Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Peniti Community, Wadah Kompasianer Menerbitkan Buku

23 November 2014   18:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:03 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_337189" align="aligncenter" width="502" caption="Sebagian tim Penity Community pamer diri dan pamer buku yang sudah diterbitkan di depan banner Kompasianival 2014. Foto: koleksi pribadi"][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Peniti Community (PC) menemukan formatnya di arena Kompasianival 2014. Ada tatap-muka, ada dialog, ada share pengalaman menulis, ada kebanggaan sebagai penulis buku, dan ada transaksi, tentunya.

PC adalah komunitas para Kompasianer. Sebagai komunitas baru, PC menjadi wadah bagi para Kompasianer yang hendak menerbitkan karya menjadi buku. Sejak 2013, sudah 13 buku Kompasianer yang diterbitkan dan secara marketing, diserap dengan baik oleh para peminat buku. Ini bagian dari upaya untuk menerobos mekanisme penerbitan buku di sejumlah penerbit mayor, yang umumnya birokrasinya relatif panjang.

Dialog Buku Ala PC

Di boot Peniti Community, di Kompasianival 2014, ada sejumlah buku yang sengaja digelar di atas meja. Maria Margaretha adalah Kompasianer yang berdinas mengelola boot tersebut. Maria sendiri sudah punya buku Guru Plus, Edukasi Tanpa Sisi. Di sekitaran meja, ada Rifki Feriandi, Kompasianer yang juga sudah punya buku Cara Narsis Bisa Nulis. Juga, ada Thamrin Sonata, sang founder Peniti Community.

Sepanjang pagi hingga sore, boot itu ramai dirubungi para Kompasianer. Sebagian besar yang datang, menyatakan minat serta keinginannya untuk menerbitkan karya menjadi buku. Rifki dengan cekatan tampil sebagai marketing yang andal. “Kalau tulisannya sudah banyak, bisa diterbitkan buku dalam format kumpulan tulisan. Tema dan benang merah buku itu, bisa dikonsultasikan dengan Thamrin Sonata,” papar Rifki kepada Kompasianer yang merubung.

Rifki pun berbagi pengalaman. Ia pada mulanya tidak percaya diri untuk menerbitkan karyanya sebagai buku. Tapi, Thamrin, setelah membaca sejumlah tulisan Rifki di Kompasiana, meyakinkan bahwa itu oke untuk diterbitkan jadi buku. Responnya, di luar dugaan. Setelah buku terbit, Rifki dan Thamrin duet menjadi pembicara dalam workhop penulisan di sebuah sekolah di Majalengka, Jawa Barat.

Peminat yang hendak memiliki buku Rifki pun mengalir. “Sekitar 200 eksemplar lebih, sudah diserap pasar lewat penjualan indie. Ada juga yang memesan via inbox di Kompasiana,” lanjut Rifki, yang sehari-hari adalah seorang consultant infrastructure di Jakarta. Ini makin memicu semangatnya menulis. Kepercayaan dirinya tumbuh. Rasa bangga tentu saja ada, karena pikirannya serta gagasannya yang disampaikan lewat karya, ternyata diapresiasi publik dengan positif.

[caption id="attachment_337192" align="aligncenter" width="640" caption="Tim Penity Community diwawancarai KoplakYoBand, komunitas Kompasianer yang kerap menulis humor di Kompasiana, yang punya studio mini di arena Kompasianival 2014. Foto: koleksi pribadi "]

14167161621765304442
14167161621765304442
[/caption]

Terjaga Setelah Editing

Rata-rata, Kompasianer yang berkunjung ke boot Peniti Community, menyatakan kurang percaya diri untuk menerbitkan karya di Kompasiana menjadi buku. Padahal, kalau ingat ucapan Pepih Nugraha, kini Chief Operating Officer (COO) Kompasiana, di Kompasianival 2013, Jumat, 22 November 2013, pukul 17.00-17.50 WIB, di Fountain Atrium, Grand Indonesia Shopping Town 3A, Jalan MH Thamrin No. 1, Jakarta Pusat, sebenarnya rasa kurang percaya diri itu sudah bisa dikikis.

Ketika itu, Kang Pepih mengatakan, Anda yang sudah menulis di Kompasiana adalah orang hebat. Kenapa? Karena, Anda sudah percaya diri untuk menyampaikan gagasan ke publik luas. Bahwa cara Anda menulis atau teknik penulisan Anda belum baik, itu adalah proses. Kang Pepih saat itu bahkan sampai menekankan, di Kompasiana, Anda adalah penulis, bukan sekadar penulis status seperti di Facebook.

Thamrin Sonata yang selama ini berperan sebagai Editor di Peniti Community, juga menyadari aspek penulisan tersebut. Ia dengan cermat melakukan proses editing. Setelah sebuah tulisan ia edit, seringkali ia e-mail hasilnya kepada sang penulis, untuk memastikan, bahwa pokok pikiran sang penulis tetap terjaga dan tak hilang karena proses editing.

Ada kalanya juga, Thamrin meminta sang penulis untuk menambah beberapa alinea di bagian tertentu di sebuah tulisan, agar makna yang dikandung tulisan tersebut lebih kuat serta lebih komprehensif. Ini memang kategori rahasia dapur seorang editor, tapi saya pikir ini tak ada salahnya kita ketahui dan pahami bersama, demi kualitas karya yang hendak diterbitkan menjadi buku.

[caption id="attachment_337194" align="aligncenter" width="432" caption="Para kerabat Penity Community berparade di arena Kompasianival 2014 sembari membawa buku-buku. Foto: Thamrin Sonata"]

1416716331256659520
1416716331256659520
[/caption]

Buku Untuk Peluang Baru

Menerbitkan buku, tentu bukanlah tujuan akhir. Tapi, dengan memiliki buku, saya percaya, akan terbuka peluang baru. Di arena Kompasianival 2014, saya bertemu kemudian berdiskusi dengan Tarjum Sahmad, Kompasianer dari Subang, Jawa Barat. Tahun 2011, bukunya Bipolar, Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah sudah diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Kemudian, ia lanjutkan dengan menerbitkan buku dalam format e-book, yang ia pasarkan secara indie via media sosial.

Responnya cukup baik. Tarjum sendiri sehari-hari bekerja di bagian Human Resources Development di sebuah pabrik garmen di Subang. Ia meminati bidang psikologi, meski ia sendiri tak punya latar belakang pendidikan formal di bidang itu. “Saya studi secara otodidak, melalui literatur dan pengalaman lapangan. Saya ingin hidup dari menulis dan menerbitkan buku,” ungkapnya dalam perjalanan pulang dari Kompasianival 2014.

Tarjum tentu tak sendiri. Saya pikir, ada banyak Kompasianer yang memiliki keinginan seperti Tarjum. Karena itulah, Peniti Community mencoba mewadahi, mencarikan jalan agar karya Kompasianer bisa diterbitkan menjadi buku. Wadah ini memang belum sempurna, karena komunitas ini juga baru seumur jagung. Tapi, dengan spirit kebersamaan, saya percaya, ada banyak keinginan yang bisa diwujudkan.

Dalam program mewadahi penerbitan buku ini, Peniti Community bukan hanya berpihak pada Kompasianer yang bermukim di Jakarta saja, tentunya. Gaganawati, misalnya, Kompasianer yang bermukim nun jauh di Jerman sana, juga diwadahi oleh komunitas ini. Bukunya yang sudah diterbitkan 38 WIB – Wanita Indonesia Bisa. Teknologi Informasi yang sudah berkembang demikian pesat, memberi banyak keleluasaan kepada kita untuk berkarya, tanpa terbelenggu oleh batas-batas geografis.

Jakarta, 23 November 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun