerakan Kota Mukomuko menuju Kota Cerdas.

Jakarta, 18 Mei 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun