Cermat dengan Kapasitas
Teruslah berlatih menulis, meski kapasitas pengetahuan kita tentang topik yang hendak kita tulis relatif terbatas. Kesadaran akan keterbatasan ini, hendaknya dicermati dengan hati-hati. Artinya, agar kita tidak terjebak meng-klaim suatu realitas yang belum sepenuhnya kita pahami. Dengan kata lain, jangan sampai keterbatasan pengetahuan kita, justru mempertontonkan kepada pembaca, betapa sempitnya wawasan kita sebagai penulis.
Much. Khoiri memberikan contoh dalam tulisan Membaca Pikiran Lewat Tulisan. Jika ada penulis yang menegaskan bahwa fenomena mudik hanya terjadi di Indonesia, itu artinya wawasannya sempit. Mengapa? Mudik terjadi di sejumlah tempat di bumi ini. Orang Bangladesh mudik berlebaran seperti kita, orang Malaysia menyebutnya balik-kampung. Pada hari armina, orang Arab juga mudik. Orang Inggris dan Amerika punya Natal dan atau Thanksgiving Day.
Orang Hindu Bali punya tawur kesanga, orang Hindu India punya hari Divali, orang Yahudi punya hari Hanukah, orang Korea Selatan punya Tsusel (Hari Panen), dan orang China mudik besar saat Hari Raya Imlek. Contoh di atas menunjukkan bahwa klaim fenomena mudik hanya terjadi di Indonesia adalah sesuatu yang rawan, bahkan mungkin menyesatkan, bila dikemukakan kepada publik.
Artinya, tulislah hal yang memang sudah kita pahami dengan benar. Tak ada gunanya kita mengeralisir realitas, hanya untuk nampak hebat. Juga, tak ada perlunya kita memprediksi sesuatu dalam tulisan, padahal kapasitas analisa kita masih terbatas. Kesadaran akan kapasitas diri ini memang perlu dibangun sejak awal sebagai fondasi dalam aktivitas penulis. Setidaknya, ini merupakan salah satu jalan untuk menjadi penulis yang berkontribusi pada kecerdasan publik.
Jakarta 23-03-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H