"Permisi, saya mau ke kantin, Kak." Aku mencoba menerobos mereka tapi bajuku ditarik dengan kencang dan akupun terjatuh ke tanah.
"Enak aja main pergi gitu aja! Lu pikir lu siapa bisa bully-bully anak orang? Mentang Ibu lu guru, gitu?!" Aku hanya bisa diam, lagi-lagi aku butuh temanku, aku meminta tolong dalam hati. Aku benar-benar tak bisa melakukan apa-apa, akupun membatu.
"Nih! Gue mandiin lu pakai es teh manis!" Tak terasa, tumpukan es mengenai kepalaku, ditambah lagi air teh yang membuat rambutku lengket.
Tidak ada yang membantuku sama sekali, dari kejauhan aku melihat Reza, dan dia juga tertawa melihatku, tak terasa air mataku mengalir dipipiku, aku tidak tahan dengan perlakuan mereka, kalau saja ada teman-temanku.
"Bruk!" Seseorang menendang punggungku, sakit sekali.
"Gebukin ajalah, kesal gue!" Aku hanya bisa diam, menangis, dan terus mengumpat dalam hati.
"Coba aja ada temen gue! Brengsek!" Umpatku dalam hati.
Rasa laparku hilang, digantikan oleh rasa sakit yang kurasakan. Aku rasa semua anak sekolahan menyaksikan penyiksaanku ini, ini lebih dari yang pernah aku lakukan ke Dara, semua mengabadikan momen berharga ini, dan mereka unggah di sosial media mereka masing-masing, kurasa. Tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi setelah ini, dan apa reaksi teman-temanku setelah melihat ini?
Pukulan dan tendangan terus menerjangku, laki-laki dan perempuan, sama saja. Aku benci manusia kalau sudah seperti ini, kesedihan yang kurasakan berubah menjadi emosi, tidak ada seorangpun yang menolongku. Aku mencoba memberontak.
Aku tangkap satu kaki yang terus menendangku dari belakang, aku tarik ke depan dan berhasil membuatnya jatuh,
"BRENGSEEEEEKKKKK!" Dengan penuh emosi aku pijak wajah anak itu, tak peduli berapa orang yang menahanku, sepatu putih kebanggaanku kini telah menjadi merah, tak sampai 10 detik aku berhasil ditahan oleh yang lain, dan kulihat wajahnya sudah hancur penuh darah, aku hanya bisa tersenyum saat polisi datang untuk membawaku pergi dari sekolah.Â