POTENSI EKONOMI ISLAM DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN SOSIAL DI BONE
Oleh: Israr
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah IAIN Bone
Ketimpangan sosial menjadi salah satu isu utama yang masih dihadapi banyak daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Bone. Ketimpangan ini terlihat dari perbedaan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi antara kelompok masyarakat yang mampu dan kurang mampu. Meski telah banyak program pemerintah yang berusaha mengatasi persoalan ini, pendekatan berbasis nilai Islam memiliki potensi besar untuk memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan merata. Ekonomi Islam menawarkan konsep yang tidak hanya berfokus pada keuntungan material, tetapi juga memperhatikan aspek keadilan dan kesejahteraan sosial.
Salah satu instrumen ekonomi Islam yang dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi ketimpangan sosial di Bone adalah zakat. Dalam ajaran Islam, zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu untuk membantu mereka yang membutuhkan. Potensi zakat di Kabupaten Bone sebenarnya cukup besar, mengingat banyaknya masyarakat Muslim dan adanya lembaga pengelola zakat seperti Baznas (Badan Amil Zakat Nasional). Jika pengelolaan zakat dilakukan secara transparan dan efektif, dana ini bisa digunakan untuk membantu masyarakat miskin melalui berbagai program pemberdayaan, seperti pelatihan keterampilan kerja, bantuan modal usaha, dan beasiswa pendidikan.
Selain zakat, wakaf juga memiliki peran penting dalam mengurangi ketimpangan sosial. Wakaf sering kali dipahami hanya sebagai donasi tanah untuk pembangunan masjid atau makam. Padahal, konsep wakaf dalam Islam jauh lebih luas dan fleksibel. Wakaf produktif, misalnya, memungkinkan aset yang diwakafkan untuk dikelola secara bisnis, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Di Bone, wakaf produktif bisa diwujudkan dalam bentuk pembangunan lahan pertanian, toko, atau usaha lainnya yang hasilnya digunakan untuk mendukung pendidikan gratis atau layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.
Ekonomi Islam juga mengedepankan prinsip larangan riba (bunga). Dalam sistem keuangan Islam, praktik riba digantikan dengan skema bagi hasil yang lebih adil dan berorientasi pada kemitraan. Melalui lembaga keuangan syariah seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT) atau koperasi syariah, masyarakat Bone yang kurang mampu bisa mendapatkan akses permodalan tanpa terbebani oleh bunga tinggi. Pendekatan ini memberikan peluang yang lebih besar bagi mereka untuk meningkatkan taraf hidup melalui usaha produktif.
Namun, implementasi ekonomi Islam di Bone tidak hanya bergantung pada instrumen keuangan. Edukasi dan sosialisasi tentang prinsip ekonomi Islam juga sangat penting. Banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana konsep zakat, wakaf, dan sistem keuangan syariah dapat berdampak langsung pada pengurangan ketimpangan sosial. Oleh karena itu, pemerintah daerah, lembaga agama, dan institusi pendidikan perlu bersinergi untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat. Misalnya, pengajian atau seminar ekonomi Islam bisa menjadi media yang efektif untuk menjelaskan hal ini.
Tidak hanya itu, potensi ekonomi Islam di Bone juga dapat didukung oleh kearifan lokal dan semangat gotong royong yang masih kental di tengah masyarakat. Prinsip saling membantu dan berbagi yang diajarkan dalam Islam sebenarnya sejalan dengan nilai-nilai budaya lokal Bone. Dengan mengintegrasikan kedua aspek ini, pendekatan ekonomi Islam dapat diterima lebih mudah oleh masyarakat dan memberikan dampak yang lebih nyata.
Keberhasilan penerapan ekonomi Islam dalam mengurangi ketimpangan sosial juga membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah. Kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi Islam, seperti insentif bagi lembaga keuangan syariah atau regulasi yang mendorong optimalisasi zakat dan wakaf, sangat dibutuhkan. Selain itu, pemerintah juga dapat memfasilitasi pelatihan bagi masyarakat untuk memanfaatkan dana zakat dan wakaf secara produktif, sehingga mereka dapat mandiri secara ekonomi.
Sebagai langkah awal, Kabupaten Bone bisa memulai dengan mengidentifikasi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan bantuan ekonomi. Data ini kemudian digunakan untuk merancang program-program berbasis ekonomi Islam yang tepat sasaran. Misalnya, dana zakat dapat difokuskan untuk membantu petani atau nelayan dengan memberikan alat produksi yang lebih modern. Wakaf produktif bisa diarahkan untuk membangun fasilitas pendidikan di daerah-daerah terpencil yang selama ini kurang mendapatkan perhatian.