Tudingan Cerdik Profesional
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, menuding adanya mafia beras di balik lonjakan harga beras saat ini. "Ini, kan, tidak wajar. Harga naik 30 persen. Ini ada pedagang yang main nimbun-nimbun," kata Rachmat Gobel. Cerdik banget tudingan menteri kabinet kerja yang satu ini. Sebagai menteri perdagangan profesional, Rachmat Gobel bukan kah seharusnya mampu mengantisipasi agar harga beras tak sampai melonjak 30 persen?
Kalau memang ada mafia beras, bukankah sebagai menteri profesional, Rachmat Gobel sudah mengantisipasinya sejak awal? Dengan kekuasaannya, bukankah Rachmat Gobel mestinya sudah mematahkan strategi para mafia beras itu? Wah, apa ini artinya menteri profesional kalah profesional oleh para mafia beras? Itu pasti tidak mungkin. Menteri profesional ini kan pilihan penguasa rakyat. Penguasa rakyat pasti tidak keliru memilihnya.
Tudingan cerdik Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, terhadap pedagang beras, dibalas Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta, Nelly Soekidi, juga dengan cerdik. Pemerintah, kata Nelly, seharusnya berkewajiban mengisi pasokan beras sehingga harga beras kembali stabil. "Ini yang harus diperbaiki, bukan malah menyalahkan pedagang," kata Nelly Soekidi.
Oalaaah, bisa aja nih Nelly Soekidi. Belum tahu dia strategi cerdik menteri profesional untuk menaikkan harga beras. Ini strategi cerdik profesional, lho. Karena harga beras naik 30 persen, maka rakyat akan beralih makan ubi, makan singkong, dan makan talas. Total konsumsi beras secara nasional akan berkurang drastis. Dengan cara ini, tak perlu menunggu hingga 3 tahun. Cukup 3 bulan saja, negeri ini sudah swasembada beras. Ini kan prestasi penguasa. Prestasi banget.
[caption id="attachment_352428" align="aligncenter" width="602" caption="Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), Jumat (20/2/2015), faktor anomali cuaca yang menjadi penyebab pasokan beras terganggu, hingga memicu naiknya harga beras di Jakarta dan daerah lainnya. Menurut Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, penyebabnya adalah aksi spekulasi yang dilakukan para pedagang nakal di pasaran. Hidayat, pengelola warteg di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, mengurangi jam buka wartegnya dan menutupnya di akhir pekan. Menurutnya, bila dipaksakan buka, maka dirinya akan mengalami kerugian. Sumber Foto: detik.com"]
Lakon Cerdik dari Profesional
Rakyat sudah terbiasa dengan aksi tuding-tudingan antar profesional di kabinet kerja. Juga, strategi salah-menyalahkan dalam tiap lakon yang mereka ciptakan. Kata orang sih, mencari kambing hitam kan gampang. Selalu ada pihak yang bisa disalahkan. Penguasa yang didukung Koalisi Indonesia Hebat ini kan selalu benar, selalu canggih mengambil kebijakan. Tak pernah salah deh.
Harga beras naik 30 persen kan baru 10 hari. Ah, itu belum apa-apa. Lakon KPK-Polri dipertontonkan lebih dari 10 hari, lho. Reaksi warga yang rela antri untuk mendapatkan beras dengan harga miring, itu pun hanya di beberapa tempat saja. Reaksi warung tegal (warteg) yang menutup warungnya di akhir pekan, itu pun hanya beberapa saja.
Reaksi mereka tidak signifikan deh. Tidak akan berpengaruh pada ekonomi nasional. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bukan tidak bekerja. Mereka sudah bekerja, bekerja, dan bekerja. Kalau mereka punya alasan yang berbeda tentang kenaikan harga beras, itu kan biasa. Perbedaan yang normal. Kan masing-masing kementerian punya agenda dan kepentingan yang berbeda pula.