Mohon tunggu...
Israul Mubarak
Israul Mubarak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak BANGSA

tanpa pengetahuan, tindakan tidak berguna dan pegetahuan tanpa tindakan adalah sia-sia.( Abu Bakar )

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sang Pengajar Sepanjang Masa

28 April 2022   22:20 Diperbarui: 28 April 2022   22:23 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak kecil, saya sudah belajar ngaji di banyak tempat. Bahkan saya juga di tempatkan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Qur’an oleh kedua orang tua saya. Seharusnya, saya sudah lancar ngaji semenjak PAUD.

 Namun, dimasa kecil, saya lebih banyak bermain bersama teman-teman. Yang berakibat pada akademik saya yang sangat kurang. Saya juga merupakan anak yang sangat sulit belajar ketika kecil. Saya sering mendapatkan nilai rendah, dan rangking akhir. 

Sehingga orang tua saya pusing dalam menghadapi saya. Sedangkan kakak saya, dia sangat pandai ketika PAUD. Jadi, dia sudah mulai membaca al-qur’an semenjak Sekolah Dasar kelas. Dan juga ia sering menjadi juara kelas disekolahnya.

Diantara sekian banyak guru ngaji saya, saya ingin menceritakan tentang nenek saya. Saya mulai belajar ngaji kepada nenek saya semenjak saya berusia 10 tahun. Namun, ketika saya belajar ngaji kepada nenek, saya sudah mulai masuk al-qur’an. Yang mana itu saya raih di tempat ngaji sebelumnya. Sebenarnya, nenek saya sudah tidak mengajar lagi, namun karena permintaan dari saya sebagai cucunya, akhirnya dia mau.

Nenek saya, merupakan sosok guru yang terkenal dengan kekejamannya. Dan ia diberi gelar “Niang Karuik” dalam bahasa daerah saya. Atau bisa diartikan dengan “Ibu Pemarah”. Sebenarnya, gelar tersebut lebih mengarah kepada kening nenek saya yang jika ia melihat hal yang janggal, maka keningnya berkerut sebagai tanda marah.

Menurut cerita yang saya dengar, nenek saya merupakan guru di Madrasah Ibtidaiyah, dan juga menjadi guru ngaji bersama kakek saya. Kakek saya juga merupakan seorang guru juga di Madrasah Aliyah Negeri.  Sehingga nenek saya bisa dibilang terkenal dikampung saya. Dan hal yang sangat menjadi ciri khas nenek saya ketika mengajar adalah tongkat rotannya.

Sebenarnya, mutu Pendidikan sekarang menjadi sangat rendah disebabkan oleh sistem Pendidikan yang tidak membolehkan seorang guru berlaku keras terhadap muridnya. Sehingga murid zaman sekarang berlaku sesuka hatinya, adab seorang murid sudah sangat minim. 

Hal itu juga berpengaruh terhadap ilmu yang didapatkan. Dengan berkurangnya adab seorang murid terhadap guru, mempengaruhi psikologis anak, yang berlaku sesukanya dengan bersandarkan pada Hak Asasi Manusia. Dan hal itu juga berpengaruh pada guru, dengan kurangnya rasa hormat murid kepadanya, ia merasa malas mengajar, sehingga ilmu yang disampaikannya juga kurang.

Namun, pasti ada hal lain dibalik dikeluarkannya HAM, tidak bisa juga kita salahkan. Pemerintah juga sudah memikirkan hal itu secara matang, sehingga harus kita ikuti sebagai warga negara yang baik.

Ketika saya ngaji kepada nenek saya, hanya sedikit saja orang yang ikut ngaji dengan saya. Karena itu juga tidak dibuka untuk umum, namun hanya kepada saudara dan tetangga saja. Hanya berjumlah 5 atau 6 orang saja. Namun, kami mengaji setiap malam kecuali malam minggu. 

Dan juga kami ngajinya dirumah setiap setelah maghrib. Kami juga mengakhiri ngaji itu ketika azan isya berkumandang, dan melanjutkannya dengan shalat berjama’ah dengan imam yang bergilir. Biasanya, sebelum azan isya berkumandang, kami sudah mengakhiri ngaji dan disitulah hal yang sangat enak, karena nenek saya bercerita tentang pengalaman-pengalamannya. 

Memang mungkin cerita nenek saya ada yang sudah saya dengar, namun saya tetap senang karena dapat menghilangkan ngantuk. Karena biasanya setan akan datang ketika kita berbuat baik, jadi ketika ngaji, setan mengganggu mata saya agar ngantuk. Setelah itu, ketika sudah dimulai cerita dari nenek saya, maka mata saya langsung terbuka dengan lebarnya.

Cerita yang paling sering diceritakan oleh nenek adalah cerita ketika beliau pergi melaksanakan ibadah Haji dan Umrah. Dimana beliau bercerita tentang bagaimana keadaan di Mekkah, Madinah, dan juga ketika beliau melakukan ibadah-ibadah disana. Namun, sangat disayangkan, tidak ada 1 cerita pun yang masih saya ingat. 

Untuk setiap malam jum’at, kami selalu membaca surah Yasin. Namun, jika sisa waktu masih banyak, maka kami melanjutkannya dengan membaca surah Al-Waqi’ah.

Saya ngaji kepada nenek saya sekitar 6 bulanan. Itu terjadi karena nenek saya pergi ke Banda Aceh. Karena perginya dalam waktu yang lama, maka kami sudah tidak mengaji lagi dengan nenek. Dan pun ketika nenek saya sudah balik ke kampung, masing-masing dari kami (muridnya), sudah memiliki kesibukan masing-masing. 

Sehingga ngaji rutin kami bersama nenek juga berhenti. Seingat saya, selama 6 bulan kami ngaji, kami hampir mengkhatamkan al-qur’an. Saat itu, kami sudah sampai di sekitaran juz 26. Padahal itu merupakan salah satu cara yang mungkin dapat membuat saya bisa mengkhatamkan al-qur’an untuk pertama kalinya. 

Namun, ternyata gagal. Memang pada dasanya, kami tidak terlalu mengejar target khatam, tapi kami membaca dengan pelan sehingga kualitas bacaannya bisa lebih baik. 

Menurut saya, kelebihan ngaji dengan nenek adalah lebih fleksibel dan gratis. Karena nenek saya mengajar dengan lembut. Sehingga sangat mudah jika kita ingin izin, dan sebagainya. Dan hal yang tidak bisa dipungkiri adalah gratis.

Dimana pasti orang-orang memilih sesuatu yang gratis. Alhamdulillah, nenek saya sudah tidak mengajar seperti dimasa lalu lagi. Dimana seperti yang sudah saya ceritakan, nenek saya dulu merupakan seorang yang sangat kejam. Mungkin karena faktor usia, jadi beliau sudah menjadi orang yang lebih kalem.

Keseharian nenek saya dirumah, hanya dihabisinya dengan melakukan ibada-ibadah. Seperti sholat, ngaji, dzikir, dan sebagainya. Ia pun hanya keluar rumah ketika pagi dan sore hari. Itupun hanya di sekitaran rumah saja. Namun, ia juga pernah keluar jauh dari rumah, itupun jika ada majelis ta’lim saja. Semoga amal ibadah nenek saya diterima disisi Allah SWT. Aminnnn…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun