Mohon tunggu...
Isrina Nurfaiza
Isrina Nurfaiza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa aktif S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, Lawan atau Bungkam?

30 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 29 Januari 2023   20:43 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah perguruan tinggi pasti sudah tidak asing di telinga masyarakat indonesia dan tidak sedikit orang tua yang berharap anaknya bisa menimba ilmu sampai pada jenjang ini. Adapun tujuan umum yang pasti dimiliki sebuah perguruan tinggi adalah membentuk insan yang bertanggung jawab dan mencetak output yang cakap untuk kemudian berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas. Namun bagaimana jika di perguruan tinggi ternyata masih banyak terdapat kasus penyimpangan yang jauh dari tujuan utama adanya perguruan tinggi tersebut, dan lantas mengapa tempat yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendapatkan perlindungan justru menjadi tempat paling rawan terjadi penyimpangan?

Kita ketahui bersama dalam kurun waktu belakangan ini telah meningkat kasus penyimpangan yang terjadi di perguruan tinggi yang salah satunya yakni kekerasan seksual, dimana tindakan ini mengarah pada ajakan seksual dengan melakukan penyerangan terhadap organ seksualitas orang lain secara sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit dan penderitaan bagi korban dengan variasi tindakannya yang bermacam macam yakni dapat berupa ajakan atau intimidasi verbal sampai dengan ancaman kekerasan fisik. Bentuk kekerasan seksual yang dianggap paling ringan dan  jarang disadari oleh pelaku adalah catcalling atau yang biasa disebut hinaan atau sebutan yang berbau seksual. Adapun momen yang seringkali dimanfaatkan dosen untuk melakukan tindakan ini adalah ketika mahasiswa sedang melakukan konsultasi tugas, sedang mengerjakan ujian susulan ataupun yang  lainnya. 

Faktor yang sering menjadi penyebabnya adalah karena adanya lingkungan pendidikan yang ditandai oleh ketimpangan kekuasaan dalam relasi gender, misalnya antara dosen laki-laki dan mahasiswi. Dosen mempunyai kekuasaan lebih besar dalam menentukan banyak hal bagi mahasiswanya seperti dalam penentuan angka, nilai, dan pemberian tanda tangan skripsi ataupun tesis. Di sisi lain, mahasiswa juga merasa takut dan malu jika harus melaporkan perihal kekerasan seksual karena khawatir identitasnya tersebar dan menjadikannya dikenali banyak orang sehingga berdampak jauh juga pada kehidupan pribadi baik secara fisik maupun psikologis. 

Meski begitu, masih sering kita temui masyarakat yang justru menyalahkan korban yang dianggap tidak dapat menjaga diri atau sengaja memicu terjadinya hal yang tidak mengenakan tersebut. Hingga pada akhirnya korban lebih memilih bungkam dan berdamai dengan pelaku daripada dia harus menerima cemooh dari masyarakat ataupun teman temannya di perguruan tinggi. Padahal, pada dasarnya kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan hanya dengan jalan damai namun harus dimulai dengan merubah paradigma masyarakat dalam menyikapi kasus kekerasan seksual ini. Diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa korban kekerasan seksual adalah seseorang yang membutuhkan perlindungan khusus dan berhak mendapatkan keadilan atas apa yang telah mereka alami. Serta perlu mendapatkan dukungan dan motivasi sehingga dapat bangkit dan mengatasi traumanya.

Berdasarkan hasil survei melalui polling instagram dengan responden yang rata rata seorang mahasiswa, dapat dipaparkan bahwa masih ada beberapa diantara mereka yang belum mengetahui dengan pasti tentang kekerasan seksual, jenis jenis kekerasan seksual,dan layanan yang tersedia untuk menangani kasus kekerasan seksual. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang menjelaskan tentang kekerasan seksual secara detail untuk lebih mudah dipahami, begitupun dengan anggapan masyarakat bahwa pembahasan tentang sexual abuse atau kekerasan seksual adalah suatu persoalan yang tabu dan sebaiknya tidak dibicarakan di khalayak umum, tentu pandangan inilah yang menjadi salah satu permasalahan yang sulit diatasi di Indonesia. 

Pendidikan seksual sangat penting diajarkan kepada anak agar memahami batasan batasan saat berinteraksi dengan orang lain begitu juga dengan pentingnya memberikan pemahaman kepada anak bahwa tindakan tersebut harus dilaporkan jika anak telah menyadari bahwa disekitarnya terdapat pelaku kekerasan seksual, namun hal ini dirasa sangat sulit untuk dilakukan karena masih banyak orang beranggapan bahwa pendidikan seksual merupakan hal yang tidak tepat untuk dibicarakan dengan anak sebelum mereka dewasa. 

Pada dasarnya tindakan kekerasan seksual beresiko dilakukan oleh siapa saja tidak menentu hanya dilakukan oleh laki laki terhadap perempuan, namun bisa saja sebaliknya dan dapat terjadi dimana saja termasuk di perguruan tinggi sekalipun. Pemerintah sudah berusaha menangani kasus ini dengan mengeluarkan peraturan menteri Pendidikan, Riset Dan Teknologi nomor 30 tahun 2021, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi serta ancaman sanksi bagi pelaku tindak pelecehan seksual, juga diatur didalamnya tentang upaya pendampingan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban tindak kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, yakni dimana tempat yang dianggap sebagai tempat yang minim terjadi kejahatan faktanya tetap saja masih menjadi salah satu zona yang paling berbahaya dan mengkhawatirkan. Di satu sisi mahasiswa berkesempatan untuk belajar menuntut ilmu. Namun, di sisi yang lain mahasiswa sesungguhnya rawan menjadi korban perilaku keliru yang dilakukan sebagian oknum dosennya. 

Adapun cara mencegah dan mengatasi agar tidak terjadi kejahatan ini adalah dengan menyadarkan semua pejabat dan insan kampus untuk memahami dampak besar yang akan ditimbulkan akibat perilaku tersebut dan yang tak kalah penting yakni memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melaporkan segala macam bentuk penyelewengan di perguruan tinggi termasuk kekerasan seksual kepada pihak yang berwenang dengan jaminan keamanan dan kerahasiaan identitas mahasiswa pelapor tersebut serta menetapkan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi berupa sanksi administratif pemberhentian kerja oleh pihak kampus yang kemudian ditindaklanjuti dengan melaporkannya ke pihak yang lebih berwenang untuk ditetapkan sanksi sesuai ketentuan hukum di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun