Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

1.481 Sarjana Melamar untuk Jadi Guru di Daerah Tertinggal

25 Januari 2015   01:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_347859" align="aligncenter" width="538" caption="Sandra Novita Sari, seorang sarjana kependidikan, peserta program SM-3T tahun 2013. Ia ditempatkan di Borik, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Sandra meyakini, profesi guru itu merupakan profesi yang sungguh mulia. Bisa berbagi dan membagikan ilmu pengetahuan kepada para peserta didik. Keinginannya mengikuti program SM-3T dari Kemendikbud, karena didasari motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Foto: liputan6.com"][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Guru itu bukan sekadar profesi, tapi pilihan. Menjadi guru di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) adalah pilihan untuk berkorban. Dari sedikit orang yang mau berkorban, ada 1.481 orang yang ingin sepenuhnya dapat kesempatan untuk mengorbankan sebagian hidup mereka, demi tunas bangsa.

Mohon dicatat, mereka adalah sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Mereka juga punya peluang untuk memasuki berbagai sektor industri yang relevan dengan bidang ilmu yang mereka kuasai. Mereka sesungguhnya juga memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi profesional, di lingkungan pemerintahan maupun swasta. Tapi, mereka telah memilih untuk menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini, dengan menyiapkan para generasi penerus.

Mereka itulah yang pada 19-20 Januari 2015 lalu mengikuti ujian yang digelar di sejumlah universitas, di antaranya, di Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Pendidikan Indonesia. Jumlah mereka 1.481 orang, untuk mengisi kebutuhan 1.000 guru di daerah 3T. Ini adalah bagian dari tahap seleksi peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Ke 1.481 orang yang melamar itu adalah mereka yang telah mendidik selama satu tahun di sekolah di daerah 3T serta telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Mereka Telah Teruji

Jadi, sesungguhnya, mereka telah teruji dan telah terbukti mampu bertahan selama satu tahun mendidik di sekolah di daerah 3T. Tanpa Anda bertanya pun, Anda tentu sudah paham situasi-kondisi yang mereka hadapi di daerah 3T, yang penuh dengan keterbatasan. Mulai dari keterbatasan akses geografis, minimnya fasilitas sekolah, serta tantangan lingkungan kehidupan di daerah 3T.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, menyebutkan, peserta yang lulus seleksi akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) daerah, dengan jabatan tenaga fungsional guru dan ditempatkan di salah satu dari 29 kabupaten di daerah 3T. "Kesiapan mereka untuk mendidik saudara-saudara sebangsa di pelosok Tanah Air, membuktikan bahwa kita masih punya sangat banyak stok anak muda hebat,” kata Anies Baswedan di Kemdikbud, Jakarta, Senin (19/01/2015).

Melihat antusiasme guru SM-3T tersebut, setidaknya cukup melegakan kalangan yang concern pada pendidikan, khususnya pada pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu komponen untuk mencapai pemerataan tersebut adalah ketersediaan guru sesuai dengan kebutuhan wilayah yang bersangkutan. Sejauh ini, guru menumpuk di perkotaan, sementara sejumlah daerah kekurangan guru.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru SD saat ini paling banyak di Jawa Timur, yaitu berjumlah 220.479 orang, sedangkan paling sedikit di Papua Barat yaitu 3.396 orang. Sementara guru SMP paling banyak di Jawa Barat, yaitu 82.971 orang, dan paling sedikit juga di Papua Barat, yaitu 1.727 orang.

Sejumlah provinsi yang memiliki jumlah guru terbanyak ialah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sementara, provinsi-provinsi dengan jumlah guru paling sedikit ialah Papua Barat, Papua, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, dan Maluku Utara.

[caption id="attachment_347860" align="aligncenter" width="700" caption="Risah menjadi guru di SD YPPGI Hitigima, Distrik Asotipo, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, sebagai peserta program SM-3T tahun 2014. Ia dengan sabar mengajak murid-muridnya untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat dengan cara menggosok gigi setiap hari. Ketelatenan serta ketekunan adalah komponen penting dalam proses pendidikan. Foto: risahpunyakreasi.blogspot.com"]

14220993321987304927
14220993321987304927
[/caption]

Dualisme Kepemimpinan Guru

Salah satu jalan untuk mencapai pemerataan guru adalah dengan memindahtugaskan guru di wilayah yang kelebihan guru ke wilayah yang kekurangan guru. Secara struktural, kewenangan pemindahan guru, ada di bawah pemerintah kota dan pemerintah kabupaten. Di wilayah DKI Jakarta, kewenangan itu berada di bawah pemerintah provinsi.

Terkait hal tersebut, Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), pada Kamis (23/10/2014), mengemukakan, otonomi daerah tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk memindahkan guru, meski dengan alasan untuk pemerataan guru. Artinya, pemindahan guru lintas kabupaten, lintas kota, serta lintas provinsi, bukanlah hal mudah untuk dilakukan.

Dalam konteks ini, Mendikbud Anies Baswedan sama sekali tak memiliki otoritas, meski ia pemegang tampuk tertinggi di bidang pendidikan di negeri ini. Kendala struktur kepegawaian guru tersebut merupakan hambatan terbesar bagi pencapaian pemerataan guru. Di sisi lain, berkaitan dengan materi pendidikan, Mendikbud memiliki otoritas penuh. Misalnya, dalam hal perubahan atau penggantian kurikulum.

Dualisme kepemimpinan (pemerintah kota-pemerintah kabupaten- pemerintah provinsi) di satu pihak dengan Mendikbud di pihak lain, otomatis menimbulkan friksi, yang justru menghambat kemajuan dunia pendidikan itu sendiri. Strategi Mendikbud, misalnya dalam hal memenuhi kebutuhan guru di daerah 3T, kerapkali tumpul, karena guru berlindung pada aturan pemerintah pusat tidak berwenang untuk memindahkan guru, meski dengan alasan untuk pemerataan guru.

[caption id="attachment_347861" align="aligncenter" width="665" caption="Sejumlah guru dari berbagai jenjang pendidikan di Kabupaten Klungkung mencermati daftar mutasi dari Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung. Berbagai keluhan, protes, juga tudingan ditujukan terhadap sang Bupati, terkait mutasi guru tersebut. Ini hanya salah satu contoh yang menunjukkan keengganan para guru dimutasi, meski dalam lingkup kabupaten yang sama. Foto: balipost.com"]

1422099452312509137
1422099452312509137
[/caption]

Guru Menolak Pindah

Keengganan guru untuk berpindah tempat mengajar, tercermin pada data yang ada di Kemendikbud. Hingga Oktober 2014, dari 500-an kabupaten-kota di Indonesia, hanya sekitar 700 guru saja yang mengurus surat mutasi. "Banyak guru yang tidak mau dipindahkan. Mereka lebih memilih mengajar di perkotaan daripada di desa," ungkap Sumarna Surapranata, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di Gedung Kemendikbud, Jumat, 17 Oktober 2014 lalu.

Ini tentu menjadi hambatan tersendiri dalam program nasional untuk pemberantasan buta huruf di pedesaan, untuk mencerdaskan masyarakat desa, untuk meningkatkan minat baca warga desa, dan sebagainya, karena guru bertumpuk di perkotaan, sementara desa senantiasa kekurangan guru. Retno Listyarti mengakui bahwa untuk memindahkan guru dalam kawasan satu kabupaten saja, sangat sulit, apalagi sampai lintas kabupaten.

Sumarna Surapranata menjelaskan, karena keengganan guru serta penolakan guru untuk dipindahtugaskan, sejumlah pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, tidak dapat berbuat banyak, padahal kewenangan pemindahan itu adalah otoritas mereka. Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung, Provinsi Bali, nampaknya tidak termasuk dalam kategori tersebut. Sebagai pemimpin kabupaten, ia menyadari bahwa proses belajar-mengajar perlu penyegaran, karena itu mutasi guru harus dilakukan. Selain itu, Nyoman Suwirta juga melihat kenyataan bahwa sejumlah sekolah di sejumlah desa, kekurangan guru.

Maka, pada Senin (29/09/2014), melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Klungkung, ia melakukan mutasi terhadap 349 guru di semua jenjang pendidikan. Dari jumlah itu, 13 guru di antaranya dimutasi dari Klungkung daratan menuju wilayah kepulauan Nusa Penida, yang termasuk daerah terpencil di Kabupaten Klungkung. Kadisdikpora, Nyoman Mudarta, mengatakan, mayoritas guru di Klungkung enggan mengajar di Nusa Penida. Berbagai protes ditujukan kepada Bupati Klungkung.

Apa yang terjadi di Klungkung hanya salah satu contoh reaksi guru terhadap mutasi. Karena itulah, program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) yang digulirkan Mendikbud Mohammad Nuh sejak empat tahun yang lalu, merupakan salah satu opsi untuk mengatasi kelangkaan guru di daerah 3T. "(Kita) mengirim 3.000 guru ke daerah kosong, setiap tahun,” kata M. Nuh di Kantor Koran SINDO dan SINDOnews.com di Jalan Wahid Hasyim, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2014).

Jakarta, 24-01-2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun