Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

DPR Secara Aklamasi Angkat Tersangka Korupsi Jadi Kapolri

15 Januari 2015   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_346395" align="aligncenter" width="700" caption="Ketua Komisi III DPR RI, Azis Syamsudin dari Partai Golkar (kiri) dan Komisaris Jenderal Budi Gunawan (kanan), berbincang intens di rumah Budi, Selasa (13/1/2015) beberapa jam setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Rabu (14/1/2015), Komisi III secara aklamasi mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri. Foto: tribunnews.com"][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Budi Gunawan memiliki dua status baru: Tersangka Korupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) dari Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dengan kedua status itu, Budi Gunawan akan menjadi lokomotif penegakan hukum di negeri ini.

Adakah yang gusar? Di mata hukum, status Tersangka belumlah status yang memiliki kekuatan hukum tetap. Karena itulah, Istana yang menjadi penguasa dan politisi di Senayan yang menjadi pusat perwakilan rakyat, melakukan kebulatan tekad untuk mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri. KPK juga terus bertekad mengikis habis korupsi.

Rakyat? Silakan kerja, kerja, dan kerja di tengah 7,24 juta penduduk yang menganggur saat ini, di tengah himpitan ekonomi akibat harga sandang-pangan-papan yang terus membubung tinggi. Sesekali, bila ada waktu luang, tak ada salahnya menyanyikan petikan Manusia Setengah Dewa-nya Iwan Fals: Wahai presiden kami yang baru/Kamu harus dengar suara ini/Turunkan harga secepatnya/Berikan kami pekerjaan/Tegakkan hukum setegak-tegaknya/Adil dan tegas tak pandang bulu.

Calon Tunggal, Dipilih Aklamasi

Seremoni politik bernama fit and proper test itu sudah usai. Komisi III DPR menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kapolri. Hebatnya, keputusan itu diambil secara aklamasi. Ketua Komisi III, Azis Syamsudin, adalah politisi Partai Golkar. Budi Gunawan disorongkan PDI Perjuangan, sebagai partai yang berkuasa saat ini. Begitulah cara para elit politik mempertontonkan persekongkolan politik kepada publik. Calonnya tunggal, dipilihnya aklamasi.

Wakil Presiden Adam Malik pernah berkata, semua bisa diatur. Presiden Abdurrahman Wahid pernah berujar, gitu aja kok repot. Di tahun 2001, Megawati Soekarnoputri dengan PDI Perjuangan bersama Akbar Tanjung dengan Partai Golkar, mengatur penggusuran Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari kursi Presiden. Maka, jadilah Megawati sebagai perempuan pertama Indonesia yang menduduki kursi Presiden. Ia dilantik pada Senin, 23 Juli 2001, dengan Hamzah Haz sebagai wakil.

Penggusuran Gus Dur itu dilakukan PDI Perjuangan bersama Partai Golkar dengan mekanisme Sidang Istimewa. Posisi Megawati saat itu adalah Wakil Presiden. Gus Dur dan Mega dilantik pada Rabu, 20 Oktober 1999. Gus Dur merupakan Presiden RI ke-4, setelah lengsernya B.J Habibie. Teten Masduki yang kala itu menjadi koordinator Indonesia Corruption Watch, dalam risalahnya Prospek Korupsi di Era Megawati, yang dipublikasikan Rabu, 8 Agustus 2001, menyebut penggusuran Gus Dur itu sebagai impeachment.

Alasan utama yang dijadikan dasar impeachment, karena Gus Dur dinilai menabrak konstitusi yang diawali sejumlah tudingan terhadap Gus Dur yang diduga terlibat korupsi dalam kasus Bulog dan Brunei. Gus Dur tidak ditetapkan sebagai tersangka. Kasus korupsi itu sendiri, hingga saat ini, tidak pernah disidangkan di pengadilan. Meski demikian, PDI Perjuangan dan Partai Golkar bersekongkol menggulingkan Presiden Abdurrahman Wahid.

[caption id="attachment_346396" align="aligncenter" width="648" caption="Sejak penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, hingga pemilihan di Komisi III DPR RI yang diketuai Azis Syamsudin dari Partai Golkar, aroma kolaborasi Merah-Kuning terasa demikian kuat. Ada kekuatan besar di balik Istana, ada power kuat di balik Komisi III. Megawati Soekarnoputri dan Aburizal Bakrie senantiasa membayangi. Foto: Foto: koran tempo dan bisnis.com"]

14212849011181971492
14212849011181971492
[/caption]

Kolaborasi Merah-Kuning

Aksi kolaborasi Merah-Kuning itu nampaknya kembali berulang. Tapi, dengan situasi dan kondisi yang sebaliknya. Bila dulu Gus Dur digulingkan karena dituding korupsi, kini Budi Gunawan yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi, diusung rame-rame untuk menjadi Kapolri. Politik memang kerap berulang, bahkan seringkali berulang-ulang.

Terkait dengan penggulingan Gus Dur waktu itu, ada alasan lain yang digelembungkan kubu Megawati saat itu yakni tentang moralitas politik, yang pemerintah semestinya menampilkan pemerintahan yang bersih dan respek terhadap pemberantasan korupsi. Dengan kebulatan tekad mengusung Budi Gunawan sebagai Kapolri, yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi, entah di mana posisi moralitas politik itu kini.

Entah di mana pula ditempatkan komponen respek terhadap pemberantasan korupsi. Situasi legislatif-eksekutif-yudikatif saat ini seakan menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi berada di luar sistem pemerintahan. Padahal, KPK adalah salah satu komponen penting di sebuah negara, agar hak-hak rakyat tak dirampas semena-mena oleh para politisi.

Juga, oleh para penegak hukum, yang seharusnya berfungsi menegakkan keadilan. Maka, laporan media tentang Rekening Gendut sejumlah perwira polisi, yang telah menyeret Budi Gunawan, yang kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka, hendaknya disikapi sebagai proses untuk meningkatkan performa institusi tersebut. Sayangnya, para politisi justru bersekutu dengan mengadakan perlawanan terhadap upaya KPK memberantas korupsi.

[caption id="attachment_346397" align="aligncenter" width="620" caption="Ketua KPK Abraham Samad dan Megawati Soekarnoputri. Ketika KPK tidak dilibatkan dalam seleksi calon Kapolri, Abraham Samad mengatakan: kalau pemerintahan ini tidak mau lihat negara dan bangsa ini jadi baik, maka memang tidak diperlukan pendapat dari KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Foto: tempo"]

14212849851377198175
14212849851377198175
[/caption]

Integritas Samad, Independensi KPK

Tidak dilibatkannya KPK dalam proses seleksi calon Kapolri Budi Gunawan oleh Istana dan PDI Perjuangan, telah mengundang banyak spekulasi. Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi oleh KPK, kian menambah maraknya spekulasi. Apalagi, Komisi III DPR RI yang diketuai Azis Syamsudin, politisi Partai Golkar, tetap menggelar fit and proper test, meski Budi Gunawan sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, kondisi tersebut tentulah memprihatinkan. Sepertinya, politisi menyikapi KPK sebagai institusi yang mengganjal kekuasaan mereka. Padahal, Abraham Samad dan KPK yang dipimpinnya, senantiasa membuka diri untuk berhubungan dengan partai politik. Pada Rapimnas PDIP di Ancol, Jakarta Utara, Minggu, 8 September 2013, misalnya. Abraham hadir untuk memberikan edukasi antikorupsi kepada kader PDIP yang hadir di sana. Sebelumnya, Abraham juga hadir dalam kegiatan pembekalan calon anggota legislatif PDIP di Jakarta, 3 Juli 2013.

Kehadiran Samad tersebut sempat menjadi gunjingan sejumlah elemen masyarakat, yang mempertanyakan integritas Samad. Ada juga yang meragukan netralitas Samad. Dengan apa yang terjadi kini, publik bisa melihat, Abraham Samad dan KPK yang dipimpinnya, tetap bisa menjaga integritasnya serta menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum. Independensi KPK pun masih mampu mereka jaga.

Salah satu hal yang diungkapkan Abraham Samad dalam Rapimnas PDIP di Ancol waktu itu adalah tentang Corruption Perception Index (CPI) Indonesia yang rendah, peringkat 118 dari 180 negara. Ia berkata, CPI yang rendah itu bisa diubah dengan perbaikan pelayanan umum. Di sejumlah kantor polisi, kerap dipajang spanduk Kami Siap Membantu Anda.

Jakarta, 15-01-2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun