[caption id="attachment_359715" align="aligncenter" width="600" caption="Melalui Hugging Run 2015 ini, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama Limaplus Komunika, menggugah kita semua, supaya aktif memahami HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya. Agar tak salah langkah, agar tak salah kaprah. Dengan demikian, kita bisa mengelola perilaku serta sikap kita untuk menjaga diri dan keluarga, serta menempatkan ODHA dengan sebagaimana mestinya. Foto: koleksi pribadi "][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Sebaran Orang Dengan HIV/AIDS atau ODHA kian meluas. Ada di kota maupun di desa. Ada buruh, juga pengusaha. Ada pesuruh serta pejabat tinggi. Ada Pekerja Seks Komersial (PSK), ada pecandu narkoba. Ada anak-anak, ada pula orang tua. Dan, belakangan ini, ibu rumah tangga yang menjadi ODHA, terus bertambah.
Mencemaskan? Tentu saja, iya. Mencengangkan? Juga, iya. Tapi, cemas dan tercengang saja, belumlah cukup untuk meredam deretan angka ODHA yang terus merangkak naik, dari waktu ke waktu. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama Limaplus Komunika, tak hendak larut dalam cemas. Mereka, pada Sabtu-Minggu, 30-31 Mei 2015, mendatang menggelar Hugging Run 2015. Tujuannya, untuk menggugah kita semua, supaya aktif memahami HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya. Agar tak salah langkah, agar tak salah kaprah.
Hugging Run Menggugah Keluarga
Seharusnya, keluarga adalah pelindung utama bagi anggota keluarga yang ada. Saling memahami, juga saling melindungi. Namun, dalam konteks HIV/AIDS, seringkali yang terjadi adalah sebaliknya: gagal paham dan gagal lindung. Anggota keluarga yang ODHA, dikucilkan, disingkirkan, bahkan dibuang dari rumpun keluarga. Reaksi semacam itu bukan saja sudah melampaui batas kemanusiaan tapi sudah masuk kategori tidak berperikemanusiaan.
Kenapa? Karena, ODHA sejatinya juga tak hendak jadi ODHA. Ibu rumah tangga, misalnya, bukan kehendak mereka untuk jadi ODHA. Tapi, sang suami yang kerap bertukar-pasangan seks di luar rumah, yang menyeret para ibu rumah tangga tersebut jadi ODHA. Dengan kondisi yang demikian, patutkah mereka dikucilkan, disingkirkan, bahkan dibuang dari rumpun keluarga? Kita bisa mengetuk hati nurani masing-masing untuk menjawabnya.
Agar tak salah jawab dan agar tak salah kaprah, sudah waktunya kita membekali diri dengan pemahaman yang sebenar-benarnya tentang HIV/AIDS, Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome. ”Bukan pada tempatnya lagi untuk bersikap tak mau tahu dan tak peduli tentang HIV/AIDS. Karena, ODHA sudah menjadi sesuatu yang kompleks, bila dibandingkan dengan situasi-kondisi tahun 1987-1997,” ungkap Devi Fitriana Anggraheni, Public Relation PKBI, dalam diskusi tentang HIV/AIDS dengan sejumlah wartawan, blogger, dan Kompasianer di Kantor PKBI, Jl. Hang Jebat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, hari Senin (6/4/2015).
Pada era tersebut, kelompok homoseksual dijadikan kambing hitam sebagai sumber penularan HIV/AIDS. Kini, mereka yang berada di ranah heteroseksual pun, sebagian sudah menjadi ODHA. Di tengah maraknya atmosfir kebebasan, perilaku kehidupan orang per orang, telah menyeret sebagian dari mereka menjadi ODHA. Karena itulah, PKBI bersama Limaplus Komunika merancang Hugging Run 2015 ini sebagai gerakan untuk menggugah seluruh anggota keluarga agar memahami HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya.
[caption id="attachment_359716" align="aligncenter" width="606" caption="Suasana diskusi tentang HIV/AIDS dengan sejumlah wartawan, blogger, dan Kompasianer di Kantor PKBI, Jl. Hang Jebat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, hari Senin (6/4/2015). Devi Fitriana (nomor dua dari kiri), Anya dan Shinta dari Limaplus Komunika (nomor empat dan lima dari kiri). Mereka berbagi pengalaman dalam hal mengkomunikasikan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat melalui media. Foto: koleksi pribadi"]