[caption id="attachment_353355" align="aligncenter" width="614" caption="Beras miskin untuk rakyat miskin, benar-benar menggambarkan kemiskinan. Secara kualitas, beras miskin ya miskin, rakyat yang menerima juga miskin. Sebelum dimasak, beras raskin dicuci beberapa kali, untuk memisahkan beras dengan kerikil. Meskipun sudah dicuci beberapa kali, warna kuningnya tak bisa hilang. Tabulasi di atas dari 3 desa, yang menerima raskin Februari 2015. Foto: antaranews.com"][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Beras Miskin digelontorkan untuk menolong rakyat miskin. Rakyat menebusnya Rp 10.000 untuk mendapatkan 4 kilogram raskin. Ada juga rumah tangga miskin yang mendapat jatah 15 kilogram raskin, dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Meski kualitas raskin mengenaskan tapi rakyat miskin tak punya pilihan lain karena mereka miskin.
Karena miskin itu pulalah, ada sejumlah warga miskin yang sesungguhnya berhak mendapatkan raskin, tapi selama November-Desember 2014 dan Januari 2015, tidak mendapatkan haknya. Mereka tentulah tak punya daya untuk protes, apalagi untuk menggelar demonstrasi agar mendapat perhatian pemerintah. Setelah harga beras melonjak hingga 30 persen, barulah warga miskin ini dianggap pemerintah.
Ditahan, 360.000 Ton Raskin
Seharusnya, sepanjang November-Desember 2014 dan Januari 2015, 500.000 ton raskin didistribusikan kepada warga miskin. “Karena masalah-masalah administrasi teknis selama 3 bulan terakhir ini, raskin yang mestinya sudah keluar 500.000 ton sekian, baru keluar 140.000 ton,” ujar Jusuf Kalla usai rapat koordinasi soal harga beras di Kantor Wakil Presiden, Senin (23/2/2015).
Artinya, selama 3 bulan tersebut, ada 360.000 ton beras miskin yang tidak didistribusikan kepada warga miskin. Kenapa? Alasan administrasi teknis yang dikemukakan Jusuf Kalla, tentulah tak mudah dipahami warga miskin. Sebagai Wakil Presiden, Jusuf Kalla juga tidak menjelaskan, apa yang ia maksud dengan administrasi teknis tersebut.Ini memang sepenuhnya hak pemerintah, apakah mau mendistribusikan raskin atau tidak.
Lely Pelitasari S., Direktur Pelayanan Publik Bulog, dalam diskusi Harga Beras Tidak Waras di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/2/2015) menegaskan bahwa pemerintah memang tidak menggelontorkan raskin pada periode November-Desember 2014 kepada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS). Dengan demikian, ada 15,5 juta warga miskin yang tidak menerima raskin selama 2 bulan tersebut. Apa dasar pemerintah menetapkan kebijakan tidak mendistribusikan raskin?
Rakyat miskin tentulah tak punya daya untuk bertanya kepada pemerintah. Mereka paham, pemerintah terlalu tinggi kedudukannya untuk ditanya-tanya. Sebaliknya, rakyat miskin berada di tempat yang sangat rendah untuk bertanya-tanya. Mereka hanya bisa mengelus dada sambil bergumam, kok tega ya pemerintah sama rakyat miskin? Kabarnya Indonesia sekarang dipimpin Presiden Rakyat, rakyat yang mana ya yang dibela Presiden?
[caption id="attachment_353356" align="aligncenter" width="649" caption="Gelontoran beras untuk warga miskin (raskin) di Banyumas, Jawa Tengah. Menurut Kepala Bulog Subdivre Banyumas, Rudi Amran, hingga Februari 2015, Bulog telah menggelontorkan 8.000 ton raskin untuk empat kabupaten, yaitu Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap. Tiap rumah tangga miskin dapat jatah 15 kilogram raskin, dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Foto: antaranews.com"]
Raskin Campur Kerikil
Setelah harga beras melonjak hingga 30 persen, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan rapat pada Senin, 23 Februari 2015, di Kantor Wapres, membahas harga beras. Rapat yang dimulai pukul 16.30 WIB itu dipimpin langsung Jusuf Kalla. Rapat itu dihadiri, antara lain, oleh Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin.http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/02/25/jokowi-cek-gudang-bulog-360000-ton-beras-miskin-ditahan-703698.html
Seusai rapat, Jusuf Kalla memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) agar mulai Selasa (24/2/2015) mengedarkan beras miskin (raskin) sebanyak 300.000 ton. Menurut Kalla, raskin itu memang hak rakyat miskin. Presiden Joko Widodo, didampingi Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Dirut Bulog Lenny Sugihat, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, meresmikan penyaluran beras miskin di Gudang Beras Bulog, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (25/2/2015).
Esok harinya, Kamis (26/2/2015), kompas.com melansir berita Harga Beras Mahal, Warga di Tasik Pasrah Terima Raskin Campur Kerikil, Kamis, 26 Februari 2015 | 22:30 WIB. Pada hari yang sama, pikiran-rakyat.com juga melansir berita Wakil Wali Kota Banjar: Kembalikan Raskin Jelek ke Bulog, Kamis, 26 Februari 2015 l 19:18 WIB. Kondisi ini tentu mengenaskan, mengingat sudah 3 bulan warga miskin tidak menerima beras miskin eh begitu diterima ternyata kualitas berasnya memilukan hati.
Barangkali, hal itu juga bagian dari masalah administrasi teknis sebagaimana dikemukakan Jusuf Kalla di atas. Masalah yang sesungguhnya tak sepenuhnya bisa dipahami warga miskin. Alangkah tak mudah menjadi orang miskin di negeri ini, meski sudah memiliki Presiden yang kabarnya Presiden Rakyat. Mungkin warga miskin akan mendapat perlakuan agak layak, bila Presiden negeri ini adalah Presiden Rakyat Miskin.
[caption id="attachment_353357" align="aligncenter" width="780" caption="Salah seorang warga Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, menunjukkan beras raskin yang ia terima: berwarna kuning, berdebu, dan banyak batu. Ia membelinya dengan harga Rp 10.000 untuk empat kilogram. Beras itu ia tunjukkan di rumahnya, Kamis (26/2/2015). Beras raskin itu jika dimasak, menjadi mirip nasi aking dan bau apek. Foto: kompas.com"]
Para Penerima Raskin
Mereka yang berhak menerima beras miskin, dicatat sebagai rumah tangga sasaran (RTS). Jumlah RTS secara nasional pada 2014 sebanyak 15,5 juta RTS. Data penerima raskin ini seharusnya dimutakhirkan tiga tahun sekali, untuk mengetahui, apakah jumlah RTS di suatu wilayah tetap, berkurang, atau malah bertambah. Dengan demikian, raskin akan menjadi tepat sasaran.
Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, penyaluran raskin pada Februari 2015, masih menggunakan patokan data tahun 2011. Data jadul tersebut mencatat sebanyak 174.002 RTS. Dengan data yang tidak update itu, ada kemungkinan mereka yang sudah tidak berhak menerima raskin tapi masih menerimanya. Sebaliknya, ada warga yang sebenarnya berhak dapat raskin tapi tidak menerima, karena tidak tercatat.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu, Suhardono Kardono, menyadari bahwa data raskin yang digunakan sudah ketinggalan zaman. Pemutakhiran tersebut tidak bisa dilakukan, menurut Suhardono, karena banyaknya momentum politik. Entah berapa banyak kabupaten secara nasional yang tidak meng-update data raskin di wilayahnya.
Sekali lagi, alangkah sulitnya menjadi orang miskin di negeri ini. Bahkan, untuk mencatat serta mendata saja, pejabat pemerintah enggan melakukannya. Padahal, para pendata itu adalah pegawai pemerintah, digaji tiap bulan oleh negara, dan yang pasti mereka tidak termasuk kategori orang miskin. Warga miskin hanya bisa pasrah.
"Warga di sini lebih baik menanak nasi beras seperti ini, daripada tidak bisa makan. Sudah lokasinya jauh, harus ditukar misalkan, bisa-bisa habis ongkos, dan kami nantinya tidak dapat beras,” demikianlah wujud kepasrahan warga miskin di Desa Dirgahayu, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, sebagaimana dilansir kompas.com dalam berita Harga Beras Mahal, Warga di Tasik Pasrah Terima Raskin Campur Kerikil, Kamis, 26 Februari 2015 | 22:30 WIB.
Jakarta, 28-02-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H