Debat Pilpres 2019 tanggal 17 Februari 2019 lalu memang sudah berlalu, tapi masih aja banyak perdebatan sana-sini yang menurut saya tidak penting sama sekali. Soal Unicorn yang menjadi jurus utama para Cebong untuk menyerang Pak Prabowo yang hanya tidak tahu apa itu Startup Unicorn. Soal Earpiece yang dipakai oleh Pak Jokowi yang menjadi jurus utama para Kampret untuk menyerang.
      Saya yang menonton langsung Debat Pilpres 2019 awalnya merasa puas dan senang karena melihat kedua kubu yang panas-dingin saat debat, menjawab pertanyaan-pertanyaan dari sang Moderator tanpa ada "kisi-kisi" tentunya. Hehe. Saya sangat puas mendengar jawaban asik Pak Jokowi dan sangat puas juga mendengar jawaban tegas Pak Prabowo. Menurut saya, beberapa hal baru juga seharusnya membuat kita bisa memahami hal-hal baru tersebut, bukan untuk dijadikan amunisi untuk menyerang lawan yang berbeda pendapat dengan kita.
      Setelah Debat Pilpres 2019, saya bertanya pada beberapa teman saya tentang pendapat mereka soal Debat Pilpres 2019, ada yang tetap di nomor 1, ada yang tetap di nomor 2, dan ada pula yang makin kekeuh untuk golput. Saat saya tanya alasannya, "Kenapa?"
Dia hanya menjawab dengan singkat "Pusing."
Padahal dia adalah salah satu relawan Bawaslu di Kota kami, yang menurut saya dia pasti tahu betul apa yang akan terjadi jika ada rakyat yang tidak menentukan pilihannya atau Bahasa kerennya Golput. Dia juga yang tahu pasti gimana mekanisme pemilu, kan dia ikut pelatihannya.
Selesai dengan dunia nyata, saya pindah ke Negeri Sobat Misqueen, Twitter. Yang mana saya sangat senang menjadi rakyat disana, karena memiliki takdir yang sama, Misqueen Abadi.
Dengan tagar CurhatPilpres2019 saya malah banyak mendapati para Selebtwit (mungkin namanya itu) justru nge-tweet sesuatu yang menurut saya subjektif (lah itukan akun die), tapi malah membuat saya sebagai followersnya itu jadi agak risih melihatnya, bukan berarti saya tidak mendukung apa yang dia dukung. Saya memiliki pandangan berbeda dengan tweet yang disampaikan oleh segelintir Selebtwit di dunia Twitter ini. Mereka bisa saja merubah pola pikir followers mereka yang awalnya gak tau apa-apa tentang kubu 1 dan kubu 2, dan membuat mindset sendiri untuk para followersnya.
"Oh kubu ini bagus nih, ngerti Revolusi Industri 4.0 yang akan datang menghampiri kita."
"Oh kubu ini bagus nih, memiliki ketegasan dan kewibawaan, cocok banget untuk memperbaiki moral anak bangsa(t) yang sudah bobrok."
dan
"Wah, kubu ini kok Capresnya curang sih, pake acara make sumbatan telinga, pulpen yang ajaib, dsb."
"Wah, kubu ini kok Capresnya gaptek sih, Startup Unicorn aja gak tahu, payah."
Mindset-mindset ini yang justru bisa makin memecah belah bangsa kita ini, netizen super benar kita ini. Saya tidak terlalu mengikuti Paslon nomor urut 10, Nurhadi-Aldo karena yang saya tahu mereka masih mengutamakan pekerjaan utama mereka, yaitu ngurut.
Dari sedikit-banyaknya twit para Selebtwit yang bisa saja mengubah pola pikir netizen polos tapi selalu benar ini, alangkah baiknya mereka yang bisa dijadikan sebagai tempat utama para netizen polos tapi selalu benar ini untuk bisa mengambil sikap yang baik sebagai penengah. Untuk lebih memahami data untuk dijadikan fakta. Gak sedikit loh mereka yang ngomongin A, setelah tahu A itu salah, malah mengalihkan ke B.
Yang menarik selain pengaruh kuat para Selebtwit adalah, meme baru. Banyak meme yang beredar tentang Pak Jokowi, dan banyak pula tentang Pak Prabowo. Kalau untuk sedikit melepas penat pasca debat tidak masalah menurut saya. Tapi kalau untuk dijadikan bahan ejekan berlebih untuk satu pihak itu yang bisa menjadi permasalahan baru yang akan selesai di keturunan kita yang ke tujuh nanti.
Meme yang beredar tentang ciat-ciut mata Pak Jokowi, hingga "Unicorn? Yang online-online itu?" yang menjadi meme Pak Prabowo. Perlu diketahui, kita sebenarnya bisa menilai berapa meme itu sendiri, dari kualitasnya hingga periodenya. Tapi tidak di artikel ini.
Perlu kita ketahui, Debat Pilpres di adakan untuk menjelaskan pada masyarakat bahwa Calon Presiden memiliki visi dan misi yang berbeda, yang bisa menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk memilih, siapa yang cocok menjadi Presiden kita. Calon Presiden merupakan orang terbaik dari Partai Politiknya, yang dianggap mampu untuk memimpin Bangsa kita. Untuk masalah stock meme itu bisa dicari kalau udah ada yang viral lagi, tapi untuk seorang pemimpin yang akan memimpin Bangsa ini untuk 5 tahun kedepan, kita gak bisa seenaknya asal milih karena paksaan keluarga (semisal) atau bahkan bodo amat dengan urusan negara.
Pesta Demokrasi yang akan digelar pada tanggal 17 April 2019 nanti akan menjadi penentu masa depan kita Republik Indonesia. Sebagai masyarakat yang cinta dengan negaranya, wajib menggunakan hak pilih kita untuk menentukan masa depan bersama, dari namanya aja udah 'Hak' berarti itu adalah yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Siapapun Presidennya, kita tetap saudara, kita tetap teman, kita tetap keluarga, kita tetap suami-istri, kita tetap pacaran, dan yang jelas kita tetap hidup, dibawah kepemimpinan yang baru, atau yang lama tapi dengan visi dan misi yang baru.
Terakhir sebelum menyelesaikan artikel ini, apresiasi yang sebesar-besarnya untuk Deaf Communicator yang telah menjalankan tugasnya untuk memberikan informasi untuk para Tunawicara yang ingin tahu apa yang terjadi selama Pilpres. Deaf Communicator menurut saya sendiri adalah sesuatu yang lucu, melihat gestur tubuh yang saya sendiri tidak mengerti artinya, tapi sangat berarti bagi mereka para Tunawicara. Bagi saya, jasa mereka lebih besar dibanding Selebtwit yang saya singgung tadi, tapi jangan senggol dan bacok saya kalau ketemu dijalan, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H