Mohon tunggu...
isriyati daenuri
isriyati daenuri Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi

Lakukanlah segala sesuatu dengan niat dan keikhlasan. Do the best.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Fenomena Gunung Es Dunia Pendidikan Indonesia

18 Mei 2021   00:54 Diperbarui: 18 Mei 2021   07:21 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ada yang salah dalam konsep berpikir di kehidupan kita sehari-hari, ini merupakan dampak dari warisan sistem  pendidikan yang sebelumnya. Banyak yang berpikir bahwa angka yang menentukan value dari seseorang, padahal value yang sesungguhnya adalah bagaimana seseorang menjadikan dirinya sebagai panutan dalam bertindak. Dalam Hal ini guru honorer telah membuktikan bahwa dirinya sudah bertahun-tahun melaksanakan micro dan macro teaching. Tindakan ini merupakan bukti nyata dari prakter prikomotorik dan afektif di lingkungan pendidikan. Tentu tidaklah lebih baik nilai dari hasil test kognitif, test CPNS dan juga CAT dibandingkan dengan guru honorer yang  sudah terbukti melakukan micro dan macro teaching selama bertahun-tahun atau bahkan sebelasan tahun. Inilah yang menjadi masalah yang berat yang seolah-olah tidak dimengerti oleh kebanyakan orang. Memang akan  ada sedikit orang yang bisa memahami hal ini, namun sepertinya tidak ada solusinya.

Ketidaklinearan Seleksi Guru

Sehubungan dengan pengabdian honorer tadi ada kaitan fenomena nya yang menjadi masalah yang besar di dunia pendidikan karena guru yang tidak linear dengan jurusannya dengan kognitifya. Tentu akan lebih baik guru jika linear bersangkutan linear kognitifnya dengan cara berpikirnya. Sehingga guru yang bersangkutan mampu mempraktekkan kognitif itu ke dalam tindak afektif dan psikomotorik. Tidak heran banyak guru-guru yang bersangkutan memang cerdas dan pintar, mampu mengerjakan soal-soal kognitif, serta mampu mentransfer ilmu kepada muridnya dengan baik. Jadi, kelinearan guru kognitif Mata pelajaran dengan pratek micro dan macro teaching nya sangatlah penting.  Jadi, angka yang tertulis tidak melulu menjadi prioritas utama.

Dilema antara Keterukuran Kognitif, Afektif dan Psikomotorik

Saat ini kalau kita harus jujur memandang hasil dari murid-murid kita dari level TK-SMA, kita bisa dapati bahwa terjadinya gap antara evaluasi dan pembelajaran, apalagi di masa pandemi seperti ini fenomena ini akan telihat sangat nyata. Walaupun tidak masa pandemi, fenomena ini pun sudah menghantui. Banyak guru-guru terpaksa harus mengangkat value muridnya walaupun sebenarnya muridnya tidak mampu untuk mem-psikomotorikkan value-value tersebut, guru mendapatkan tekanan murid harus lulus. Ide-ide untuk menghapus UN adalah bukti nyata bahwa pendidikan Indonesia sangat dilema. Afirmasinya bahwa setiap pelajaran harus diukur dan dievaluasi. Akan tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini Indonesia sudah mengalami situasi dimana UN tidak dilaksanakan.

Sadar Fungsi

Guru harus mengerti bahwa dia adalah suri tauladan bagi murid-muridnya dan semua orang, maka seyogyanya guru harus mampu menunjukkan sikap dan  menghasilkan murid-murid yang mampu bersikap di atas value rata-rata.

Demikianlah hal-hal di atas yang merupakan momok yang sedang eksis di dunia pendidikan kita, tetapi kita semua tidak merasa bahwa itu bukan sebuah ancaman yang seolah-olah merupakan masalah yang tidak berbahaya yang tidak perlu dicari solusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun