Saat ini, sangat marak terjadinya suap-menyuap dikalangan masyarakat. Praktik suap-menyuap ini mengakibatkan ketidakadilan hukum yang ada di negara kita. Sehingga, praktik suap-meyuap ini akan memenangkan pihak yang memiliki lebih banyak uang. Apalagi ketika hendak dilakukannya Pemilu, hampir semua calon kandidat melakukan praktik suap tersebut. Bagaimanapun, islam melarang kita terhadap praktik suap-menyuap ini. Dalam suatu hadist Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pelaku suap ataupun yang menerima suap akan dilaknat oleh Allah SWT. Dalam islam, suap-menyuap ini disebut sebagai risywah. Risywah merupakan suatu perbuatan dengan pemberian sesuatu terhadap seseorang, agar yang memberi ini memperoleh tujuan yang diinginkannya. Dalam arti lain, si pemberi ini akan mendapatkan kemudahan terhadap apa yang ia inginkan. Dalam suatu kasus, dimana para kadidat Pemilu memberi sesuatu kepada masyarakat, baik itu berupa uang, sembako dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar masyarakat memilih ia sebagai pemenang kandidat Pemilu. Tentunya hal ini merupakan hal buruk yang telah terjadi di dunia perpolitikan Indonesia. Hal ini juga telah menjadi suatu kebiasaan, yang menyebabkan banyak masyarakat menganggap hal ini merupakan hal yang biasa saja. Padahal ini akan berpengaruh pada kinerja kandidat yang terpilih nantinya, serta juga merusak tatanan Demokrasi. Kasus suap-menyuap pada Pemilu di Indonesia ini didasari agar terpilih menjadi pejabat di pemerintahan. Sehingga para calon kandidat berlomba-lomba untuk memberikan suap yang lebih banyak. Mereka berani habis-habisan hingga meminjam kesana-sini. Hal ini menyebabkan calon kandidat memiliki tanggungan lain ketika sudah terpilih nantinya. Belum lagi tanggungan terhadap partai politik dan sebagainya. Sehingga Amanah yang diberikan akan terabaikan oleh para kandidat terpilih. Kasus korupsi merupakan suatu contoh nyata dari para pejabat. Korupsi merupakan hal yang sudah lumrah dikalangan masyarakat Indonesia. Sehingga kasus korupsi di Indonesia tergolong tinggi. Tidak hanya dikalangan pejabat tinggi negara, namun kasus korupsi ini sudah dipraktekkan juga oleh banyak pihak. Dengan adanya kasus suap-meyuap pada masa Pemilu, akan membuat calon kandidat memiliki tanggungan dimana-mana. Untuk membayar tanggungan tersebut, korupsi merupakan salah satu jalan bagi mereka. Dana yang harusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, digunakan untuk kepentingan pribadi. Sehingga setiap program-program peningkatan rakyat tidak akan berjalan dengan sempurna, yang pada akhirnya hanya sia-sia. Dana pembangunan sekolah misalnya, seharusnya sekolah yang didapatkan berdiri dengan fasilitas lengkap dengan berbagai laboratorium untuk peningkatan bakat siswa. Praktik korupsi terhadap dana tersebut, menjadikan hasil yang kurang maksimal. Bahkan terkadang hasilnya miris. Banyak bangunan-bangunan yang baru dibangun tidak berdiri dengan kokoh, sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk perbaikan. Hal-hal seperti ini akan membuat pemborosan pada dana negara. Seharusnya dana tersebut bisa digunakan untuk hal lain yang memberi manfaat lain terhadap masyarakat. Suap-menyuap ini membuat pola pikir para kandidat terpilih menjadi berubah. Tidak adanya jiwa-jiwa kepemimpinan dalam diri mereka. Para kandidat terpilih akan lebih mengagungkan uang dibanding kewajiban jabatan mereka. Karena tanpa adanya uang yang mereka berikan kepada masyarakat pada masa Pemilu, ia tidak akan terpilih menjadi pejabat. Sehingga mereka tidak membuat program-program yang penting bagi masyarakat, kecuali hal itu menguntungkan baginya. Mereka hanya memikirkan bagaimana cara agar mereka mampu mengembalikan uang yang telah mereka habiskan dahulu. Sehingga masa kepemimpinannya tidak membuat perubahan sama sekali di masyarakat. Belum lagi berbagai permintaan dari Partai Politiknya.  Dengan maraknya praktik suap-menyuap ini, menjadikan banyak calon kandidat yang tidak kompeten. Setiap kandidat yang memiliki uang, akan memdapatkan jabatan dipemerintahan meskipun ia tidak memiliki keahlian dibidang-bidang yang diperlukan. Apalagi juga ada isu-isu yang mana calon kandidat itu hanya dijadikan sebagai jalan bagi partai politik agar mendapatkan tujuan-tujuan tertentu. Sehingga ia hanya menjadi budak untuk partai politiknya sendiri. Hal tersebut juga menyebabkan kurangnya perhatian terhadap aspirasi masyarakat. Selain itu, dengan adanya kasus suap menyuap ini, menjadikan paradigma masyarakat berubah. Sehingga banyak masyarakat yang akan memilih ketika sudah mendapatkan pemberian dari kandidat politik. Hal ini membuat banyak masyarakat tidak akan berpikir terkait nasib negara ini kedepannya. Tatanan demokrasi yang semakin hancur membuat tidak adanya kepastian hukum diindonesia. Sehingga kaum yang kuat akan semakin kuat, dan begitu pula sebaliknya.
      Itulah sebabnya praktik suap-menyuap ini harus ditinggalkan di negara kita. Mengatasi money politik memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup perubahan hukum, kelembagaan dan budaya. Hal ini membutuhkan komitmen pemerintah, partai politik, masyarakat sipil, dan warga negara untuk menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan integritas dalam proses pemilu. Keseluruhan elemen yang terkait harus berusaha semaksimal mungkin agar praktik money politik ini bisa dihilangkan dari budaya pemilu kita. Untuk meraih negara Demokrasi, harus dilakukan perubahan-perubahan yang dimulai dari pemimpinnya dahulu, agar masyarakat dapat mencontoh hal yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H