Djunijanti Peggie tertarik pada Kupu-kupu sejak masih belajar di SMA Regina Pacis, Bogor, karena kerap mendaki gunung dan melakukan kegiatan lintas alam. Ia menyelesaikan S-1 di Universitas Nasional Jakarta, S-2 di University of London, dan S-3 di Cornell University. Perjalanan studi yang mengagumkan dan kecintaannya pada alam Indonesia yang sangat patut diapresiasi. Foto: print.kompas.com dan kelanakelapa.files.wordpress.com
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Djunijanti Peggie. Ia doktor Kupu-kupu pertama di Indonesia, lulusan Cornell University, Amerika. Ia ingin berbagi ilmu tentang Kupu-kupu melalui buku. Tapi, penerbit mayor tidak berminat menerbitkan bukunya, karena dianggap tidak komersial. Bagaimana ia menyiasatinya?
Anda yang ingin menerbitkan buku tapi ditolak oleh penerbit mayor, barangkali ada baiknya menyerap spirit Djunijanti Peggie: tak kenal menyerah. Ya, ibu tiga anak ini, tak mau menyerah, meski penerbit mayor pernah menolak menerbitkan bukunya, karena dinilai tidak komersial. Ia bergerak dari satu penerbit ke penerbit lain. Ia meyakinkan mereka, betapa pentingnya informasi tentang Kupu-kupu disebarluaskan kepada publik, demi menjaga lingkungan hidup.
Indonesia Punya 2.000 Spesies
Peggie paham, topik tentang Kupu-kupu memang bukan topik yang hot. Apalagi bila mengingat, betapa sedikitnya masyarakat yang peduli dengan Kupu-kupu. Jadi, pantaslah bila penerbit mayor menilainya tidak komersial. Sebaliknya, sebagai peneliti dan kurator Kupu-kupu (1990-sekarang) di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Peggie yakin betul bahwa pengetahuan tentang Kupu-kupu perlu disebarluaskan. Salah satunya, melalui buku.
Kenapa? Ada banyak alasan yang mendasarinya. Pertama, Kupu-kupu adalah salah satu kekayaan alam Indonesia. ”Di dunia, jenis Kupu-kupu terbanyak ada di Amerika Selatan, yakni 3.500 spesies. Indonesia memiliki jenis Kupu-kupu endemik terbanyak di dunia. Dari 2.000 jenis Kupu-kupu di Indonesia, sekitar 40 persen jenis endemik,” kata Peggie, dalam wawancaranya dengan print.kompas.com, Jumat, 24 April 2015, Inspirasi Hidup dari Kupu-kupu.
Kedua, keberadaan Kupu-kupu berguna sebagai indikator untuk mendeteksi kualitas lingkungan. Artinya, di kawasan yang jarang atau bahkan tidak ditemukan Kupu-kupu, itu menandakan bahwa area itu sudah rendah kualitas lingkungannya. Bagaimana dengan area di sekitar tempat tinggal Anda? Apakah Anda masih melihat ada Kupu-kupu atau malah tidak pernah melihatnya sama sekali?
Bila memang tidak pernah melihat Kupu-kupu, alangkah bagusnya jika Anda memperbaiki kualitas lingkungan di sekitar tempat tinggal Anda. Misalnya, dengan menanam bunga dalam pot. Baik diletakkan di halaman maupun digantung di dinding luar rumah. Tanaman tersebut akan memproduksi oksigen secara alamiah, yang akan memperbaiki kualitas udara di sekitar rumah Anda.
Gerbang Taman Nasional Bantimurung, Sulawesi Selatan, yang memiliki 300 spesies Kupu-kupu dan tiga buku karya Djunijanti Peggie: Precious and protected Indonesian butterflies, Kupu-kupu Indonesia yang bernilai dan dilindungi (Penerbit: PT. Binamitra Megawarna, 2011), Mengenal Kupu-kupu (Penerbit: Pandu Aksara Publishing, 2014), dan Practical guide to the butterflies of Bogor Botanic Garden, Panduan praktis kupu-kupu di Kebun Raya Bogor (Penerbit: Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI) ditulis Djunijanti Peggie bersama Mohammad Amir. Foto: detik.com dan kelanakelapa.files.wordpress.com
Peta Spesies Kupu-kupu Indonesia
Berkat kegigihannya untuk berbagi pengetahuan tentang Kupu-kupu, akhirnya Peggie berhasil bekerja sama dengan penerbit kecil, yang bersedia mencetak bukunya dengan jumlah ratusan buku. Setidaknya, ini menunjukkan kepada kita bahwa berjuang untuk menerbitkan buku, khususnya yang terkait dengan topik yang tidak hot, memang membutuhkan spirit ekstra dan kesungguhan yang juga ekstra.
Sebagai peneliti dan sebagai ilmuwan yang ahli tentang Kupu-kupu, Peggie yakin bahwa banyak hal unik tentang Kupu-kupu yang belum diketahui publik. Misalnya, terkait siklus hidup yang relatif singkat, sekitar 4 bulan, Kupu-kupu telah digunakan dalam berbagai penelitian genetika, ekologi, dan lain-lain. Bahkan, dalam penelusuran evolusi, keberadaan Kupu-kupu di berbagai belahan dunia, telah turut memberikan kontribusi yang besar terhadap pengetahuan dan pemahaman biogeografi.
Karena itulah, meski butuh perjuangan ekstra, Peggie terus menyusun buku panduan tentang Kupu-kupu yang bisa diakses masyarakat secara luas. Ia juga menulis di media nasional dan majalah anak-anak tentang Kupu-kupu. Peggie berangan-angan, suatu saat ia akan membuat peta sebaran semua spesies Kupu-kupu Indonesia yang tercatat sebanyak 2.000 jenis, seperti yang ada di buku-buku panduan lapangan di Eropa dan Amerika.
Angan-angan Peggie tersebut, sudah sepatutnya diapresiasi, agar suatu saat bisa terwujud. Bagaimanapun juga, kekayaan alam Indonesia akan Kupu-kupu sudah tercatat di dunia sejak 161 yang lalu, berkat perjuangan ekstra keras Alfred Russel Wallace. Ia adalah seorang naturalis yang lahir pada tahun 1823 di Monmouthshire, Inggris, yang selama 8 tahun (1854-1862), melakukan penelitian terhadap keanekaragaman flora fauna di wilayah geografis yang kini bernama Indonesia.
Buku The Malay Archipelago karya Alfred Russel Wallace diterbitkan pertama kali pada 1869. Buku ini sangat penting untuk Teori Evolusi. Kemudian, pada 2009, buku ini diterbitkan oleh Komunitas Bambu dalam bahasa Indonesia, dengan judul Kepulauan Nusantara. Foto: Hulton-Deutsch Collection
Bantimurung, The Kingdom of Butterfly
Hasil penjelajahan serta penelitian Alfred Russel Wallace selama 8 tahun tersebut, ia tuliskan dalam The Malay Archipelago. Dalam bukunya yang sangat bersejarah itu, Wallace menjelaskan bahwa di kawasan Bantimurung, Sulawesi Selatan, terdapat 300 spesies Kupu-kupu yang menakjubkan, hingga ia menyebut area ini sebagai The Kingdom of Butterfly. Keberadaan Kupu-kupu tersebut telah membantu Wallace untuk menentukan garis pembatas flora dan fauna di Indonesia.
Maka, sudah pada tempatnya, bila kita menyimak catatan Prof. Sangkot Marzuki tentang Wallace dalam Kepulauan Nusantara. Ketua Dewan Pengurus Yayasan Wallacea Indonesia tersebut menuliskan catatan di buku itu, bahwa Alfred Russel Wallace adalah nama besar dalam jagat ilmu pengetahuan dunia. Melalui bukti-bukti, peninggalan Wallace dengan nyata teraba dan dengan mudah teridentifikasi bahwa Wallace adalah bagian dari sejarah bangsa Indonesia.
Area Bantimurung yang merupakan surga Kupu-kupu itu, sejak 18 Oktober 2004, ditetapkan pemerintah sebagai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, dengan luas sekitar 43.750 hektar. Taman nasional ini ditunjuk menjadi kawasan konservasi sekaligus destinasi wisata alam. Selain menyaksikan Kupu-kupu, pengunjung juga bisa menikmati wisata sungai, air terjun, dan gua.
Secara administrasi pemerintahan, kawasan ini terletak di wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Menurut Matimu (1977) dan Achmad (1998) dalam Buku Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (2006), terdapat 103 jenis Kupu-kupu di sana. Taman ini berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Makassar dan dapat ditempuh dengan mobil sekitar 1 jam.
Di Museum Kupu-kupu yang ada di sana, kita bisa menambah pengetahuan tentang salah satu kekayaan alam Indonesia ini. Selain itu, di tempat penangkaran Kupu-kupu, kita juga dapat menyaksikan secara langsung tahap demi tahap kehidupan Kupu-kupu dari dekat: sejak dari telur, berubah menjadi ulat, berlanjut jadi kepompong, hingga menjelma jadi Kupu-kupu yang menakjubkan.
Jakarta, 26 April 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H