[caption id="attachment_347860" align="aligncenter" width="700" caption="Risah menjadi guru di SD YPPGI Hitigima, Distrik Asotipo, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, sebagai peserta program SM-3T tahun 2014. Ia dengan sabar mengajak murid-muridnya untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat dengan cara menggosok gigi setiap hari. Ketelatenan serta ketekunan adalah komponen penting dalam proses pendidikan. Foto: risahpunyakreasi.blogspot.com"]
Dualisme Kepemimpinan Guru
Salah satu jalan untuk mencapai pemerataan guru adalah dengan memindahtugaskan guru di wilayah yang kelebihan guru ke wilayah yang kekurangan guru. Secara struktural, kewenangan pemindahan guru, ada di bawah pemerintah kota dan pemerintah kabupaten. Di wilayah DKI Jakarta, kewenangan itu berada di bawah pemerintah provinsi.
Terkait hal tersebut, Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), pada Kamis (23/10/2014), mengemukakan, otonomi daerah tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk memindahkan guru, meski dengan alasan untuk pemerataan guru. Artinya, pemindahan guru lintas kabupaten, lintas kota, serta lintas provinsi, bukanlah hal mudah untuk dilakukan.
Dalam konteks ini, Mendikbud Anies Baswedan sama sekali tak memiliki otoritas, meski ia pemegang tampuk tertinggi di bidang pendidikan di negeri ini. Kendala struktur kepegawaian guru tersebut merupakan hambatan terbesar bagi pencapaian pemerataan guru. Di sisi lain, berkaitan dengan materi pendidikan, Mendikbud memiliki otoritas penuh. Misalnya, dalam hal perubahan atau penggantian kurikulum.
Dualisme kepemimpinan (pemerintah kota-pemerintah kabupaten- pemerintah provinsi) di satu pihak dengan Mendikbud di pihak lain, otomatis menimbulkan friksi, yang justru menghambat kemajuan dunia pendidikan itu sendiri. Strategi Mendikbud, misalnya dalam hal memenuhi kebutuhan guru di daerah 3T, kerapkali tumpul, karena guru berlindung pada aturan pemerintah pusat tidak berwenang untuk memindahkan guru, meski dengan alasan untuk pemerataan guru.
[caption id="attachment_347861" align="aligncenter" width="665" caption="Sejumlah guru dari berbagai jenjang pendidikan di Kabupaten Klungkung mencermati daftar mutasi dari Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung. Berbagai keluhan, protes, juga tudingan ditujukan terhadap sang Bupati, terkait mutasi guru tersebut. Ini hanya salah satu contoh yang menunjukkan keengganan para guru dimutasi, meski dalam lingkup kabupaten yang sama. Foto: balipost.com"]
Guru Menolak Pindah
Keengganan guru untuk berpindah tempat mengajar, tercermin pada data yang ada di Kemendikbud. Hingga Oktober 2014, dari 500-an kabupaten-kota di Indonesia, hanya sekitar 700 guru saja yang mengurus surat mutasi. "Banyak guru yang tidak mau dipindahkan. Mereka lebih memilih mengajar di perkotaan daripada di desa," ungkap Sumarna Surapranata, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di Gedung Kemendikbud, Jumat, 17 Oktober 2014 lalu.