[caption id="attachment_348437" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Joko Widodo mengumumkan menunda melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri di Istana Merdeka, Jumat (16/1/2015) malam. Sebagai gantinya, Jokowi menunjuk Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas sebagai Kapolri. Bila tak cermat, kebijakan politik bisa memicu kegaduhan, yang seringkali tidak mudah untuk dikendalikan. Foto: kompas.com"]
Tim 9 Bukan Pengadilan
Faktor lain yang mempertegas bahwa Tim 9 tidak independen adalah karena Jokowi merupakan titik awal dari kekisruhan KPK dan Polri. Harap diingat, Jokowi yang ngotot mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, meski yang bersangkutan tersangkut kasus Rekening Gendut sejumlah Perwira Polisi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Jokowi tentulah ngotot, karena ia adalah Petugas Partai dari PDI Perjuangan dan Budi Gunawan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi itu, sejalan dengan agenda PDI Perjuangan. Artinya, Jokowi berada dalam pusaran kisruh KPK dan Polri. Jadi, tak usahlah gagah-gagahan menyebut Tim 9 ini independen. Dalam hal rekomendasi nantinya, tentu Jokowi akan melaksanakan rekomendasi yang sesuai dengan agenda PDI Perjuangan.
Ringkasnya, otoritas Tim 9 ya sebatas lingkup Jokowi yang membentuknya. Payung hukum Tim 9 adalah Keppres, yang legalitasnya berada di bawah Undang-undang. Sementara, KPK dan Polri dibentuk dengan Undang-undang. Coba simak ini. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/1/2015), menyatakan bahwa KPK meyakini ada tindak pidana yang dilakukan Budi Gunawan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes Polri periode 2004-2006.
Atas dasar itulah, antara lain, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Tim 9 tidak memiliki otoritas untuk membuktikan tindak pidana temuan KPK tersebut, sebagai tindak pidana atau bukan, karena hal itu hanya bisa diuji serta dibuktikan di sidang pengadilan. Bahkan, dengan mekanisme hukum, apa yang sudah terbukti dan diputuskan di suatu sidang pengadilan, bisa dibatalkan oleh sidang pengadilan yang lebih tinggi.
Padahal, aspek tindak pidana itulah yang menjadi inti pada kasus Budi Gunawan. Jalan satu-satunya untuk membuktikan unsur tindak pidana adalah sidang pengadilan. Berbantah-bantah di luar sidang pengadilan, hanya sekadar pelepas emosi semata. Pada kenyataannya, sebagian besar pelaku tindak pidana yang kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka, memang gencar membantah. Tapi, setelah masuk sidang pengadilan dan kemudian terbukti secara hukum, toh mereka tidak bisa membantah.
[caption id="attachment_348438" align="aligncenter" width="530" caption="Joko Widodo dan Syafii Maarif. Di Kantor Setneg, Jakarta, Selasa (27/1/2015), Syafii mengatakan, ingin menyelamatkan institusi negara, KPK dan Polri. Ia mengingatkan, jangan biarkan negara dirusak oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan institusi. Itu tidak bisa. Harus kita pakai akal sehat, pakai hati nurani, selamatkan bangsa ini. Syafii disebut sebagai ketua tim yang terdiri dari 9 orang itu. Namun, dia belum bisa disebut sebagai ketua, sebelum surat keputusan dari Presiden Jokowi ditandatangani. Foto: viva.co.id"]